DPRD-Pemda DIY Abaikan Sabda Raja
A
A
A
YOGYAKARTA - Raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY Sri Sultan HB X sudah mengganti nama melalui Sabda Raja pada 30 April lalu. Namun DPRD-Pemda DIY belum mengakui secara resmi perubahan dari Buwono menjadi Bawono dalam penamaan dan nomenklatur pemerintahan.
Wakil Ketua I DPRD DIY Arif Noor Hartanto mengatakan, sudah hampir dua pecan sejak Sabda Raja dititahkan, DPRD DIYbelum menerima pemberitahuan secara resmi perubahan nama tersebut. ”Surat tembusan (perubahan nama) belum masuk sampai saat ini,” ungkap Arif, kemarin. Menurut Inung, sapaan akrab Arif Noor Hartanto, setelah surat tembusan masuk ke Dewan, mereka langsung berkoordinasi dengan Pemda DIY.
”Kami baca secara cermat, menyikapi bersama- sama terkait perubahan nama Sultan,” katanya. Alasannya, nama Sultan yang bertakhta sudah dikunci dan diatur dengan tegas dalam Pasal 1 Ketentuan Umum Undang- Undang No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan (UUK) DIY. ”Nama itulah (Sri Sultan Hamengku Buwono X) yang ada di SK Presiden terkait dengan pelantikan Gubernur dan Wagub DIY yang dilakukan pada 20 Oktober 2012,” katanya beralasan.
Politikus PAN ini mengungkapkan, atas dasar itu maka DPRD DIY masih akan menyebut Sri Sultan Hamengku Buwono X, bukan Sri Sultan Hamengku Bawono. Begitu dinyatakan sah dan berlaku secara hukum, lanjut dia, SK Presiden pasti diubah. Jika SK Presiden tidak diubah, berarti batal demi hukum.
”Sebelum ada legalitas formal seperti itu, kami sampai kapan pun akan menyebut Sri Sultan Hamengku Buwono X,” ujarnya. Dia beranggapan perubahan nama sampai sah secara hukum, butuh waktu lama. Mengganti nama wajib memberitahukan kepada DPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dengan tembusan ke Pemda DIY dan DPRD DIY.
”Kemendagri yang memutuskan, tapi Kemendagri juga perlu berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Komisi II DPR,” ucapnya. Asisten Sekretaris Daerah Bidang Administrasi Umum Setda DIY Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Yudaningrat menegaskan, perubahan nama gubernur memberi dampak luar biasa. ”Tidak hanya paugeran, internal keraton dan pemerintahan,” ujarnya.
Adik Sri Sultan HB X ini mengungkapkan dari segi pemerintahan, pergantian nama tersebut menabrak UUK DIY. ”Semua tahu,(diUUKDIY) lhajenenge (lah namanya) Buwono, dudu (bukan) Bawono je,” ungkapnya. Dari yang paling sederhana, penerima gaji dari keuangan negara juga menemui persoalan.
”Misalnya, saya PNS tercatat dengan nama Yudanegara, tapi kalau tertulis Yudha negara, pakai huruf H, nggak metu gajine (tidak keluar gajinya). Pensiunannya juga nggak keluar,” papar Penghageng Keraton yang akrab disapa Gusti Yuda itu. Sampai saat ini, Pemda DIY dalam nomenklatur nama gubernur, juga masih memakai nama Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Seperti dalam sambutan Gubernur DIY saat menerima kunjungan Komisi III DPD RI di Kepatihan, kemarin. Sambutan Gubernur yang dibacakan Wagub DIY Paku Alam IX, masih menggunakan Sri Sultan Hamengku Buwono X, bukan Sri Sultan Hamengku Bawono.
Ridwan anshori
Wakil Ketua I DPRD DIY Arif Noor Hartanto mengatakan, sudah hampir dua pecan sejak Sabda Raja dititahkan, DPRD DIYbelum menerima pemberitahuan secara resmi perubahan nama tersebut. ”Surat tembusan (perubahan nama) belum masuk sampai saat ini,” ungkap Arif, kemarin. Menurut Inung, sapaan akrab Arif Noor Hartanto, setelah surat tembusan masuk ke Dewan, mereka langsung berkoordinasi dengan Pemda DIY.
”Kami baca secara cermat, menyikapi bersama- sama terkait perubahan nama Sultan,” katanya. Alasannya, nama Sultan yang bertakhta sudah dikunci dan diatur dengan tegas dalam Pasal 1 Ketentuan Umum Undang- Undang No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan (UUK) DIY. ”Nama itulah (Sri Sultan Hamengku Buwono X) yang ada di SK Presiden terkait dengan pelantikan Gubernur dan Wagub DIY yang dilakukan pada 20 Oktober 2012,” katanya beralasan.
Politikus PAN ini mengungkapkan, atas dasar itu maka DPRD DIY masih akan menyebut Sri Sultan Hamengku Buwono X, bukan Sri Sultan Hamengku Bawono. Begitu dinyatakan sah dan berlaku secara hukum, lanjut dia, SK Presiden pasti diubah. Jika SK Presiden tidak diubah, berarti batal demi hukum.
”Sebelum ada legalitas formal seperti itu, kami sampai kapan pun akan menyebut Sri Sultan Hamengku Buwono X,” ujarnya. Dia beranggapan perubahan nama sampai sah secara hukum, butuh waktu lama. Mengganti nama wajib memberitahukan kepada DPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dengan tembusan ke Pemda DIY dan DPRD DIY.
”Kemendagri yang memutuskan, tapi Kemendagri juga perlu berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Komisi II DPR,” ucapnya. Asisten Sekretaris Daerah Bidang Administrasi Umum Setda DIY Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Yudaningrat menegaskan, perubahan nama gubernur memberi dampak luar biasa. ”Tidak hanya paugeran, internal keraton dan pemerintahan,” ujarnya.
Adik Sri Sultan HB X ini mengungkapkan dari segi pemerintahan, pergantian nama tersebut menabrak UUK DIY. ”Semua tahu,(diUUKDIY) lhajenenge (lah namanya) Buwono, dudu (bukan) Bawono je,” ungkapnya. Dari yang paling sederhana, penerima gaji dari keuangan negara juga menemui persoalan.
”Misalnya, saya PNS tercatat dengan nama Yudanegara, tapi kalau tertulis Yudha negara, pakai huruf H, nggak metu gajine (tidak keluar gajinya). Pensiunannya juga nggak keluar,” papar Penghageng Keraton yang akrab disapa Gusti Yuda itu. Sampai saat ini, Pemda DIY dalam nomenklatur nama gubernur, juga masih memakai nama Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Seperti dalam sambutan Gubernur DIY saat menerima kunjungan Komisi III DPD RI di Kepatihan, kemarin. Sambutan Gubernur yang dibacakan Wagub DIY Paku Alam IX, masih menggunakan Sri Sultan Hamengku Buwono X, bukan Sri Sultan Hamengku Bawono.
Ridwan anshori
(bbg)