Penjelasan Kapolri Soal Rencana Aksi 2 Desember dan Agenda Makar

Senin, 21 November 2016 - 18:41 WIB
Penjelasan Kapolri Soal Rencana Aksi 2 Desember dan Agenda Makar
Penjelasan Kapolri Soal Rencana Aksi 2 Desember dan Agenda Makar
A A A
JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah melakukan video conference dengan pejabat utama Mabes Polri dan sebagian dari Mabes TNI, diikuti oleh para Kapolda dan Pangdam, dan seluruh Pangkotama di seluruh Indonesia.

Pertemuan tersebut membahas tindakan Polri dengan TNI untuk menghadapi unjuk rasa susulan pada 25 November dan 2 Desember 2016 mendatang.

"Info yang kami terima, 25 November ada unjuk rasa namun ada upaya tersembunyi dari beberapa kelompok yang ingin masuk ke dalam DPR dan berusaha untuk dalam tanda petik menguasai DPR," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta, Senin (21/11/2016).

Menurut Tito, agenda yang ingin menguasi DPR jelas melanggar hukum karena sudah diatur dalam Pasal 104 dan 106 KUHP, di mana menjatuhkan atau menggulingkan pemerintah termasuk pasal makar.

"Kita akan lakukan upaya pencegahan dengan memperkuat Gedung DPR/MPR sekaligus juga membuat rencana kontijensi bila terjadi kita akan melakukan tindakan-tindakan yang tegas terukur sesuai dengan peraturan undang-undang," ucap Tito.

"Kita sampaikan di sini bahwa kegiatan tersebut sesuai aturan Undang-undang (UU) Nomor 9 Tahun 1998, penyampaian pendapat di muka umum itu merupakan hak konstitusi dari warga namun tidak bersifat absolut," kata Tito.

Tito menjelaskan, dalam aksi unjuk rasa ada empat batasan di UU yang tidak boleh dilanggar para demonstran yaitu tidak boleh mengganggu hak asasi orang lain termasuk pengguna jalan protokol. Kedua, tidak boleh mengganggu ketertiban umum.

"Sangat jelas mau itu jalan protokol kalau itu diblok, otomatis akan mengganggu jalan yang mengganggu warga yang menggunakan jalan itu, ibu-ibu yang mau melahirkan berangkat ke RSCM bisa terganggu, yang sakit bisa terganggu, yang mau bekerja bisa terganggu, sopir taksi, angkutan umum bisa terganggu," jelasnya.

Penutupan jalan bisa berdampak pada kemacetan Jalan Jakarta karena itu jalan protokol hari Jumat lagi, itu mengganggu ketertiban publik dalam penilaian Polri. Maka dari itu, Polri akan melarang penutupan Jalan.

"Kalau dilaksanakan akan kita bubarkan, kalau melawan dibubarkan maka dilakukan tindakan ada ancaman hukuman dari Pasal 2 212 KUHP sampai 200 18 KUHP, Pasal 13 KUHP melawan sampai ada korban luka dari petugas 2, 14 KUHP ancaman yang berat itu diatas lima tahun kalau sampai ada korban luka dari petugas," tutur Tito.

Berikut pernyataan lengkap Tito Karnavian:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat siang, rekan-rekan semua. Jadi baru saja kami dengan Bapak Panglima TNI memberikan arahan melalui video conference kepada pejabat utama di Mabes Polri, sebagian juga pejabat utama dari Mabes TNI dan diikuti oleh para Kapolda, para Pangdam dan seluruh Pangkotama seluruh Indonesia. Intinya adalah antisipasi tanggal 25 November dan tanggal 2 Desember.

Aksi tanggal 25 November dan 2 Desember. Informasi yang kita terima 25 November akan ada aksi unjukrasa di DPR. Namun ada upaya tersembunyi dari beberapa kelompok yang ingin masuk ke DPR dan berusaha untuk dalam tanda petik meguasai DPR. Aksi ini bagi kami dan Bapak Panglima sudah diatur dalam Undang-undang mulai 104 sampai 107 dan lain-lain dilarang. Itulah perbuatan kalau bermaksud menguasai DPR maka itu melanggar hukum. Kalau itu bermaksud menggulingkan pemerintah itu ada pasal makar. Oleh karena itu, kita akan melakukan pencegahan dengan memperkuat gedung DpR MPR. Sekaligus juga confirm rencana-rencana konsolidasi pengamanan . Kita akan lakukan tindakan tegas dan terukur sesuai aturan undang-undang. Kita akan tegakkan hukum, baik yang melakukan maupun yang menggerakkan.

Yang kedua, menyikapi tanggal 2 Desember. Ada sejumlah elemen melakukan penyebaran pers rilis. Akan ada kegiatan yang disebut Bela Islam Ketiga. Itu dalam bentuk gelar sajadah, Salat Jumat di Jalan MH Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, dan serta Bundaran HI. Kita sampaikan di sini bahwa kegiatan tersebut diatur pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998, penyampaian pendapat di muka umum merupakan hak kontitusi dari warga. Namun tidak bersifat absolut.

Ada empat batasan dalam Undang-undang itu yang tidak boleh.
Yang pertama, tidak boleh menggannggu hak asasi orang lain, termasuk memakai jalan, kalau jalan protokol itu tidak boleh dihalangi.

Yang kedua, tidak menganggu ketertiban umum, sangat jelas bahwa itu jalan protokol. Kalau itu diblok, otomatis akan mengganggu warga yang melewati jalan itu. Ibu-ibu yang melahirkan, mau berangkat ke RSCM bisa tergangu. Yang sakit bisa terganggu, yang mau bekerja juga bisa terganggu. Sopir taksi, angkutan, dan lain-lain bisa terganggu. Disamping itu, juga bisa memacetkan Jakarta, karena di jalan protokol, hari Jumat lagi. Itu menganggu ketertiban publik. Dalam penilaian kami kepolisian, oleh karena itu maka kami akan melarang kegiatan itu.

Melarang, kalau dilaksanakan akan kita bubarkan. Kalau tidak mau dibubarkan kita akan lakukan tindakan, ada ancaman hukuman dari Pasal 221, 212 KUHP sampai 218 KUHP. Yaitu melawan petugas. Kalau melawan satu orang 212 KUHP, melawan lebih dari tiga orang 213 KUHP, melawan sampai ada korban luka dari petugas 214 KUHP ancamannya berat, itu diatas lima tahun, tujuh tahun kalau ada korban luka dari petugas.

Oleh karena itu, Kapolda Metro akan melakukan maklumat pelarangan itu dan kemudian akan diikuti kapolda-kapolda lain yang kantong -kantong massa yang mengirim akan dikeluarkan maklumat dilarang berangkat bergabung dengan kegiatan yang melanggar undang-undang tersebut. Dan kemudian akan dilakukan tindakan

Sekali lagi, terkait kasus ini, Kasus Basuki Tjahaja Purnama sudah mendekati tahap akhir
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6641 seconds (0.1#10.140)