UE dan NATO Minta Makedonia Tahan Diri
A
A
A
KUMANOVO - Organisasi Traktat Atlantik Utara (NATO) dan Uni Eropa (UE) menyerukan semua pihak yang berkonflik di Makedonia untuk menahan diri.
Seruan itu setelah pertempuran antara polisi dan kelompok bersenjata yang menewaskan 22 orang. NATO dan UE sangat khawatir jika ketegangan di wilayah Balkan itu akan meluas. ”Saya menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan menghindari peningkatan eskalasi di Makedonia dan seluruh kawasan,” kata petinggi NATO Jens Stoltenberg, dikutip AFP, kemarin.
NATO menyatakan kawasan Balkan masih menjadi negara yang rawan konflik etnik. Hal senada juga diungkapkan Pejabat UE Johannes Hahn. Dia meminta segala bentuk eskalasi dihindari. ”Stabilitas negara sangat penting,” paparnya. UE pun meminta Makedonia agar menitikberatkan untuk tindakan pencegahan terjadinya perselisihan antaretnis yang berujung pada peperangan di wilayah Balkan.
Seruan NATO dan UE didengar Makedonia. Unit polisi khusus kemarin menarik diri dari kota di Makedonia utara. Sebelumnya, bentrokan antara polisi dan pemberontak bersenjata di Makedonia menyebabkan 22 orang tewas pada Minggu malam (10/5) lalu di utara Kota Kumanovo.
”Kelompok bersenjata berhasil dilumpuhkan,” kata Juru Bicara Kepolisian Makedonia Ivo Kotevski. Dia menambahkan, daerah konflik di Kumanovo sekitar 40 km arah utara dari Skopje tersebut berhasil dikuasai polisi. Kotevski menambahkan, konflik ini membuat pihak kepolisian kehilangan 8 anggotanya yang tewas. Sebanyak 37 polisi terluka dalam pertempuran bersenjata.
Jumlah korban tewas secara keseluruhan mencapai 22 orang. Para anggota kelompok bersenjata berasal dari kelompok teroris yang berbahaya. ”Banyak dari anggota pemberontak yang melakukan kejahatan internasional. Surat penangkapan internasional pun telah dikeluarkan untuk menangkap mereka,” tegas Kotevski. Kelompok pemberontak yang terlibat baku tembak dengan polisi terdiri atas 30 orang.
Mereka adalah warga Makedonia, lima orang di antaranya diduga etnik Albania berasal dari Kosovo dan seorang warga Albania. Kementerian Dalam Negeri menyebutkan 20 orang dari kelompok ini menyerahkan diri dan mereka segera menjalani persidangan pengadilan di kota Skopje. Kementerian Dalam Negeri menyatakan kelompok bersenjata tersebut merencanakan aksi teror yang menargetkan lembaga negara dan warga sipil.
Kelompok ini juga memiliki markas kecil di Kumanovo. Pemerintah Makedonia menyatakan dua hari berkabung pada Minggu terkait tragedi tersebut. Akibat memanasnya konflik tersebut, banyak warga yang memilih mengungsi. Mereka dibantu petugas kepolisian. ”Kami warga miskin, namun kami menjalani hidup tanpa permasalahan. Kami tidak menginginkan adanya peperangan lagi seperti yang terjadi pada 2001,” ungkap Adila, 59, seorang etnik Albania.
Hal berbeda ditunjukkan Elham Murad, 40. Dia mengungkapkan bahwa pertempuran itu merupakan bentuk manipulasi. Banyak hal yang aneh sebelum operasi yang dilakukan polisi, seperti pengiriman drone ke wilayah konflik sebelum pertempuran. ”Konflik itu hanya permainan Perdana Menteri Nikola Gruevski yang ingin membungkam pemimpin oposisi Zoran Zaev,” tuding Murah, dilansir Reuters . Pemberontakan etnik Albania itu mengancam Makedonia pada 2001. Penduduk Makedonia berjumlah 2,1 juta jiwa, namun sekitar seperempatnya merupakan etnik Albania.
