Tiap Rupiah Harus Nyata Berdampak pada Kesejahteraan Rakyat

Senin, 02 Mei 2016 - 11:30 WIB
Tiap Rupiah  Harus Nyata Berdampak pada Kesejahteraan Rakyat
Tiap Rupiah Harus Nyata Berdampak pada Kesejahteraan Rakyat
A A A
BPK terus meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan dana rakyat yang bersumber dari APBN maupun APBD. Langkah tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Di bawah kepemimpinan Harry Azhar Azis, BPK mulai mengembangkan audit berbasis kesejahteraan rakyat.

Melalui audit tersebut pemeriksaan penggunaan uang APBN/APBD bukan semata pada masalah prosedural saja melainkan pada efektifitas dan manfaat anggaran bagi masyarakat. Setiap rupiah yang bersumber dari APBN/APBD harus mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Berikut wawancaranya:

Bagaimana kinerja BPK secara umum?

Sejak saya terpilih jadi ketua BPK Oktober 2014 saya ingin mengembangkan satu wacana baru bahwa audit yang dilakukan BPK harus mendorong terciptanya kesejahteraan rakyat. Sesuai UUD 1945 Pasal 23, pengelolaan keuangan negara harus bersifat terbuka dan bertanggung jawab dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

Sifat terbuka dan bertanggung jawab sering disebut sebagai unsur governancy. Unsur itu kemundian menjadi kewenangan BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW) dan Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) atau Disclaimer. WTP ini yang terbaik, sedang WDP baik tapi masih ada kekurangannya, sedang TW itu jelek, dan TMP itu jelek sekali.

Ibarat kuliah, yang dikatakan lulus hanya WTP dan WDP. Untuk seluruh pemerintah pusat yang lulus kurang lebih 93%. Kalau yang WTP saja 71%, dibanding dengan 5 tahun yang lalu pemerintah pusat yang peroleh WTP hanya 56%, jadi sudah meningkat.

Untuk seluruh pemerintah pusat yang kita periksa ada 88 institusi yaitu 34 Kementerian selebihnya lembaga negara. Untuk pemda ada 539 pemda, terdiri 34 provinsi, 400-an kabupaten dan 100-an kota. Kalau dilihat unsur governancy-nya BPK, secara umum institusi di pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah lulus, rata-rata opininya WTP dan WDP. Memang masih ada yang TW dan TMP. Ini yang harus terus didorong perbaikannya.

5 tahun yang lalu, 2009 dapat opini WTP hanya 3%, saat ini 2014 meningkat jadi 49% sehingga peningkatannya sampai 46%. Ini nampak ada kesadaran baik di pemerintah pusat dan pemda yang terus meningkat. Artinya, selama ini BPK berhasil mendorong tingkat kesadaran penyelenggraraan negara di pusat dan daerah.

Jadi audit BPK mulai berkembang pada aspek kesejahteraan rakyat?

Saya ingin tekankan pada aspek yang ketiga yaitu setiap rupiah yang dipercayakan bermanfaat pada publik, menghasilkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, itu perintah UUD. Didalamnya mengatakan pengelolaan keuangan negara bersifat terbuka dan bertanggungjkawab dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Terbuka dan bertanggung jawab sudah cukup bagus. Maka kita akan tingkatkan pada aspek yang ketiganya.

Metodenya bagaimana ?

Ini yang sedang kita rumuskan untuk menimbulkan kesadaran baru tiap rupiah yang dipercayakan pada presiden, wakil presiden, pada menteri, gubernur, untuk mereka betul sadar harus semaksimal mungkin mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Memang kita belum temukan bagaimana metodenya. Metode yang diusulkan itu kombinasi audit. Maka kemakmuran itu harusnya ada empat indikator, pertama kemiskinan yang menurun, pengangguran yang terus menurun, kesenjangan pendapatan atau gini rasio yang turut menurun juga, dan yang keempat indikator indeks pembangunan manusia (IPM) yang meningkat. Disana ada tiga indikator IPM yaitu soal kesehatan, pendidikan, ditambah lagi daya beli masyarakat ini harus naik.

