Kesal dengan Komandannya, Legenda Kopassus Ini Todongkan Senjata ke Wajah LB Moerdani
loading...
A
A
A
”Lubis mengajak saya dan Komandan RPKAD Djaelani untuk menyerbu Jakarta. Saya mengajak beberapa pasukan dibanu RPKAD dari Bandung. Tujuannya untuk mengganti KSAD yang dijabat oleh Nasution. Sebelum rencana menyerang Jakarta saya hanya dua kali ebrtemu dengan Zulkifli Lubis dan Djaelani. Kami membicaran ketidakpuasan terhadap Pusdik Angkatan Darat yang saat itu dipimpin oleh Nasution. Kami mendambakan keadaan yang teratur dan normal hingga dapat mencapai suatu perkembangan,” kenang Kemal Idris, dikutip SINDOnews, Jumat (26/8/2022).
Dalam rapat-rapat yang digelar diputuskan pasukan Siliwangi dan RPKAD akan bertemu di Kranji, Bekasi. Saat itu, Mayor Djaelani membawa peleton Kompi A di mana komandan kompinya adalah Benny Moerdani. Namun Benny tidak ikut karena sakit dan harus menjalani perawatan di rumah sakit Cimahi.
Setibanya di Kranji, Djaelani tidak mendapati pasukan Divisi Siliwangi. Djaelani pun memutuskan untuk kembali ke Batujajar, Bandung. Kegagalan ini karena A.H Nasution telah mengetahui rencana penculikan dirinya. Informasi tersebut diperoleh dari perwira intelijen Letkol Soekendro yang disusupkan sejak lama.
Persis pada hari H, Nasution melucuti para perwira yang bersimpati pada gerakan itu di antaranya membebastugaskan dua tokoh utama penculikan yakni Kemal Idris dan Soewarto. Termasuk Kolonel Sukanda Bratamanggala dan Kolonel Sapari.
Meski gagal, Djaelani tetap pada rencana awal dan meneruskan upaya penculikan tersebut. Bahkan Zulkifli Lubis yang datang langsung ke Batujajar mendorong Djaelani dan RPKAD untuk menajamkan rencananya tersebut. Di hadapan para perwiranya, Djaelani memberikan waktu 2x24 jam untuk berpikir ikut atau tidak dalam gerakan ini. Djaelani juga menginstruksikan kepada jajarannya untuk berkumpul di kantor komandan.
Pagi hari, tepatnya 26 November 1956 sekitar pukul 06.00 WIB rentetan tembakan memecah kesunyian Kompleks Asrama RPKAD di Batujajar, Bandung. Pasukan Kompi B yang tidak setuju dengan gerakan penculikan mengamuk. Mereka terlibat baku tembak dengan perwira Kompi A.
Tidak berhenti sampai di situ, pasukan yang marah kemudian mencari keberadaan Djaelani, komandannya yang ketika itu berada di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD). Di sisi lain, Benny Moerdani yang tidak mengetahui persoalan tersebut terkejut ketika langkahnya dihentikan saat hendak masuk ke markasnya.
“Mau kemana?” gertak Sersan Agus Hernoto sambil menodongkan senapannya ke wajah Letnan Dua (Letda) Benny Moerdani.
“Lho, ke kantor,” jawab Benny.
“Lha kalian mau kemana?” tanya Benny kepada Agus Hernoto
Dalam rapat-rapat yang digelar diputuskan pasukan Siliwangi dan RPKAD akan bertemu di Kranji, Bekasi. Saat itu, Mayor Djaelani membawa peleton Kompi A di mana komandan kompinya adalah Benny Moerdani. Namun Benny tidak ikut karena sakit dan harus menjalani perawatan di rumah sakit Cimahi.
Setibanya di Kranji, Djaelani tidak mendapati pasukan Divisi Siliwangi. Djaelani pun memutuskan untuk kembali ke Batujajar, Bandung. Kegagalan ini karena A.H Nasution telah mengetahui rencana penculikan dirinya. Informasi tersebut diperoleh dari perwira intelijen Letkol Soekendro yang disusupkan sejak lama.
Persis pada hari H, Nasution melucuti para perwira yang bersimpati pada gerakan itu di antaranya membebastugaskan dua tokoh utama penculikan yakni Kemal Idris dan Soewarto. Termasuk Kolonel Sukanda Bratamanggala dan Kolonel Sapari.
Meski gagal, Djaelani tetap pada rencana awal dan meneruskan upaya penculikan tersebut. Bahkan Zulkifli Lubis yang datang langsung ke Batujajar mendorong Djaelani dan RPKAD untuk menajamkan rencananya tersebut. Di hadapan para perwiranya, Djaelani memberikan waktu 2x24 jam untuk berpikir ikut atau tidak dalam gerakan ini. Djaelani juga menginstruksikan kepada jajarannya untuk berkumpul di kantor komandan.
Pagi hari, tepatnya 26 November 1956 sekitar pukul 06.00 WIB rentetan tembakan memecah kesunyian Kompleks Asrama RPKAD di Batujajar, Bandung. Pasukan Kompi B yang tidak setuju dengan gerakan penculikan mengamuk. Mereka terlibat baku tembak dengan perwira Kompi A.
Tidak berhenti sampai di situ, pasukan yang marah kemudian mencari keberadaan Djaelani, komandannya yang ketika itu berada di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD). Di sisi lain, Benny Moerdani yang tidak mengetahui persoalan tersebut terkejut ketika langkahnya dihentikan saat hendak masuk ke markasnya.
“Mau kemana?” gertak Sersan Agus Hernoto sambil menodongkan senapannya ke wajah Letnan Dua (Letda) Benny Moerdani.
“Lho, ke kantor,” jawab Benny.
“Lha kalian mau kemana?” tanya Benny kepada Agus Hernoto