Ribuan Imigran Terdampar
A
A
A
ACEH - Lebih dari 2.000 imigran korban perdagangan manusia asal Myanmar dan Bangladesh terdampar di daratan Indonesia dan Malaysia kemarin. Mereka menepi ke Aceh, Sumatera Utara, ketika hendak menuju Malaysia dengan melaut dari Thailand.
”Mereka pikir tiba di Malaysia, tapi ternyata di Indonesia. Mereka ditinggalkan pelaku perdagangan manusia,” ujar Steve Hamilton dari Organisasi Internasional untuk Imigrasi, dikutip BBC . Para imigran itu melaut dengan perahu tanpa fasilitas dan pasokan makanan yang memadai. Kemarin pagi sekitar 469 imigran merapat ke wilayah pantai Aceh Barat setelah diselamatkan para nelayan lokal.
Sehari sebelumnya sekitar 573 imigran juga berlabuh di Aceh. Mereka dalam kondisi kelelahan dan stres. Kepala tim pencarian dan penyelamatan Aceh, Budiawan, mengatakan, pihaknya siap menyambut para imigran lain yang masih terdampar di sekitar laut Indonesia. Dia bahkan mengatakan merekrut para nelayan untuk ikut membantu patroli di perairan Indonesia. ”Kami siap menyelamatkan para imigran yang lain,” katanya, dilansir AFP.
Kebanyakan perahu yang ditumpangi para imigran itu tersesat atau kehabisan bahan bakar. Seorang penumpang mengatakan, mulanya mereka hendak pergi ke Malaysia, tapi nasib berkata lain. Menurut otoritas terkait di Aceh, mereka ditipu para pelaku perdagangan manusia ketika diperintahkan untuk berenang. ”Salah satu imigran yang bisa berbahasa Melayu menegaskan kepada saya bahwa agen mereka mengatakan perahu sudah tiba di Malaysia.
Mereka diperintahkan untuk berenang ke pantai,” kata Darsa dari Lembaga Penanggulangan Bencana Aceh. Ironisnya, 83 di antaranya perempuan dan 41 lainnya anak-anak. Bahkan ada satu perempuan yang sedang hamil dan sejumlah anak berusia di bawah 10 tahun. ”Beberapa dari mereka dalam kondisi buruk dan memerlukan perhatian medis,” ujar Darsa.
Pemerintah akan memenuhi kebutuhan makanan dan perawatan medis para imigran itu sampai status mereka jelas. Kepala Polisi Aceh Utara Achmadi mengatakan, sedikitnya 50 imigran dibawa ke rumah sakit. ”Secara umum mereka menderita kelaparan. Banyak dari mereka yang terlihat sangat kurus,” tandas dia. Seorang imigran, Rashi Ahmed, mengaku cukup lama tidak makan.
”Tidak ada yang bisa kami makan, hanya berdoa,” ucapnya. Di Malaysia, polisi mengatakan, pelaku perdagangan manusia menelantarkan lebih dari 1.000 imigran yang kelaparan di tepi pantai kepulauan Langkawi, Laut Andaman sejak Minggu (10/5). ”Kami pikir ada tiga perahu yang mengangkut 1.018 imigran tersebut,” kata Wakil Kepala Polisi Langkawi Jamil Ahmed.
Menurut Ahmed, otoritas terkait Malaysia berhasil menyita satu perahu, sedangkan perahu yang lain diyakini sudah dibawa kabur ketengah laut. Seperti di Aceh, Langkawi juga siap menyediakan tempat yang lebih luas dan makanan mengingat para imigran lain juga diperkirakan akan kembali mendarat.
Jamil menambahkan, dari 1.018 imigran yang menepi di Langkawi, 555 di antaranya warga Bangladesh, sedangkan 463 merupakan etnis Rohingnya, termasuk 101 perempuan dan 52 anak-anak. Artinya, jumlah anak yang terdampar di Aceh dan Langkawi mencapai 92 orang. Hanya, anak-anak di Langkawi lebih sehat. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menempatkan Rohingya sebagai salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia.
Sebanyak 800.000 muslim Rohingya dianggap Pemerintah Myanmar sebagai warga ilegal dan mengalami perlakuan diskriminatif. Mereka akhirnya menyeberang lautan menuju Thailand, Malaysia, danIndonesia setiap tahun. Kepala Misi untuk IOM Asia-Pasifik Jeff Labovits mengatakan, para pelaku perdagangan manusia sengaja menghentikan perjalanan mereka karena khawatir akan ditangkap polisi Thailand.
Sekitar 8.000 orang diyakini terperangkap di sana. Angka itu tidak dapat diverifikasi, namun diyakini dapat dipercaya. ”Perahu-perahu itu sepertinya berhenti merapat ke daratan. Beberapa mengalihkan rute perjalanan, sementara yang lain menunggu. Pelaku biasanya menerima bayaran di darat. Namun, sekarang mereka sepertinya melakukan negosiasi di atas air. Semua menjadi panas. Mereka tidak akan bisa pergi ke mana-mana,” tandasnya.
