Pakar Nilai Isi Pidato Megawati Bukti PDIP Tak Kerdilkan Posisi Presiden Jokowi
loading...
A
A
A
Kemenangan pileg dan sekaligus pilpres pada 2014 dan 2019 itu, merupakan rekor baru dalam politik kepemiluan di Indonesia. Faktor penentu kemenangan dua kali berturutan itu adalah karena PDIP beruntung memiliki dua figur role model sekaligus, yaitu Megawati dan Jokowi.
“Kekuatan dua figur ini menjadi perekat identitas partai yang begitu kuat. Sekaligus menjadi penentu kemenangan PDI Perjuangan secara berturutan. Betapa pun potensi kekuatannya secara kelembagaan diperlemah oleh pemberlakuan sistem pemilu proporsional terbuka,” urai Haryadi.
“Nah, sebenarnya jika kita bisa menelaah lebih dalam, sesungguhnya bukti di atas menguatkan betapa penting posisi Jokowi dalam point of view Megawati selaku Ketua Umum PDIP, tanpa melupakan kejelian Mega sebagai leader maker dan jiwanya sebagai seorang negarawan,” paparnya.
Hal itu terbukti dalam isi pidato Megawati di HUT lalu. Haryadi menyebut bagian pidato yang dimaksud adalah begini. “Sudah jelas kita ini adalah organisasi partai politik. Organisasi itu datangnya dari organ. Badan kita ini semua juga terdiri dari organ. Ketua umum adanya di mana? Pak Jokowi sebagai presiden di mana? Di sini “kepala”, memikirkan rakyat. Kalau Pak Hasto di mana? Di sini (tunjuk dahi). Karena pikiranku kusampaikan sama Sekjen, saya minta berpikir bersama pengurus DPP saya. Kita semua ini organ. Anak ranting itu mungkin kuku. Gampangnya, untuk ingat, kalau Ibu pusing, tidak bisa berpikir, macet, kalian tidak bisa kerja. Jadi semua itu harus bonding, menyatu jadi kalau saya instruksi jangan hanya sebagai kertas tetapi dijalankan.“
Haryadi menambahkan, Megawati menempatkan Presiden Jokowi di tempat tertinggi partai dalam kesatuan gerak dalam memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat. Tak ada subordinasi dan sama seperti tubuh, kepala tak lebih penting dari tangan atau kuku sekalipun. Tak ada keindahan organ tubuh, jika hanya ada kepala tanpa tangan dan kuku.
”Bu Mega jelas ingin mengatakan bahwa akar rumput partai dan masyarakat sama pentingnya dengan dirinya maupun dengan Presiden Jokowi dalam kesatuan tubuh bernama Indonesia. Maka bijak memaknai agar kepentingan yang terbungkus dalam falsifikasi pemaknaan dalam komunikasi politik tidak mendapatkan tempat dalam upaya memecah PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi,” bebernya.
Haryadi menyarankan agar semua pihak pihak meletakkan tiap kalimat dalam konteksnya. “Jangan memenggal tanpa konteks kecuali pemenggalan itu sengaja dilakukan untuk motif dan kepentingan politik nakal,” ucapnya
“Kekuatan dua figur ini menjadi perekat identitas partai yang begitu kuat. Sekaligus menjadi penentu kemenangan PDI Perjuangan secara berturutan. Betapa pun potensi kekuatannya secara kelembagaan diperlemah oleh pemberlakuan sistem pemilu proporsional terbuka,” urai Haryadi.
“Nah, sebenarnya jika kita bisa menelaah lebih dalam, sesungguhnya bukti di atas menguatkan betapa penting posisi Jokowi dalam point of view Megawati selaku Ketua Umum PDIP, tanpa melupakan kejelian Mega sebagai leader maker dan jiwanya sebagai seorang negarawan,” paparnya.
Hal itu terbukti dalam isi pidato Megawati di HUT lalu. Haryadi menyebut bagian pidato yang dimaksud adalah begini. “Sudah jelas kita ini adalah organisasi partai politik. Organisasi itu datangnya dari organ. Badan kita ini semua juga terdiri dari organ. Ketua umum adanya di mana? Pak Jokowi sebagai presiden di mana? Di sini “kepala”, memikirkan rakyat. Kalau Pak Hasto di mana? Di sini (tunjuk dahi). Karena pikiranku kusampaikan sama Sekjen, saya minta berpikir bersama pengurus DPP saya. Kita semua ini organ. Anak ranting itu mungkin kuku. Gampangnya, untuk ingat, kalau Ibu pusing, tidak bisa berpikir, macet, kalian tidak bisa kerja. Jadi semua itu harus bonding, menyatu jadi kalau saya instruksi jangan hanya sebagai kertas tetapi dijalankan.“
Haryadi menambahkan, Megawati menempatkan Presiden Jokowi di tempat tertinggi partai dalam kesatuan gerak dalam memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat. Tak ada subordinasi dan sama seperti tubuh, kepala tak lebih penting dari tangan atau kuku sekalipun. Tak ada keindahan organ tubuh, jika hanya ada kepala tanpa tangan dan kuku.
”Bu Mega jelas ingin mengatakan bahwa akar rumput partai dan masyarakat sama pentingnya dengan dirinya maupun dengan Presiden Jokowi dalam kesatuan tubuh bernama Indonesia. Maka bijak memaknai agar kepentingan yang terbungkus dalam falsifikasi pemaknaan dalam komunikasi politik tidak mendapatkan tempat dalam upaya memecah PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi,” bebernya.
Haryadi menyarankan agar semua pihak pihak meletakkan tiap kalimat dalam konteksnya. “Jangan memenggal tanpa konteks kecuali pemenggalan itu sengaja dilakukan untuk motif dan kepentingan politik nakal,” ucapnya
(cip)