Ahli Pidana Contohkan Kasus Habib Rizieq di Sidang Ferdy Sambo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ahli pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mahrus Ali menerangkan kasus Habib Rizieq Shihab dalam persidangan kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Dia menganalogikan pembuktian pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dengan kasus pelanggaran protokol kesehatan Habib Rizieq.
Awalnya, Mahrus menjelaskan kausalitas berkaitan kasus pembunuhan berencana. Menurut dia teori conditio tidak boleh digunakan lagi karena menimbulkan ketidakadilan. Ketidakadilan itu terletak pada disamakannya semua perbuatan yang sekadar menjadi syarat dengan perbuatan yang sudah menjadi sebab.
Pelaku yang melakukan perbuatan sebagai syarat dengan sebab itu sama-sama masuk penjara. Itulah yang dinilainya tidak adil. Dia lantas mencontohkan pada kasus Habib Rizieq Shihab.
"Saya kasih contoh dalam kasus Habib Rizieq itu kan timbulnya kenaikan Covid-19, itu dalam putusan hakim dalam jaksanya juga itu karena ada kenaikan tingkat orang yang mengalami positif tapi itu di daerah DKI Jakarta, bukan di lokasi kejahatan," ujar Mahrus di PN Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2022).
"Itu kan menjadi tidak clear, harusnya ada hubungan kausal, orang ini katakanlah positif covid karena perbuatan Habib Rizieq, tapi disitu ndak," tuturnya.
Menurut Mahrus, ahli dalam kasus Habib Rizieq itu menyebutkan tidak punya data di Petamburan, hanya punya data di DKI terkait orang positif Covid. Alhasil, itu tak mengkonfirmasi naiknya tingkat Covid di Petamburan karena perbuatan Habib Rizieq.
Di situ, paparnya, tampak persidangan kasus Habib Rizieq itu hakim menginginkan teori Conditio, hanya saja tidak konsisten. Sebabnya, bila mau konsisten dengan teori Conditio itu, semua orang yang membantu Habib Rizieq datang ke Indonesia, mereka semua masuk penjara.
"Semua orang yang ratusan ribu itu yang nunggu di bandara (waktu Habib Rizieq datang) dia menjadi apa, menjadi perbuatan sebagai syarat karena tanpa itu tidak mungkin terjadi covid kan, artinya apa harus masuk penjara kalau mengikuti teori ini, maka kemudian teori ini harus ditinggalkan. Dia logis tapi tidak adil, hukum itu logis tapi harus adil, maka apa gunakanlah teori mengindividualisir," katanya.
Maka itu, tambahnya, guna menentukan seseorang melakukan pembunuhan berencana ataukah tidak, morif dan kesengajaan itu menjadi unsur penting yang harus dibuktikan.
"Orang itu ketika dia motif pasti berniat, setelah punya niat baru dia sengaja. Niat itu tidak sama dengan sengaja karena sejahat apapun niat tidak boleh dilarang karena masih disini (nunjuk dada), niat itu baru bisa menjadi sengaja ketika diwujudkan dalam perbuatan yang dilarang," katanya.
Awalnya, Mahrus menjelaskan kausalitas berkaitan kasus pembunuhan berencana. Menurut dia teori conditio tidak boleh digunakan lagi karena menimbulkan ketidakadilan. Ketidakadilan itu terletak pada disamakannya semua perbuatan yang sekadar menjadi syarat dengan perbuatan yang sudah menjadi sebab.
Pelaku yang melakukan perbuatan sebagai syarat dengan sebab itu sama-sama masuk penjara. Itulah yang dinilainya tidak adil. Dia lantas mencontohkan pada kasus Habib Rizieq Shihab.
"Saya kasih contoh dalam kasus Habib Rizieq itu kan timbulnya kenaikan Covid-19, itu dalam putusan hakim dalam jaksanya juga itu karena ada kenaikan tingkat orang yang mengalami positif tapi itu di daerah DKI Jakarta, bukan di lokasi kejahatan," ujar Mahrus di PN Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2022).
"Itu kan menjadi tidak clear, harusnya ada hubungan kausal, orang ini katakanlah positif covid karena perbuatan Habib Rizieq, tapi disitu ndak," tuturnya.
Menurut Mahrus, ahli dalam kasus Habib Rizieq itu menyebutkan tidak punya data di Petamburan, hanya punya data di DKI terkait orang positif Covid. Alhasil, itu tak mengkonfirmasi naiknya tingkat Covid di Petamburan karena perbuatan Habib Rizieq.
Di situ, paparnya, tampak persidangan kasus Habib Rizieq itu hakim menginginkan teori Conditio, hanya saja tidak konsisten. Sebabnya, bila mau konsisten dengan teori Conditio itu, semua orang yang membantu Habib Rizieq datang ke Indonesia, mereka semua masuk penjara.
"Semua orang yang ratusan ribu itu yang nunggu di bandara (waktu Habib Rizieq datang) dia menjadi apa, menjadi perbuatan sebagai syarat karena tanpa itu tidak mungkin terjadi covid kan, artinya apa harus masuk penjara kalau mengikuti teori ini, maka kemudian teori ini harus ditinggalkan. Dia logis tapi tidak adil, hukum itu logis tapi harus adil, maka apa gunakanlah teori mengindividualisir," katanya.
Maka itu, tambahnya, guna menentukan seseorang melakukan pembunuhan berencana ataukah tidak, morif dan kesengajaan itu menjadi unsur penting yang harus dibuktikan.
"Orang itu ketika dia motif pasti berniat, setelah punya niat baru dia sengaja. Niat itu tidak sama dengan sengaja karena sejahat apapun niat tidak boleh dilarang karena masih disini (nunjuk dada), niat itu baru bisa menjadi sengaja ketika diwujudkan dalam perbuatan yang dilarang," katanya.
(muh)