Forum Guru Honorer Tolak Tes Ulang
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah untuk melakukan tes ulang terhadap tenaga honorer kategori dua (K2) ditolak forum honorer Indonesia. Pasalnya, ada kekhawatiran muncul honorer siluman yang ikut serta dalam tes ulang tersebut.
”Banyak dari kita yang trauma dengan pelaksanaan tes ini. Pada tes K2 banyak honorer siluman atau bodong. Akhirnya honorer yang asli banyak yang tidak lolos. Kita sudah minta pemerintah melalui rekomendasi yang disampaikan dengan tembusan DPR dan presiden bahwa kami menolak tes ulang K2,” ujar Ketua Dewan Pembina Forum Honorer Indonesia Hasbi saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Menurut dia, dalam tes honorer K2 sebelumnya ada permainan uang, yang mana ada sistem sedemikian rupa sehingga honorer K2 yang asli dan sudah berjuang lama tidak dapat lulus. Hingga kini, dia menilai pemerintah belum memiliki langkah nyata untuk meminimalisasi kemungkinan tersebut.
”Fakta di lapangan dan dari teman-teman media, memang terjadi permainan. Pelaksanaan belum dapat meminimalisasi oknum-oknum yang bermain, baik dari internal pemerintah seperti oknum pejabat daerah, BKD, maupun yang lainnya. Percuma saja dilakukan tes ulang,” ujar dia. Hasbi mengatakan ada modus yang sama hampir di setiap daerah dalam hal permainan honorer bodong pada tes sebelumnya.
Dia menduga bahwa ini dilakukan oknum yang memahami sistem birokrasi ”Indikasi yang sama di beberapa daerah. Kalau pemain lokal kan punya modus lain dan berbeda- beda. Di setiap daerah ada besaran tertentu agar lolos. Untuk di Jawa, itu bisa mencapai Rp100 juta. Di Sumatera di bawah Rp50 juta.
Misalnya saja di Sulawesi, kok banyak swasta yang lolos. Kan aturannya hanya yang bekerja di pemerintahan,” jelasnya. Selain itu, tes ulang tidak perlu diberlakukan kepada pegawai honorer K2. Menurut dia, K2 sudah bekerja selama bertahun- tahun sehingga sudah mengerti tugas dan fungsinya. Maka itu, dia mengusulkan tes cukup dilakukan secara administrasi.
”Bisa berdasarkan usia ataupun masa kerja, ini lebih arif dan berkeadilan. Mereka sudah bekerja dan sudah mengerti tugasnya. Puluhan tahun mereka bekerja. Kalau yang baru-baru, untuk CPNS bisa dilakukan tes agar menghasilkan aparat pemerintah yang kompeten,” ungkap dia. Menurut dia, tidak setiap daerah memiliki infrastruktur yang memadai jika tes dilakukan dengan sistem Computer Assisted Test (CAT).
Belum lagi faktor sumber daya manusia di setiap daerah akan menjadi kendala. ”Alasan kita juga tes ini akan memboroskan anggaran, karena anggaran yang dibutuhkan tidak akan berjumlah sedikit,” kata Hasbi. Dia juga meminta pemerintah agar melakukan uji publik terkait data verifikasi dan validasi yang telah dilakukan daerah.
Setelah itu, data tersebut diumumkan ke publik. Dengan begitu, setiap honorer dapat memastikan apakah sudah memenuhi persyaratan atau belum. Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi berjanji akan mempertimbangkan masukan-masukan yang ada terkait dengan tes ulang. Dia mengaku butuh waktu untuk menuntaskan persoalan eks K2.
Saat ini pemerintah terus berupaya merumuskan formula yang tepat untuk menuntaskan persoalan ini. ”Mereka minta agar pemerintah menindaklanjuti kasus THK-II bodong, karena dianggapnya menghambat peluang mereka untuk diangkat menjadi CPNS,” ungkap dia.
Pakar administrasi publik Universitas Gadjah Mada Miftah Thoha mengatakan, sejak awal honorer direkrut mayoritas bukan berdasarkan kompetensi. Selain itu, juga tidak berdasarkan atas kebutuhan. ”Kemampuan orangnya bukan diutamakan. Jadi, pengangkatan tenaga honorer membebani pemerintah,” kata dia.
Menurut dia, jangan sampai pengangkatan honorer ini lantaran belas kasihan semata. Pemerintah, imbuh dia, harus selektif, yakni sesuai kebutuhan dan kompetensi. ”Kasihan karena jadi pegawai tidak diangkat- angkat,” paparnya.