Muh shamil
”Mereka pikir tiba di Malaysia, tapi ternyata di Indonesia. Mereka ditinggalkan pelaku perdagangan manusia,” ujar Steve Hamilton dari Organisasi Internasional untuk Imigrasi, dikutip BBC . Para imigran itu melaut dengan perahu tanpa fasilitas dan pasokan makanan yang memadai. Kemarin pagi sekitar 469 imigran merapat ke wilayah pantai Aceh Barat setelah diselamatkan para nelayan lokal.
Sehari sebelumnya sekitar 573 imigran juga berlabuh di Aceh. Mereka dalam kondisi kelelahan dan stres. Kepala tim pencarian dan penyelamatan Aceh, Budiawan, mengatakan, pihaknya siap menyambut para imigran lain yang masih terdampar di sekitar laut Indonesia. Dia bahkan mengatakan merekrut para nelayan untuk ikut membantu patroli di perairan Indonesia. ”Kami siap menyelamatkan para imigran yang lain,” katanya, dilansir AFP.
Kebanyakan perahu yang ditumpangi para imigran itu tersesat atau kehabisan bahan bakar. Seorang penumpang mengatakan, mulanya mereka hendak pergi ke Malaysia, tapi nasib berkata lain. Menurut otoritas terkait di Aceh, mereka ditipu para pelaku perdagangan manusia ketika diperintahkan untuk berenang. ”Salah satu imigran yang bisa berbahasa Melayu menegaskan kepada saya bahwa agen mereka mengatakan perahu sudah tiba di Malaysia.
Mereka diperintahkan untuk berenang ke pantai,” kata Darsa dari Lembaga Penanggulangan Bencana Aceh. Ironisnya, 83 di antaranya perempuan dan 41 lainnya anak-anak. Bahkan ada satu perempuan yang sedang hamil dan sejumlah anak berusia di bawah 10 tahun. ”Beberapa dari mereka dalam kondisi buruk dan memerlukan perhatian medis,” ujar Darsa.
Pemerintah akan memenuhi kebutuhan makanan dan perawatan medis para imigran itu sampai status mereka jelas. Kepala Polisi Aceh Utara Achmadi mengatakan, sedikitnya 50 imigran dibawa ke rumah sakit. ”Secara umum mereka menderita kelaparan. Banyak dari mereka yang terlihat sangat kurus,” tandas dia. Seorang imigran, Rashi Ahmed, mengaku cukup lama tidak makan.
”Tidak ada yang bisa kami makan, hanya berdoa,” ucapnya. Di Malaysia, polisi mengatakan, pelaku perdagangan manusia menelantarkan lebih dari 1.000 imigran yang kelaparan di tepi pantai kepulauan Langkawi, Laut Andaman sejak Minggu (10/5). ”Kami pikir ada tiga perahu yang mengangkut 1.018 imigran tersebut,” kata Wakil Kepala Polisi Langkawi Jamil Ahmed.
Menurut Ahmed, otoritas terkait Malaysia berhasil menyita satu perahu, sedangkan perahu yang lain diyakini sudah dibawa kabur ketengah laut. Seperti di Aceh, Langkawi juga siap menyediakan tempat yang lebih luas dan makanan mengingat para imigran lain juga diperkirakan akan kembali mendarat.
Jamil menambahkan, dari 1.018 imigran yang menepi di Langkawi, 555 di antaranya warga Bangladesh, sedangkan 463 merupakan etnis Rohingnya, termasuk 101 perempuan dan 52 anak-anak. Artinya, jumlah anak yang terdampar di Aceh dan Langkawi mencapai 92 orang. Hanya, anak-anak di Langkawi lebih sehat. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menempatkan Rohingya sebagai salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia.
Sebanyak 800.000 muslim Rohingya dianggap Pemerintah Myanmar sebagai warga ilegal dan mengalami perlakuan diskriminatif. Mereka akhirnya menyeberang lautan menuju Thailand, Malaysia, danIndonesia setiap tahun. Kepala Misi untuk IOM Asia-Pasifik Jeff Labovits mengatakan, para pelaku perdagangan manusia sengaja menghentikan perjalanan mereka karena khawatir akan ditangkap polisi Thailand.
Sekitar 8.000 orang diyakini terperangkap di sana. Angka itu tidak dapat diverifikasi, namun diyakini dapat dipercaya. ”Perahu-perahu itu sepertinya berhenti merapat ke daratan. Beberapa mengalihkan rute perjalanan, sementara yang lain menunggu. Pelaku biasanya menerima bayaran di darat. Namun, sekarang mereka sepertinya melakukan negosiasi di atas air. Semua menjadi panas. Mereka tidak akan bisa pergi ke mana-mana,” tandasnya.
Muh shamil
(bbg)