Pengamat Militer: Presidensi G20 Bukti Pengakuan Negara-negara Besar kepada Indonesia

Jum'at, 11 November 2022 - 07:05 WIB
loading...
Pengamat Militer: Presidensi G20 Bukti Pengakuan Negara-negara Besar kepada Indonesia
Pengamat militer dan Intelijen Susaningtyas Kertopati menilai, penunjukan Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20 merupakan bentuk apresiasi dan pengakuan negara-negara besar di dunia bagi Indonesia. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sebanyak 17 kepala negara dipastikan bakal menghadiri perhelatan Presidensi G20 di Bali yang digelar pada pekan depan. Dua di antaranya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping.

Pengamat militer dan Intelijen Susaningtyas Kertopati menilai, penunjukan Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20 (Group of Twenty) atau forum kerja sama multilateral 19 negara utama dan Uni Eropa, sejatinya merupakan bentuk apresiasi dan pengakuan negara-negara besar di dunia bagi Indonesia.

”Terpilihnya Indonesia menandakan torehan sejarah baru karena untuk pertama kalinya Indonesia memegang Presidensi G20 sejak forum G20 ini dibentuk pada 1999,” ujar perempuan yang akrab disapa Nuning, Jumat (11/11/2022).



G20 sebagai forum yang beranggotakan 19 negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia, ditambah dengan Uni Eropa. Dari Asia Tenggara sejatinya telah merepresentasikan 85% perekonomian global, 80% investasi global, 75% perdagangan internasional, dan 66% penduduk dunia. ”Terpilihnya Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20, memiliki nilai strategis bagi pemulihan ekonomi dan pencapaian Indonesia Maju apabila kita mampu mengkapitalisasi peluang dan tantangan dengan kemanfaatan optimal bagi kepentingan Indonesia,” ujarnya.



Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Bidang Hankam dan Siber ini menilai, momentum tersebut harus dapat dimanfaatkan bagi pemulihan ekonomi untuk mencapai Indonesia Maju dengan memainkan peranan strategis Indonesia dalam mendorong upaya bersama untuk pemulihan ekonomi dunia. G20 Tahun 2022 yang mengangkat tema “Recover Together, Recover Stronger”, bermakna dapat tercipta pertumbuhan ekonomi yang inklusif, people centered, serta ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

”Secara lebih spesifik Presidensi G20 Indonesia akan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kontribusi dalam mendukung pemulihan ekonomi domestik, dengan adanya rangkaian pertemuan yang kumulatif menghadirkan ribuan delegasi dari seluruh negara anggota dan berbagai lembaga internasional,” paparnya.

Mobilitas para delegasi dan pendukungnya akan meningkat karena akan ada 150 kegiatan berupa rapat yang terbagi dalam dua kelompok kegiatan berbeda yakni, Sherpa Track dan Finance Track yang berlangsung secara marathon mulai dari ministerial meeting, engagement group meeting hingga rapat-rapat setingkat eselon I, dan mencapai puncaknya pada event “Presidensi G20 Leader Summit”.

”Melalui rangkaian kegiatan panjang tersebut, dengan kehadiran para delegasi akan berpotensi memberi manfaat bagi perekonomian Indonesia, baik secara langsung, terhadap sektor jasa; perhotelan, transportasi, UMKM, dan sektor terkait lainnya, maupun secara tidak langsung melalui dampak terhadap persepsi investor dan pelaku ekonomi,” katanya.

Presidensi G20, kata Nuning, menjadi ajang pembuktian Indonesia di tengah pandemi. Dunia internasional tetap memiliki persepsi yang baik atas resiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis. Oleh karena itu, momentum presidensi yang hanya terjadi satu kali setiap generasi (kurang lebih dua puluh tahun sekali) harus dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memberi nilai tambah bagi pemulihan Indonesia, baik dari sisi aktivitas ekonomi, maupun kepercayaan masyarakat domestik dan internasional.

Mantan anggota Komisi I DPR RI ini menambahkan, Presidensi G20 akan dapat menjadikan Indonesia menjadi salah satu fokus perhatian dunia, khususnya bagi para pelaku ekonomi dan keuangan. Kesempatan ini harus dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan (showcasing) berbagai kemajuan yang telah dicapai Indonesia kepada dunia, dan menjadi titik awal pemulihan keyakinan pelaku ekonomi pascapandemi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

”Meskipun Presiden Putin tidak hadir dan diwakili menlunya, tapi kita masih bisa berharap ada perkembangan baik untuk langkah perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Krisis moneter dan pangan yang melanda dunia akibat perang dapat menemukan kesepakatan yang menguntungkan bagi dunia,” ucapnya.

Nuning menambahkan, di bidang pertahanan dan militer Indonesia memang patut waspada dengan perkembangan AUKUS tetapi pengaruhnya belum tentu menyebabkan perlombaan senjata. Masih banyak faktor dan peluang yang dapat ditawarkan untuk AUKUS agar bisa berperan meredakan ketegangan di Laut Cina Selatan (LCS).

”Pasca AUKUS, tentunya peluang bagi banyak negara untuk bisa berperan meredakan ketegangan di Laut Cina Selatan, termasuk Perancis. Indonesia selalu siap bekerja sama dengan negara-negara yang memiliki niat bersama menjaga ketertiban dan perdamaian dunia,” tuturnya.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1259 seconds (0.1#10.140)