Ini Langkah Indonesia Kurangi Emisi Karbon dari Sektor Kehutanan Penggunaan Lahan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia telah mencanangkan agenda besar mencapai Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net-Sink 2030. Pengelolaan hutan lestari dan nilai ekonomi karbon (carbon pricing) akan saling mendukung untuk mencapai target yang sudah ditetapkan.
Plt Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ruandha Agung Sugardiman menjelaskan, FOLU Net Sink adalah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi dimana tingkat penyerapan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (forestry and other land use/FOLU) sudah lebih tinggi dibandingkan emisinya di tahun 2030.
Target dari FOLU Net Sink 2030 adalah tingkat emisi GRK minus 140 juta ton setara karbondioksida (CO2e).
"Berdasarkan skenario mitigasi, sektor FOLU Indonesia sudah bisa mencapai Net Sink di tahun 2030," katanya pada sesi diskusi panel di Paviliun Indonesia pada konferensi perubahan iklim COP27 UNFCCC di Sharm El Sheikh, Mesir, dalam keterangan tertulis diterima, Rabu (9/11/2022).
Baca juga: Climate Reality Indonesia Luncurkan Buku Menjalin Ikhtiar Merawat Bumi di COP27
Sementara Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto mengatakan, KHK telah menyiapkan strategi untuk mencapai FOLU Net Sink. "Strategi itu adalah pengurangan deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi gambut dan mangrove, dan peningkatan penyerapan GRK melalui aforestasi dan reforestasi," katanya.
Agus menjelaskan, pemerintah telah membuat kebijakan yang konsisten untuk pengurangan deforestasi. Hasilnya adalah laju deforestasi yang terus menurun beberapa tahun terakhir. Tahun 2020-2021 laju deforestasi tercatat 113,5 ribu hektare turun dari tahun sebelumnya yang 115,5 ribu hektare.
Pengurangan deforestasi juga dicapai dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal ini bisa dicapai dengan mengubah paradigma pengendalian karhutla dari pemadaman ke pencegahan.
Kebijakan konservasi dan pengelolaan hutan juga terus diperkuat untuk meningkatkan penyerapan GRK. Salah satunya, kata Agus, dengan pengembangan multi usaha kehutanan dimana pemanfaatan hutan tidak hanya fokus pada pemanfaatan kayu tapi juga pada hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
"Masyarakat juga memegang peranan penting dalam pengelolaan hutan lestari melalui skema perhutanan sosial," kata Agus.
Plt Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ruandha Agung Sugardiman menjelaskan, FOLU Net Sink adalah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi dimana tingkat penyerapan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (forestry and other land use/FOLU) sudah lebih tinggi dibandingkan emisinya di tahun 2030.
Target dari FOLU Net Sink 2030 adalah tingkat emisi GRK minus 140 juta ton setara karbondioksida (CO2e).
"Berdasarkan skenario mitigasi, sektor FOLU Indonesia sudah bisa mencapai Net Sink di tahun 2030," katanya pada sesi diskusi panel di Paviliun Indonesia pada konferensi perubahan iklim COP27 UNFCCC di Sharm El Sheikh, Mesir, dalam keterangan tertulis diterima, Rabu (9/11/2022).
Baca juga: Climate Reality Indonesia Luncurkan Buku Menjalin Ikhtiar Merawat Bumi di COP27
Sementara Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto mengatakan, KHK telah menyiapkan strategi untuk mencapai FOLU Net Sink. "Strategi itu adalah pengurangan deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi gambut dan mangrove, dan peningkatan penyerapan GRK melalui aforestasi dan reforestasi," katanya.
Agus menjelaskan, pemerintah telah membuat kebijakan yang konsisten untuk pengurangan deforestasi. Hasilnya adalah laju deforestasi yang terus menurun beberapa tahun terakhir. Tahun 2020-2021 laju deforestasi tercatat 113,5 ribu hektare turun dari tahun sebelumnya yang 115,5 ribu hektare.
Pengurangan deforestasi juga dicapai dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal ini bisa dicapai dengan mengubah paradigma pengendalian karhutla dari pemadaman ke pencegahan.
Kebijakan konservasi dan pengelolaan hutan juga terus diperkuat untuk meningkatkan penyerapan GRK. Salah satunya, kata Agus, dengan pengembangan multi usaha kehutanan dimana pemanfaatan hutan tidak hanya fokus pada pemanfaatan kayu tapi juga pada hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
"Masyarakat juga memegang peranan penting dalam pengelolaan hutan lestari melalui skema perhutanan sosial," kata Agus.