Jokowi Tak Mudah Setujui Usulan DPR
A
A
A
JAKARTA - DPR akan berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang rencana revisi terbatas Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang Pilkada, khususnya poin penyelesaian perselisihan partai politik (parpol).
Namun sejumlah pengamat politik memperkirakan DPR tidak akan mudah mendapatkan persetujuan dari Jokowi. Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) BandungIdilAkbarmengatakan, Jokowi akan melihat dulu seberapa besar revisi itu akan memberi keuntungan bagi kepentingan pemerintahannya.
Menurutnya, dalam urusan revisi ini, ada kepentingan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), khususnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sehingga bukan tidak mungkin keputusan Megawati Soekarnoputri akan ikut memberi pengaruh. ”DPR tentu akan berupaya meyakinkan presiden untuk setuju UU Pilkada direvisi. Tapi saya memandang pesimistis Presiden akan sejalan dengan DPR,” kata Idil kemarin.
Direktur Eksekutif Polcomm Institute Heri Budianto menilai masih sulit ditebak apakah Jokowi akan menyetujui atau tidak usulan DPR. Namun dia menyebut contoh kasus di mana Presiden bisa saja menolak usulan DPR, yakni dalam kasus pelantikan calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan. Apalagi, menurut dia, dalam kasus revisi ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo sudah tegas menolak.
Heri menilai, dari sikap pimpinan DPR terlihat bahwa revisi UU ini merupakan sesuatu yang mendesak. Dia hanya mengingatkan agar revisi UU ini tidak dipakai untuk mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu di parlemen. ”Ini sangat berbau politik sehingga perlu di-clear-kan di publik kenapa ini revisinya cepat dan yang lain lama. Kalau melihat urgensinya, ini belum timing -nya revisi UU Pilkada,” ujar Heri dalam diskusi bertajuk ”Revisi UU Pilkada dan UU Parpol” kemarin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman membantah dugaan revisi ini sekadar untuk membantu Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang bersengketa untuk lolos pilkada. Menurutnya, dalam UU tersebut memang belum diatur mekanisme bagaimana Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan jika ada parpol yang bersengketa.
Menurut Rambe, mengubah UU merupakan hak DPR bersama dengan pemerintah. Dia juga menjamin revisi nanti akan dilakukan secara terbatas dan terbuka. Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menyerahkan sepenuhnya kewenangan revisi UU kepada pemerintah dan DPR. Menurut dia kalaupun nantinya benar direvisi, prosesnya harus cepat.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai, desakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto agar KPU tetap berpegang pada SK Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) untuk parpol peserta pilkada saat bertemu dengan komisioner KPU kemarin merupakan bentuk intervensi kekuasaan.”Kami ingatkan Hasto sebagai sekjen PDIP, jangan bertindak dan bersikap seperti pemilik tunggal bangsa ini. Jangan mentangmentang sebagai partai penguasa bertindak dengan pendekatan kekuasaan,” ujarnya kemarin.
Kiswondari/ dian ramdhani/sucipto
Namun sejumlah pengamat politik memperkirakan DPR tidak akan mudah mendapatkan persetujuan dari Jokowi. Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) BandungIdilAkbarmengatakan, Jokowi akan melihat dulu seberapa besar revisi itu akan memberi keuntungan bagi kepentingan pemerintahannya.
Menurutnya, dalam urusan revisi ini, ada kepentingan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), khususnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sehingga bukan tidak mungkin keputusan Megawati Soekarnoputri akan ikut memberi pengaruh. ”DPR tentu akan berupaya meyakinkan presiden untuk setuju UU Pilkada direvisi. Tapi saya memandang pesimistis Presiden akan sejalan dengan DPR,” kata Idil kemarin.
Direktur Eksekutif Polcomm Institute Heri Budianto menilai masih sulit ditebak apakah Jokowi akan menyetujui atau tidak usulan DPR. Namun dia menyebut contoh kasus di mana Presiden bisa saja menolak usulan DPR, yakni dalam kasus pelantikan calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan. Apalagi, menurut dia, dalam kasus revisi ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo sudah tegas menolak.
Heri menilai, dari sikap pimpinan DPR terlihat bahwa revisi UU ini merupakan sesuatu yang mendesak. Dia hanya mengingatkan agar revisi UU ini tidak dipakai untuk mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu di parlemen. ”Ini sangat berbau politik sehingga perlu di-clear-kan di publik kenapa ini revisinya cepat dan yang lain lama. Kalau melihat urgensinya, ini belum timing -nya revisi UU Pilkada,” ujar Heri dalam diskusi bertajuk ”Revisi UU Pilkada dan UU Parpol” kemarin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman membantah dugaan revisi ini sekadar untuk membantu Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang bersengketa untuk lolos pilkada. Menurutnya, dalam UU tersebut memang belum diatur mekanisme bagaimana Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan jika ada parpol yang bersengketa.
Menurut Rambe, mengubah UU merupakan hak DPR bersama dengan pemerintah. Dia juga menjamin revisi nanti akan dilakukan secara terbatas dan terbuka. Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menyerahkan sepenuhnya kewenangan revisi UU kepada pemerintah dan DPR. Menurut dia kalaupun nantinya benar direvisi, prosesnya harus cepat.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai, desakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto agar KPU tetap berpegang pada SK Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) untuk parpol peserta pilkada saat bertemu dengan komisioner KPU kemarin merupakan bentuk intervensi kekuasaan.”Kami ingatkan Hasto sebagai sekjen PDIP, jangan bertindak dan bersikap seperti pemilik tunggal bangsa ini. Jangan mentangmentang sebagai partai penguasa bertindak dengan pendekatan kekuasaan,” ujarnya kemarin.
Kiswondari/ dian ramdhani/sucipto
(bbg)