Pemeriksaan kita sekarang lebih pada sisi implementasi anggaran, dan bagaimana pelaporannya. Ini yang disebut dengan audit keuangan. Sementara, apakah anggaran yang digunakan tersebut memberikan manfaat yang maksimal untuk kesejahteraan rakyat, belum banyak dilakukan auditnya oleh BPK. Disinilah audit kinerja sangat penting dilaksanakan. Dengan demikian ada dua sisi yang dinilai oleh BPK, yaitu sisi pertanggungjawaban keuangan dan pertanggungjawaban kinerja atau pemanfaatannya.

Hasil audit BPK atas pemerintah pusat dilaporkan kepada DPR dan DPD baik melalui rapat paripurna maupun secara parsial. Demikian pula dengan hasil audit atas pemerintah daerah disampaikan dalam rapat paripurna DPRD di provinsi, kabupaten dan kota. Ada juga yang disampaikan secara parsial kepada DPRD. Tentunya harapan BPK hasil audit bisa ditindaklanjuti oleh DPR dalam rapat-rapat dengan pemerintah.

Sosialisasi audit kesejahteraan sampai mana?

Sosialisasinya kita punya program BPK Goes to Campus, kita juga menerbitkan panduan-panduan singkat yang mudah dicerna tiap anggota kita untuk masyarakat sampai SKPD, kementerian dengan seluruh jabatan tingkatannya.

Tapi banyak dimasyarakat yang belum paham, seperti pernyataan kalau WTP tidak ada korupsi, padahal kasus korupsi tidak selalu berkaitan dengan WTP, ambil contoh korupsi di Riau, ketiga gubernurnya memperoleh WTP, tapi ketiganya juga ditangkap KPK. Tertangkapnya bukan masalah WTP tapi karena menerima suap, uang suap itu yang tidak diperiksa BPK, itu diluar perilaku audit keuangan.

Bagaimana respons negara terkait Audit kesejahteraan?

Kalau di UU 17 TAHUN 2003 tentang Keuangan Negara, sebenarnya sudah ada permintaan itu, penyelenggara negara bukan saja melaporkan penggunaan keuangan mereka, tetapi juga melaporkan prestasi kerja. Untuk wali kota/ bupati bisa diukur dengan indikator kemakmuran daerah tadi.

Kalau sekarang kondisinya adalah ada bupati gubernur yang sudah 4-5 tahun terus memperoleh WTP tapi tingkat kemiskinannya malah naik. Ada yang dapat WTP tapi tingkat penganggurannya naik. Atau gini ratio-nya juga naik. IPM nya malah turun, contohnya soal bupati punya inisiatif mengalokasikan dana 10 miliar untuk membeli permen, dan dimasukkan APBD rancangannya ada dan disetujui DPRD. Semuanya sesuai peraturan UU, maka pertanyaannya apakah permen mensejahterakan rakyat? Nah ini yang perlu diperdalam.

Kesalahannnya diawal yaitu perencanaan, kita juga mau masuk BPK mengaudit perencanaan yang sudah diketok DPRD atau Perda Daerah. Atau yang diketok DPR. Kita akan coba masuk pelan-pelan sehingga ke depan bisa memberikan rekomendasi untuk perbaikan dalam penyusunan APBN.

Apakah DPR fokus terhadap aspek audit kesejahteraan?

Umumnya anggota parlemen mau seperti itu, tapi ketika masuk dalam hal tekhnis mereka lebih mendahulukan daerah pemilihannya. Makanya kita akan mengklasifikasi pola laporan kita di DPR sedemikian rupa sehingga bisa mempermudah DPR dalam melakukan pengawasan kepada pemerintah. Termasuk mempermudah anggota DPR melakukan pengawasan untuk setiap daerah pemilihannya.

Laporan bisa jadi pemetaan bagi DPR dan kepala daerah?

Ya laporan itu bisa jadi pemetaan dalam konteks kelemahan dalam penyusunan APBN dan APBD. Mengapa ada alokasi ini, efektif atau tidak?

BPK di mata internasional bagaimana?

Kita menjadi anggota seluruh asosiasi BPK sedunia namanya INTOSAI ( international organization of the supreme audit institutions), kita menjadi ketua working group BPK sedunia dibidang lingkungan. Kita jadi ketua sampai 2019. Kita baru dipilih oleh Badan Atom Internasional sebagai auditor eksternal IAEA di Wina, Austria.

