Proyek Kartu Prakerja Dilaporkan ke Kejaksaan Agung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi melaporkan proyek program Kartu Prakerja ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Adapun yang dilaporkan terkait penunjukan delapan mitra proyek tersebut. Mereka menilai penunjukkan tidak sesuai ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa yakni harus melalui skema tender maupun lelang.
"Memohon kepada Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas Proyek Program Kartu Prakerja dari mulai pengadaannya, penunjukannya, penentuan Delapan Mitra Program Kartu Prakerja, maupun penandatangannya," tulis siaran pers Tim Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi yang diterima SINDOnews, Selasa (30/6/2020).
Memohon kepada Kejaksaan Agung RI untuk melakukan audit secara menyeluruh dan terpadu terhadap Delapan Mitra Program Kartu Prakerja, terutama menyangkut dasar penentuan harga layanan platform digital pelatihan dalam program kartu prakerja. Perlu diteliti secara seksama terkait adanya Mark Up atau tidak. Sebab, di platform yang berbeda pelatihan serupa dapat ditemui secara gratis;( )
Kejaksaan Agung juga diminta untuk melakukan pencarian bahan dan keterangan secara mendalam terkait penggunaan anggaran program Kartu Prakerja dan pertanggungjawabannya.
Menurut Tim Pusat Advokasi, berdasarkan Undang-Undang tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara, terkait kekayaan yang berasal dari APBN itu ibarat air yang dibuka kerannya mengalir kemanapun disebut sebagai Uang Negara. Oleh sebab itu, setiap mitra Program Kartu Prakerja wajib bertanggungjawab di hadapan publik terkait akuntabilitas dan transparansi;
"Memohon kepada Kejaksaan Agung untuk menelusuri pejabat negara atau penyelenggara pemerintahan ataupun mantan staf khusus sebagai bagian pengurus atau direksi atau komisaris dari salah satu mitra program Kartu Prakerja. Sebab, hal demikian merupakan 'konflik kepentingan' sebagaimana Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan," tulis pernyataan Tim Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi.
Tim Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi adalah sejumlah advokat dan asisten advokat dari kantor hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi (Pasti) yang terdiri atas Devid Oktanto, Fathan Ali M, Hendy Pratama, Mendy Uthama, Sandy Aji, dan M Arham Daeng Tojeng S.H.
Mereka mendapatka surat kuasa dari dua orang bernama Lucky Nugraha dan Furkon untuk melaporkan kasus program Kartu Prakerja ke Kejagung.
Lihat Juga: Sidang Kasus Timah, Pakar Hukum: Jika Penyidik Gagal Temukan Bukti, Gugatan Perdata Bisa Diajukan
Adapun yang dilaporkan terkait penunjukan delapan mitra proyek tersebut. Mereka menilai penunjukkan tidak sesuai ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa yakni harus melalui skema tender maupun lelang.
"Memohon kepada Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas Proyek Program Kartu Prakerja dari mulai pengadaannya, penunjukannya, penentuan Delapan Mitra Program Kartu Prakerja, maupun penandatangannya," tulis siaran pers Tim Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi yang diterima SINDOnews, Selasa (30/6/2020).
Memohon kepada Kejaksaan Agung RI untuk melakukan audit secara menyeluruh dan terpadu terhadap Delapan Mitra Program Kartu Prakerja, terutama menyangkut dasar penentuan harga layanan platform digital pelatihan dalam program kartu prakerja. Perlu diteliti secara seksama terkait adanya Mark Up atau tidak. Sebab, di platform yang berbeda pelatihan serupa dapat ditemui secara gratis;( )
Kejaksaan Agung juga diminta untuk melakukan pencarian bahan dan keterangan secara mendalam terkait penggunaan anggaran program Kartu Prakerja dan pertanggungjawabannya.
Menurut Tim Pusat Advokasi, berdasarkan Undang-Undang tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara, terkait kekayaan yang berasal dari APBN itu ibarat air yang dibuka kerannya mengalir kemanapun disebut sebagai Uang Negara. Oleh sebab itu, setiap mitra Program Kartu Prakerja wajib bertanggungjawab di hadapan publik terkait akuntabilitas dan transparansi;
"Memohon kepada Kejaksaan Agung untuk menelusuri pejabat negara atau penyelenggara pemerintahan ataupun mantan staf khusus sebagai bagian pengurus atau direksi atau komisaris dari salah satu mitra program Kartu Prakerja. Sebab, hal demikian merupakan 'konflik kepentingan' sebagaimana Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan," tulis pernyataan Tim Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi.
Tim Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi adalah sejumlah advokat dan asisten advokat dari kantor hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi (Pasti) yang terdiri atas Devid Oktanto, Fathan Ali M, Hendy Pratama, Mendy Uthama, Sandy Aji, dan M Arham Daeng Tojeng S.H.
Mereka mendapatka surat kuasa dari dua orang bernama Lucky Nugraha dan Furkon untuk melaporkan kasus program Kartu Prakerja ke Kejagung.
Lihat Juga: Sidang Kasus Timah, Pakar Hukum: Jika Penyidik Gagal Temukan Bukti, Gugatan Perdata Bisa Diajukan
(dam)