Machmud Singgirei Rumagesan, Raja Papua yang Menyatukan Papua ke dalam NKRI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nama Machmud Singgirei Rumagesan mungkin terasa asing bagi sebagian masyarakat Indonesia. Dia merupakan satu dari lima Pahlawan Nasional yang berasal dari Tanah Papua.
Dia resmi menyandang gelar Pahlawan Nasional bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November 2020 di Istana Negara, Jakarta. Penganugerahan ini diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 117/TK Tahun 2020 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, yang ditandatangani Presiden Jokow Widodo (Jokowi) tanggal 6 November 2020.
Machmud Singgirei Rumagesan diangkat menjadi Pahlawan Nasional karena jasanya yang melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Seperti apa sosok Machmud Singgirei Rumagesan?
Machmud Rumagesan lahir di Kokas, 27 Desember 1885. Machmud Singgirei Rumagesan merupakan raja yang berasal dari Fakfak, Papua Barat. Dia merupakan raja di wilayah Sekar (kini Fakfak) yang bergelar Raja Al-Alam Ugar Sekar yang bermakna raja yang lahir dan tumbuh tanpa pengaruh dan kuasa dari kerjaan lain.
Machmud Rumagesan merupakan anak dari rajamuda bernama Pipi. Secara keturunan Pipi sebetulnya bukan seorang berdarah biru. Dia hanya seorang anak angkat dari raja sebelumnya yang bernama Pandai. Karena saat itu kekosongan kekuasaan maka Pipi sementara menjadi raja muda.
Atas campur tangan kolonial Belanda, Machmud Rumagesan lalu duduk menjadi raja. Kendati dia diangkat oleh pemerintah kolonial Belanda, Machmud Rumagesan tetap berani menentang ketidakadilan demi rakyatnya.
Perlawanannya kepada Belanda bermula saat ketidaksukaannya terhadap kesewenang-wenangan penjajah terhadap rakyat. Saat itu, Maatschapijj Colijn yang merupakan perusahaan Belanda mempekerjakan buruh dengan kasar di Papua Barat.
Dia lantas mendesak pemerintahan kolonial Belanda agar tidak sewenang-wenang kepada buruh pekerjanya. Alhasil, Machmud Rumagesan ditangkap dan diasingkan bersama 73 pengikutnya ke Saparua pada 1934.
Machmud Rumagesan dijatuhi hukuman selama 15 tahun penjara, sementara para pengikutnya dipenjara selama 10 tahun. Dari penjara, dia menebarkan semangat nasionalismenya kepada para tahanan. Tak jarang, sipir penjara juga terpengaruh dengan semangat nasionalisme yang ditebarkannya.
Belanda berulangkali menjebloskan Machmud Rumagesan ke penjara karena perlawanannya. Sejarah mencatat, dirinya pernah dipenjara Saparua, Sorong-Doom, Manokwari, Hollandia (sekarang Jayapura), dan Makassar.
Pada 1953, Machmud Rumagesan mendirikan Gerakan Tjenderawasi Revolusioner Irian Barat (GTRIB) di Makassar yang bertujuan membantu Pemerintah RI untuk memperjuangkan pembebasan Irian Barat dari cengkeraman Kolonial Belanda. Dia menjadi tokoh yang menyerukan Irian Barat harus kembali ke Indonesia pada sidang Dewan Nasional 1957.
Keinginannya untuk kembali dan melihat Tanah Papua Barat bebas dari jeratan penjajahan Belanda tercapai ketika ia kembali ke kampung halamannya pada 15 Mei 1964. Sayangnya, dua bulan kemudian dia mengembuskan napas terakhir pada 5 Juli 1964.
Dia resmi menyandang gelar Pahlawan Nasional bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November 2020 di Istana Negara, Jakarta. Penganugerahan ini diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 117/TK Tahun 2020 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, yang ditandatangani Presiden Jokow Widodo (Jokowi) tanggal 6 November 2020.
Machmud Singgirei Rumagesan diangkat menjadi Pahlawan Nasional karena jasanya yang melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Seperti apa sosok Machmud Singgirei Rumagesan?
Machmud Rumagesan lahir di Kokas, 27 Desember 1885. Machmud Singgirei Rumagesan merupakan raja yang berasal dari Fakfak, Papua Barat. Dia merupakan raja di wilayah Sekar (kini Fakfak) yang bergelar Raja Al-Alam Ugar Sekar yang bermakna raja yang lahir dan tumbuh tanpa pengaruh dan kuasa dari kerjaan lain.
Machmud Rumagesan merupakan anak dari rajamuda bernama Pipi. Secara keturunan Pipi sebetulnya bukan seorang berdarah biru. Dia hanya seorang anak angkat dari raja sebelumnya yang bernama Pandai. Karena saat itu kekosongan kekuasaan maka Pipi sementara menjadi raja muda.
Atas campur tangan kolonial Belanda, Machmud Rumagesan lalu duduk menjadi raja. Kendati dia diangkat oleh pemerintah kolonial Belanda, Machmud Rumagesan tetap berani menentang ketidakadilan demi rakyatnya.
Perlawanannya kepada Belanda bermula saat ketidaksukaannya terhadap kesewenang-wenangan penjajah terhadap rakyat. Saat itu, Maatschapijj Colijn yang merupakan perusahaan Belanda mempekerjakan buruh dengan kasar di Papua Barat.
Dia lantas mendesak pemerintahan kolonial Belanda agar tidak sewenang-wenang kepada buruh pekerjanya. Alhasil, Machmud Rumagesan ditangkap dan diasingkan bersama 73 pengikutnya ke Saparua pada 1934.
Machmud Rumagesan dijatuhi hukuman selama 15 tahun penjara, sementara para pengikutnya dipenjara selama 10 tahun. Dari penjara, dia menebarkan semangat nasionalismenya kepada para tahanan. Tak jarang, sipir penjara juga terpengaruh dengan semangat nasionalisme yang ditebarkannya.
Belanda berulangkali menjebloskan Machmud Rumagesan ke penjara karena perlawanannya. Sejarah mencatat, dirinya pernah dipenjara Saparua, Sorong-Doom, Manokwari, Hollandia (sekarang Jayapura), dan Makassar.
Pada 1953, Machmud Rumagesan mendirikan Gerakan Tjenderawasi Revolusioner Irian Barat (GTRIB) di Makassar yang bertujuan membantu Pemerintah RI untuk memperjuangkan pembebasan Irian Barat dari cengkeraman Kolonial Belanda. Dia menjadi tokoh yang menyerukan Irian Barat harus kembali ke Indonesia pada sidang Dewan Nasional 1957.
Keinginannya untuk kembali dan melihat Tanah Papua Barat bebas dari jeratan penjajahan Belanda tercapai ketika ia kembali ke kampung halamannya pada 15 Mei 1964. Sayangnya, dua bulan kemudian dia mengembuskan napas terakhir pada 5 Juli 1964.
(kri)