Anggota DPR Minta Polri Bebaskan Demonstran di Labuan Bajo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota DPR RI asal Nusa Tenggara Timur (NTT) Ahmad Yohan meminta Polri membebaskan demonstran penolak kenaikan harga tiket masuk ke Taman Nasional Komodo di Labuan Bajo. Menurut Ahmad Yohan, aparat kepolisian harus lebih menggunakan cara-cara persuasif ketimbang memobilisasi pasukan di lapangan.
Sebab, kata dia, demonstrasi menolak tarif masuk Taman Nasional Komodo oleh pelaku usaha pariwisata di Manggarai Barat, NTT adalah aspirasi yang wajar. Pasalnya, para pelaku UMKM di sekitar Taman Nasional Komodo sangat bergantung pada visitor baik dalam dan luar negeri.
Dia mengatakan, naiknya harga tiket masuk Taman Nasional Komodo menjadi Rp3,75 juta dari sebelumnya Rp200 ribu akan menekan tingkat kunjungan. “Harga tiket yang mahal akan menekan tingkat permintaan dan kunjungan ke destinasi. Pelaku UMKM di sekitar taman menjadi terdampak. Apalagi para pelaku UMKM itu masih dalam masa recovery setelah landainya pandemi Covid-19,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/8/2022).
Dia mendengar dari Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) setempat, bahwa lebih dari 10 ribu wisatawan domestik dan mancanegara membatalkan kunjungan ke Labuan Bajo akibat kenaikan harga tiket masuk Pulau Komodo itu. “Yang kena dampaknya secara langsung adalah pelaku UMKM di sekitar Taman Nasional Komodo,” imbuhnya.
Jadi, lanjut dia, ada sisi sosial ekonomi dan kemanusiaan yang harus menjadi sudut pandang aparat. “Dengan kondisi demikian, maka kami minta Polri cc Kapolda NTT agar lebih persuasif pada para pengunjuk rasa. Dari pengaduan masyarakat pengunjuk rasa, sudah tiga orang yang ditahan polisi dan lainnya menjadi korban represif aparat kepolisian,” ungkapnya.
Untuk itu, Yohan meminta Polri melalui Polda NTT dan Polres Manggarai Barat agar membebaskan warga yang ditahan. “Sejauh yang dilakukan adalah berunjuk rasa dan meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan tarif masuk Taman Nasional Komodo, maka itu menjadi hak demokrasinya. Tidak perlu didekati dengan gelar tambahan pasukan dan melakukan tindakan-tindakan represif,” pungkasnya.
Sebab, kata dia, demonstrasi menolak tarif masuk Taman Nasional Komodo oleh pelaku usaha pariwisata di Manggarai Barat, NTT adalah aspirasi yang wajar. Pasalnya, para pelaku UMKM di sekitar Taman Nasional Komodo sangat bergantung pada visitor baik dalam dan luar negeri.
Dia mengatakan, naiknya harga tiket masuk Taman Nasional Komodo menjadi Rp3,75 juta dari sebelumnya Rp200 ribu akan menekan tingkat kunjungan. “Harga tiket yang mahal akan menekan tingkat permintaan dan kunjungan ke destinasi. Pelaku UMKM di sekitar taman menjadi terdampak. Apalagi para pelaku UMKM itu masih dalam masa recovery setelah landainya pandemi Covid-19,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/8/2022).
Dia mendengar dari Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) setempat, bahwa lebih dari 10 ribu wisatawan domestik dan mancanegara membatalkan kunjungan ke Labuan Bajo akibat kenaikan harga tiket masuk Pulau Komodo itu. “Yang kena dampaknya secara langsung adalah pelaku UMKM di sekitar Taman Nasional Komodo,” imbuhnya.
Jadi, lanjut dia, ada sisi sosial ekonomi dan kemanusiaan yang harus menjadi sudut pandang aparat. “Dengan kondisi demikian, maka kami minta Polri cc Kapolda NTT agar lebih persuasif pada para pengunjuk rasa. Dari pengaduan masyarakat pengunjuk rasa, sudah tiga orang yang ditahan polisi dan lainnya menjadi korban represif aparat kepolisian,” ungkapnya.
Untuk itu, Yohan meminta Polri melalui Polda NTT dan Polres Manggarai Barat agar membebaskan warga yang ditahan. “Sejauh yang dilakukan adalah berunjuk rasa dan meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan tarif masuk Taman Nasional Komodo, maka itu menjadi hak demokrasinya. Tidak perlu didekati dengan gelar tambahan pasukan dan melakukan tindakan-tindakan represif,” pungkasnya.
(rca)