Pada 2015, kita juga terpilih menjadi auditor internasional Anti Corruption Academy (IACA). Kita juga terpilih menjadi salah satu negara yang ikut menentukan pedoman akutansi pemerintahan di dunia. Sejak saya menjadi ketua BPK saya terus mendorong dan berhasil mencapai kepercayaan dunia, juga membawa kesempatan pegawai untuk melihat pola dunia dengan pola Indonesia, supaya meningkatkan kualitas mereka.

Kualitas SDM Auditor kita bagaimana?

Kalau dilihat kualitasnya ada 120 yang telah punya kompetensi internasional, selain itu banyak auditor kita yang telah memiliki sertifikat nasional dari total auditor 4200. Total pegawai kita 6500, hampir 70% auditor kita akuntan.

Saya mau mengembangkan lagi kalau menyangkut audit kinerja, kita tidak saja butuh akuntan dan ekonom tapi ilmu sosial lainnya. Barangkali ke depan saya mau arahkan auditor non akuntan makin banyak. Biarkan nanti dia berfikir satu rupiah sebaiknya dialokasikan kemana. Agar menghasilkan lapangan kerja dan kemakmuran lebih banyak.

Audit kemakmuran sudah dimulai tahun ini?

Audit kita sudah mulai tentang penanggulangan kemiskinan artinya itu audit kinerja yang kita lakukan, kita menemukan masih banyak program belum sesuai, masih banyak rupiah tidak sampai pada orang miskin yang dimaksud.

Ada pilot project terkait audit kesejahteraan?

Ada, BPK audit kinerja soal pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, penanggulangan kemiskinan, dan kain-lain. BPK juga audit soal penyediaan air bersih. BPK misalnya menemukan penyelenggaraan pengelolaan air minum belum sepenuhnya sesuai harapan.

Audit ini dilakukan perdaerah atau secara nasional?

Ada yang dilakukan permasing-masing daerah oleh Perwakilan BPK di daerah. Tapi, ada yang dilakukan audit secara serentak di setiap daerah dengan koordinasi dari BPK pusat. Ini yang dinamakan audit tematik. Nantinya temuan dari masing-masing daerah akan ditarik ke pusat menjadi simpulan secara nasional. Dengan demikian BPK akan berikan rekomendasi untuk perbaikan kebijakan secara nasional.

Terkait penggunaan anggaran, BPK sangat perhatian terhadap penggunaan dana bantuan sosial atau bansos. Anggaran bansos mempunyai risiko yang tinggi, artinya potensi disalahgunakan sangat besar. Oleh karena itu, BPK merancang pemeriksaan untuk bisa mendeteksi dan menemukan adanya penyimpangan dana bansos.

BPK periksa bupati berikan uang Rp100 juta kepada tiap masjid. Nah, kita lihat kuitansinya ada, kita periksa penerimanya, kalau baru diterima Rp70 juta, maka sisanya harus dikembalikan pada negara. Banyak kasus terjadi seperti itu. Bansos juga banyak diberikan pada yayasan fiktif biasanya berkaitan dengan pilkada-pilkada.

Peta SDM BPK bagaimana?

SDM kita memang kurang terutama di Indonesia Timur, misalnya kabupaten yang memeriksa hanya tiga atau empat orang untuk anggaran Rp 1 triliun, padahal kebutuhannya antara 5-6 orang. Model BPK perwakilan didaerah menggunakan pola regional kita membagi kelas, kalau provinsi itu lebih dari 20 kabupaten maka menjadi regional kelas A, kalau perwakilan 10-20 kabupaten/kota maka hanya kelas B, dan kalau di bawah 10 itu kelas C. Secara umum dan secaranasional, BPK masih kekurangan pemeriksa.

Untuk mengatasi kekurangan itu, BPK sedang nego dengan Menpan RB Yuddy Chrisnandi untuk minta karyawan baru. Tahun ini akan diterima untuk penerimaan karyawan baru. Bulan juni mungkin baru dibuka dan rencananya akan ditempatkan di daerah yang kurang auditornya tadi.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3263 seconds (0.1#10.140)