Arvin
Seruan itu setelah pertempuran antara polisi dan kelompok bersenjata yang menewaskan 22 orang. NATO dan UE sangat khawatir jika ketegangan di wilayah Balkan itu akan meluas. ”Saya menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan menghindari peningkatan eskalasi di Makedonia dan seluruh kawasan,” kata petinggi NATO Jens Stoltenberg, dikutip AFP, kemarin.
NATO menyatakan kawasan Balkan masih menjadi negara yang rawan konflik etnik. Hal senada juga diungkapkan Pejabat UE Johannes Hahn. Dia meminta segala bentuk eskalasi dihindari. ”Stabilitas negara sangat penting,” paparnya. UE pun meminta Makedonia agar menitikberatkan untuk tindakan pencegahan terjadinya perselisihan antaretnis yang berujung pada peperangan di wilayah Balkan.
Seruan NATO dan UE didengar Makedonia. Unit polisi khusus kemarin menarik diri dari kota di Makedonia utara. Sebelumnya, bentrokan antara polisi dan pemberontak bersenjata di Makedonia menyebabkan 22 orang tewas pada Minggu malam (10/5) lalu di utara Kota Kumanovo.
”Kelompok bersenjata berhasil dilumpuhkan,” kata Juru Bicara Kepolisian Makedonia Ivo Kotevski. Dia menambahkan, daerah konflik di Kumanovo sekitar 40 km arah utara dari Skopje tersebut berhasil dikuasai polisi. Kotevski menambahkan, konflik ini membuat pihak kepolisian kehilangan 8 anggotanya yang tewas. Sebanyak 37 polisi terluka dalam pertempuran bersenjata.
Jumlah korban tewas secara keseluruhan mencapai 22 orang. Para anggota kelompok bersenjata berasal dari kelompok teroris yang berbahaya. ”Banyak dari anggota pemberontak yang melakukan kejahatan internasional. Surat penangkapan internasional pun telah dikeluarkan untuk menangkap mereka,” tegas Kotevski. Kelompok pemberontak yang terlibat baku tembak dengan polisi terdiri atas 30 orang.
Mereka adalah warga Makedonia, lima orang di antaranya diduga etnik Albania berasal dari Kosovo dan seorang warga Albania. Kementerian Dalam Negeri menyebutkan 20 orang dari kelompok ini menyerahkan diri dan mereka segera menjalani persidangan pengadilan di kota Skopje. Kementerian Dalam Negeri menyatakan kelompok bersenjata tersebut merencanakan aksi teror yang menargetkan lembaga negara dan warga sipil.
Kelompok ini juga memiliki markas kecil di Kumanovo. Pemerintah Makedonia menyatakan dua hari berkabung pada Minggu terkait tragedi tersebut. Akibat memanasnya konflik tersebut, banyak warga yang memilih mengungsi. Mereka dibantu petugas kepolisian. ”Kami warga miskin, namun kami menjalani hidup tanpa permasalahan. Kami tidak menginginkan adanya peperangan lagi seperti yang terjadi pada 2001,” ungkap Adila, 59, seorang etnik Albania.
Hal berbeda ditunjukkan Elham Murad, 40. Dia mengungkapkan bahwa pertempuran itu merupakan bentuk manipulasi. Banyak hal yang aneh sebelum operasi yang dilakukan polisi, seperti pengiriman drone ke wilayah konflik sebelum pertempuran. ”Konflik itu hanya permainan Perdana Menteri Nikola Gruevski yang ingin membungkam pemimpin oposisi Zoran Zaev,” tuding Murah, dilansir Reuters . Pemberontakan etnik Albania itu mengancam Makedonia pada 2001. Penduduk Makedonia berjumlah 2,1 juta jiwa, namun sekitar seperempatnya merupakan etnik Albania.
Arvin
(bbg)