Prajurit Kopassus Ini Sempat Benci Sintong Panjaitan, Endingnya Malah Salut

Minggu, 06 November 2022 - 18:41 WIB
loading...
Prajurit Kopassus Ini Sempat Benci Sintong Panjaitan, Endingnya Malah Salut
AM Hendropriyono bersama Prabowo Subianto saat di medan operasi. Foto/IG Diaz Hendropriyono
A A A
JAKARTA - Kapten Hendropriyono harus memutar otak setelah permintaan helikopter untuk keluar dari Kampung Aruk di belantara Kalimantan Barat ditolak Komandan Satgas 42 Kopassandha Mayor Sintong Panjaitan. Tim Parako yang dipimpin Hendropriyono malah terkepung saat mengejar gerombolan bersenjata komunis.

"Kamu kan bisa keluar dari situ," kata Sintong dikutip dari buku Sintong Panjaitan Perjalanan Prajurit Para Komando, Minggu (6/1/2022).

"Tidak bisa Pak. Pengunduran harus dengan helikopter. Saya terkepung," jawab Hendropriyono.



"Pelurumu ada berapa?" tanya Sintong.

"Masih penuh Pak," jawabnya.

"Makanan buat berapa hari?" sambung Sintong.

"Masih ada Pak untuk dua hari," jawab Hendropriyono.

"Cukup itu," kata Sintong.

Hendropriyono yang saat itu menjabat Kasi 1/Intelijen Satgas 42 Kopassandha memimpin Tim Parako berkekuatan 16 orang untuk memburu Pasukan Gerilya Rakyat Serawak/Paraku pimpinan Then Bu Ket yang bersembunyi di belantara Kalimantan Barat pada 1972. Gerombolan bersenjata ini berada di bawah naungan North Kalimantan Communist Party (NKCP) pimpinan Wen Min Chyuan dari Organisasi Komunis Sarawak di Malaysia.

Baca juga: Cerita Luhut Dimarahi Tiga Jenderal Kopassus dari Sintong, Kuntara hingga Benny Moerdani

Pasukan Gerilya Rakyat Serawak/Paraku ini awalnya merupakan binaan Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat konfrontasi dengan Malaysia. Namun setelah peristiwa G30S/PKI, kelompok ini menjadi lawan bagi TNI.

Hendropriyono dikirim ke jantung pertahanan musuh setelah gerombolan bersenjata ini menyerang bivak (kamp improvisasi atau tempat penampungan tentara) dan menewaskan Pratu Rukiat. Tim Parako diterbangkan dengan Helikopter Sikorsky S 34 Twin Pac AURI menuju Kampung Aruk di daerah penyangga.

Setelah sampai, penduduk Kampung Aruk ternyata tidak suka dengan kedatangan orang asing. Mereka juga berpihak kepada gerombolan bersenjata komunis. Hendropriyono mendapatkan informasi bahwa mereka merencanakan serangan ke Posko Tim Parako.

Lantaran permintaan helikopter untuk keluar dari Kampung Aruk ditolak Komandan Satgas 42 Kopassandha, Hendropiryono lalu mengirimkan patroli ke seluruh penjuru arah. Patroli ke utara dan barat terjadi kontak senjata, sedangkan patroli ke timur menemukan jejak-jejak kaki.

"Kesimpulan saya kita terkepung, kita harus bisa keluar dari sini," kata Hendropriyono kepada perwira bawahannya.

Dari hasil pengintaian, arah selatan menuju bivak adalah kepungan paling tipis, hanya terlihat empat musuh. Hendropriyono lalu memutuskan menerobos ke selatan. Namun sampai ke lereng bukti, Tim Parako tak menemukan gerombolan bersenjata komunis.

Lantaran waktu sudah sore, Hendropriyono enggan turun ke lembah. Berdasarkan perhitungannya, jika timnya bermalam di lembah, maka esok pagi mereka akan ditembaki dari ketinggian.

Hendropriyono yang kelak menjadi tokoh intelijen itu melaporkan posisinya ke Sintong Panjaitan. Sang komandan kemudian memerintahkan Tim Parako untuk terus mendaki ke puncak bukit.

Saat sedang mendaki, tim bertemu dengan musuh sehingga terjadi pertempuran. Tim Parako berhasil menewaskan dua anggota gerombolan, tiga orang menyerah, dan lainnya melarikan diri. Hendropriyono dan timnya pun berhasil keluar dari kepungan musuh.

Meski tidak berani marah tapi Hendropriyono sempat sakit hati ke Sintong Panjaitan lantaran tidak mau mengirimkan helikopter untuk menyelamatkan Tim Parako ari kepungan musuh. Di kemudian hari, Hendropriyono pun menanyakan alasannya kepada Sintong.

Mendapat pertanyaan itu, Sintong menjawab bahwa dirinya yakin dengan kemampuan Hendropriyono dalam mengatasi keadaan dan keluar dari kepungan. Sintong menyimpulkan hal itu setelah mendapatkan gambaran situasi dari laporan Hendropriyono dan membaca peta.

Sintong mengakui bahwa keadaan saat itu sangat kritis. Namun jika ia mengirimkan helikopter, maka belum bisa dihitung berapa lama waktu yang dibutuhkan.

"Keberadaan helikopter itu di Pontianak, kapan akan sampai? Pada waktu helikopter datang, mungkin kalian sudah mati," kata Sintong.

"Ini orang saya benci bener dulu itu. Tetapi sekarang saya salut!" kata Jenderal TNI (Purn) Hendropriyono 35 tahun kemudian.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1414 seconds (0.1#10.140)