Dita angga
”Banyak dari kita yang trauma dengan pelaksanaan tes ini. Pada tes K2 banyak honorer siluman atau bodong. Akhirnya honorer yang asli banyak yang tidak lolos. Kita sudah minta pemerintah melalui rekomendasi yang disampaikan dengan tembusan DPR dan presiden bahwa kami menolak tes ulang K2,” ujar Ketua Dewan Pembina Forum Honorer Indonesia Hasbi saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Menurut dia, dalam tes honorer K2 sebelumnya ada permainan uang, yang mana ada sistem sedemikian rupa sehingga honorer K2 yang asli dan sudah berjuang lama tidak dapat lulus. Hingga kini, dia menilai pemerintah belum memiliki langkah nyata untuk meminimalisasi kemungkinan tersebut.
”Fakta di lapangan dan dari teman-teman media, memang terjadi permainan. Pelaksanaan belum dapat meminimalisasi oknum-oknum yang bermain, baik dari internal pemerintah seperti oknum pejabat daerah, BKD, maupun yang lainnya. Percuma saja dilakukan tes ulang,” ujar dia. Hasbi mengatakan ada modus yang sama hampir di setiap daerah dalam hal permainan honorer bodong pada tes sebelumnya.
Dia menduga bahwa ini dilakukan oknum yang memahami sistem birokrasi ”Indikasi yang sama di beberapa daerah. Kalau pemain lokal kan punya modus lain dan berbeda- beda. Di setiap daerah ada besaran tertentu agar lolos. Untuk di Jawa, itu bisa mencapai Rp100 juta. Di Sumatera di bawah Rp50 juta.
Misalnya saja di Sulawesi, kok banyak swasta yang lolos. Kan aturannya hanya yang bekerja di pemerintahan,” jelasnya. Selain itu, tes ulang tidak perlu diberlakukan kepada pegawai honorer K2. Menurut dia, K2 sudah bekerja selama bertahun- tahun sehingga sudah mengerti tugas dan fungsinya. Maka itu, dia mengusulkan tes cukup dilakukan secara administrasi.
”Bisa berdasarkan usia ataupun masa kerja, ini lebih arif dan berkeadilan. Mereka sudah bekerja dan sudah mengerti tugasnya. Puluhan tahun mereka bekerja. Kalau yang baru-baru, untuk CPNS bisa dilakukan tes agar menghasilkan aparat pemerintah yang kompeten,” ungkap dia. Menurut dia, tidak setiap daerah memiliki infrastruktur yang memadai jika tes dilakukan dengan sistem Computer Assisted Test (CAT).
Belum lagi faktor sumber daya manusia di setiap daerah akan menjadi kendala. ”Alasan kita juga tes ini akan memboroskan anggaran, karena anggaran yang dibutuhkan tidak akan berjumlah sedikit,” kata Hasbi. Dia juga meminta pemerintah agar melakukan uji publik terkait data verifikasi dan validasi yang telah dilakukan daerah.
Setelah itu, data tersebut diumumkan ke publik. Dengan begitu, setiap honorer dapat memastikan apakah sudah memenuhi persyaratan atau belum. Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi berjanji akan mempertimbangkan masukan-masukan yang ada terkait dengan tes ulang. Dia mengaku butuh waktu untuk menuntaskan persoalan eks K2.
Saat ini pemerintah terus berupaya merumuskan formula yang tepat untuk menuntaskan persoalan ini. ”Mereka minta agar pemerintah menindaklanjuti kasus THK-II bodong, karena dianggapnya menghambat peluang mereka untuk diangkat menjadi CPNS,” ungkap dia.
Pakar administrasi publik Universitas Gadjah Mada Miftah Thoha mengatakan, sejak awal honorer direkrut mayoritas bukan berdasarkan kompetensi. Selain itu, juga tidak berdasarkan atas kebutuhan. ”Kemampuan orangnya bukan diutamakan. Jadi, pengangkatan tenaga honorer membebani pemerintah,” kata dia.
Menurut dia, jangan sampai pengangkatan honorer ini lantaran belas kasihan semata. Pemerintah, imbuh dia, harus selektif, yakni sesuai kebutuhan dan kompetensi. ”Kasihan karena jadi pegawai tidak diangkat- angkat,” paparnya.
Dita angga
(bbg)