Mantan Kakanwil BPN Riau Dijebloskan KPK ke Penjara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional ( BPN ) Provinsi Riau, M Syahrir (MS) ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ). Syahrir merupakan tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari.
Syahrir dijebloskan ke penjara usai diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka, Kamis (1/12/2022) hari ini. KPK menahan Syahrir untuk masa penahanan pertamanya selama 20 hari ke depan di Rutan Gedung Lama KPK, Jalan HR Rasuna Said Kavling C1, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Terkait kebutuhan proses penyidikan, untuk tersangka MS dilakukan penahanan oleh tim penyidik dengan waktu 20 hari pertama, terhitung 1 Desember sampai 20 Desember 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1 gedung ACLC," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (1/12/2022).
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari di Kanwil BPN Provinsi Riau. Mereka adalah mantan Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau, M Syahrir (MS); Pemegang Saham PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya (FW); serta General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso (SDR).
Syahrir ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Frank dan Sudarso, tersangka pemberi suap.
Dalam perkara ini, M Syahrir diduga pernah meminta uang sebesar Rp3,5 miliar ke petinggi PT Adimulia Agrolestari, Sudarso. Uang sebesar Rp3,5 miliar tersebut diduga sebagai pelicin untuk memuluskan pengurusan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari yang bakal berakhir masa berlakunya pada 2024.
Atas permintaan tersebut, Sudarso kemudian menyerahkan uang senilai SGD120.000 ke M Syahrir. Uang tersebut diserahkan di rumah dinas M Syahrir. Syahrir meminta agar Sudarso tidak membawa alat komunikasi saat penyerahan uang.
Baca juga: Mantan Kepala BPN Riau Jadi Tersangka Suap Pengurusan HGU
Setelah menerima uang tersebut, Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari. Dalam ekspose tersebut, Syahrir menyatakan usulan perpanjangan PT Adimulia Agrolestari bisa ditindaklanjuti. Namun, usulan tersebut harus disertai dengan surat rekomendasi dari Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra. Adapun, isi surat rekomendasi tersebut harus menyatakan bhwa tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar.
Atas rekomendasi Syahrir, Frank Wijaya kemudian memerintahkan dan kembali menugaskan Sudarso untuk mengajukan surat permohonan ke Andi Putra. Frank meminta supaya kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan. Diduga, telah terjadi kesepakatan jahat antara Andi Putra dengan Sudarso. Kesepakatan jahat tersebut diduga juga atas sepengetahuan Frank Wijaya.
Atas perbuatannya, Frank Wijaya dan Sudarso disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Syahrir, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Penetapan terhadap ketiga tersangka tersebut merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat mantan Bupati Kuansing Andi Putra. Diketahui, Sudarso merupakan penyuap terhadap Andi Putra. Ia telah divonis bersalah dalam kasus tersebut.
Syahrir dijebloskan ke penjara usai diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka, Kamis (1/12/2022) hari ini. KPK menahan Syahrir untuk masa penahanan pertamanya selama 20 hari ke depan di Rutan Gedung Lama KPK, Jalan HR Rasuna Said Kavling C1, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Terkait kebutuhan proses penyidikan, untuk tersangka MS dilakukan penahanan oleh tim penyidik dengan waktu 20 hari pertama, terhitung 1 Desember sampai 20 Desember 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1 gedung ACLC," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (1/12/2022).
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari di Kanwil BPN Provinsi Riau. Mereka adalah mantan Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau, M Syahrir (MS); Pemegang Saham PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya (FW); serta General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso (SDR).
Syahrir ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Frank dan Sudarso, tersangka pemberi suap.
Dalam perkara ini, M Syahrir diduga pernah meminta uang sebesar Rp3,5 miliar ke petinggi PT Adimulia Agrolestari, Sudarso. Uang sebesar Rp3,5 miliar tersebut diduga sebagai pelicin untuk memuluskan pengurusan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari yang bakal berakhir masa berlakunya pada 2024.
Atas permintaan tersebut, Sudarso kemudian menyerahkan uang senilai SGD120.000 ke M Syahrir. Uang tersebut diserahkan di rumah dinas M Syahrir. Syahrir meminta agar Sudarso tidak membawa alat komunikasi saat penyerahan uang.
Baca juga: Mantan Kepala BPN Riau Jadi Tersangka Suap Pengurusan HGU
Setelah menerima uang tersebut, Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari. Dalam ekspose tersebut, Syahrir menyatakan usulan perpanjangan PT Adimulia Agrolestari bisa ditindaklanjuti. Namun, usulan tersebut harus disertai dengan surat rekomendasi dari Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra. Adapun, isi surat rekomendasi tersebut harus menyatakan bhwa tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar.
Atas rekomendasi Syahrir, Frank Wijaya kemudian memerintahkan dan kembali menugaskan Sudarso untuk mengajukan surat permohonan ke Andi Putra. Frank meminta supaya kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan. Diduga, telah terjadi kesepakatan jahat antara Andi Putra dengan Sudarso. Kesepakatan jahat tersebut diduga juga atas sepengetahuan Frank Wijaya.
Atas perbuatannya, Frank Wijaya dan Sudarso disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Syahrir, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Penetapan terhadap ketiga tersangka tersebut merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat mantan Bupati Kuansing Andi Putra. Diketahui, Sudarso merupakan penyuap terhadap Andi Putra. Ia telah divonis bersalah dalam kasus tersebut.
(abd)