Sosok Abdul Haris Nasution, Jenderal Besar yang Selamat dari Peristiwa G30S/PKI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Abdul Haris Nasution merupakan salah satu Jenderal Bintang 5 di Indonesia. Bukan tanpa alasan, penyematan tersebut sesuai dengan jasa dan berbagai perjuangan yang turut dilakukannya untuk Indonesia.
Melihat dari riwayatnya, Jenderal Besar TNI (Purn) Abdul Haris Nasution lahir di Desa Hutapungkut, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Tepatnya pada 3 Desember 1918 dari pasangan H. A. Halim Nasution dan H. Zahra Lubis.
Baca juga : Mengingat Pidato Menyayat Hati Jenderal AH Nasution di HUT TNI 1965
Dikutip dari Repository UIN Banten, A.H Nasution merupakan anak kedua dalam keluarga. Sebagai anak laki-laki pertama dari keluarga, dia meneruskan marga Nasution dalam silsilah keluarga berikutnya.
Semasa kecil, Jenderal Nasution gemar membaca buku cerita kepahlawanan Nabi Muhammad Saw yang dikenal dengan ahli strategi perang. Berasal dari keluarga agamis, sejak kecil dia turut menjalankan syariat agama Islam. Selain itu, ayahnya juga diketahui sebagai anggota Sarekat Islam.
Setelah lulus jenjang pendidikan menengah atas, Abdul Haris Nasution diketahui sempat menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Tak berselang lama, dia tertarik untuk masuk ke dunia militer.
Semua berawal sekitar tahun 1940, kala itu Nasution menjadi siswa Corps Opleiding Reserve Officien (CORO) di Bandung. Beberapa saat setelahnya, dia diangkat sebagai Cadet Vaandrig.
Pada era pendudukan Jepang, Abdul Haris Nasution bekerja sebagai pegawai di Kota Praja Bandung. Tak lama, dia berhenti dan memilih bergabung bersama Angkatan Muda Bandung.
Baca juga : AH Nasution, Jenderal Besar Anti-PKI Kebanggaan TNI
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pemerintah membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dalam hal ini, Nasution menjabat sebagai penasihat di BKR Bandung.
Melihat dari riwayatnya, Jenderal Besar TNI (Purn) Abdul Haris Nasution lahir di Desa Hutapungkut, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Tepatnya pada 3 Desember 1918 dari pasangan H. A. Halim Nasution dan H. Zahra Lubis.
Baca juga : Mengingat Pidato Menyayat Hati Jenderal AH Nasution di HUT TNI 1965
Dikutip dari Repository UIN Banten, A.H Nasution merupakan anak kedua dalam keluarga. Sebagai anak laki-laki pertama dari keluarga, dia meneruskan marga Nasution dalam silsilah keluarga berikutnya.
Semasa kecil, Jenderal Nasution gemar membaca buku cerita kepahlawanan Nabi Muhammad Saw yang dikenal dengan ahli strategi perang. Berasal dari keluarga agamis, sejak kecil dia turut menjalankan syariat agama Islam. Selain itu, ayahnya juga diketahui sebagai anggota Sarekat Islam.
Setelah lulus jenjang pendidikan menengah atas, Abdul Haris Nasution diketahui sempat menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Tak berselang lama, dia tertarik untuk masuk ke dunia militer.
Semua berawal sekitar tahun 1940, kala itu Nasution menjadi siswa Corps Opleiding Reserve Officien (CORO) di Bandung. Beberapa saat setelahnya, dia diangkat sebagai Cadet Vaandrig.
Pada era pendudukan Jepang, Abdul Haris Nasution bekerja sebagai pegawai di Kota Praja Bandung. Tak lama, dia berhenti dan memilih bergabung bersama Angkatan Muda Bandung.
Baca juga : AH Nasution, Jenderal Besar Anti-PKI Kebanggaan TNI
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pemerintah membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dalam hal ini, Nasution menjabat sebagai penasihat di BKR Bandung.