Kemiskinan Telah di Depan Mata, Percepat Pencairan Bansos

Senin, 27 April 2020 - 06:05 WIB
loading...
Kemiskinan Telah di...
Kemiskinan dan pengangguran akibat pandemi corona (Covid-19) telah di depan mata. Pemerintah harus bekerja cepat agar bantuan sosial (bansos) segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Kemiskinan dan pengangguran akibat pandemi corona (Covid-19) telah di depan mata. Pemerintah harus bekerja cepat agar bantuan sosial (bansos) segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pendataan juga harus lebih cermat agar tak terus terjadi tumpang tindih penerima.

Pemerintah harus lebih responsif melihat situasi di lapangan yang kian memprihantikan. Banyak warga kini kebingungan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum karena tak ada lagi pemasukan sehari-hari. Tak hanya di DKI Jakarta, fenomena ini juga mulai banyak ditemui di berbagai daerah.
Sejak Senin (20/4) lalu, sejumlah bansos memang secara resmi telah disalurkan ke masyarakat.
Namun hingga kemarin masih banyak warga yang belum bisa merasakan bantuan untuk perlindungan sosial tersebut. Di tengah kondisi krisis seperti ini, pemerintah juga jangan lagi berlaku terlalu prosedural karena akan semakin merugikan masyarakat. Aksi protes Bupati Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara, Sehan Landjar kepada pemerintah soal berbelitnya pencairan bansos yang videonya viral di media sosial juga tak boleh dianggap masalah sepele.

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin mengatakan, saat ini masyaraakt sudah banyak yang mengalami kelaparan. Dia mencontohkan sepupu tetangganya di kawasan Pancoran, Jakarta yang belum lama ini melahirkan, sementara suaminya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak 15 hari lalu. “Dia tidak bisa makan. Ini ada kelaparan di tengah-tengah Jakarta. Artinya bantuan yang digembar-gemborkan pemerintah itu nonsense. Ini kasat mata," ujar Ujang, kemarin.

Banyaknya kasus kejahatan seperti penjambretan, pembegalan dan perampokan di siang bolong, menurut Ujang, juga menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai kelaparan. Karena itu, menurut Ujang, pencairan bantuan harus segera dilakukan. Namun, di sisi lain pemerintah juga harus memperbaiki persoalan data penerima. Data itu menjadi penting agar tidak ada kecemburuan dan memicu konflik di masyarakat "Kenapa ada bantuan yang tidak tepat sasaran, bantuan juga belum ada, acakadut, ini persoalan data antarkementerian saja berbeda-beda," tutur Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini.

Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas juga menilai banyak kebijakan pemerintah yang masih lambat dalam menyikapi kondisi di lapangan dan bahkan tumpang tindih dengan kebijakan lainnya. Yang lebih dia sayangkan, di tengah kondisi ini, muncul sikap para pemimpin negeri ini yang justru terkesan menganggap tidak serius wabah Covid ini. Padahal masalah yang dihadapi rakyat saat ini benar-benar berat. Tak hanya soal pekerjaan, Indonesia sebenarnya sedang menghadapi ancaman ketahanan pangan. “Kita butuh pemimpin yang bergerak cepat, responsif menghadapi masalah, tidak justru selalu terlambat seperti sekarang,” tandas Gus Yaqut, panggilan akrabnya.

Dia pun mengajak seluruh kader Ansor di seluruh Indonesia untuk membangun rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesame masyarakat. “Jangan sampai kasus kelaparan yang menyebabkan meninggalnya saudara kita terulang lagi. Ini menyedihkan sekali,” tandasnya.

Senada dengan Ujang dan Gus Yaqut, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang juga mengeluhkan persoalan data yang selalu tidak valid. Dalam rapat-rapat dengan pihak pemerintah, Komisi VIII sudah meminta agar segera dilakukan perbaikan data penerima. "Waktu dilakukan penambahan penerima bantuan non tunai (BNT) dan bantuan langsung tunai (BLT), kita sudah katakan bahwa penerima BNT yang 15,2 juta menjadi 20 juta KK itu segera dituntaskan datanya. Oleh pemerintah menyebutkan itu sudah ada di DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial)," ungkap dia.

Namun, kata politikus PKB ini, dampak dari virus ini bahwa ada tambahan masyarakat yang terdampak yakni masyarakat miskin baru di luar DTKS, maka perlu disiapkan sekitar 6,7 juta keluarga. Terkait hal ini, Komisi VIII pun sudah mengingatkan agar dilakukan pendataan secara cermat termasuk melibatkan kepala desa yang langsung berhadapan di masyarakat. Sayangnya, kasus salah sasaran penerima terus mencuat, di antaranya yang tambahan 20 ribu di Jakarta. ”Ada PNS, ada orang kaya menerimanya," katanya.

Pihaknya juga menagih janji pemerintah bahwa pada April ini BLT nonreguler sudah semua akan cair. Namun faktanya hingga saat ini belum jelas. Dia mendesak agar bantuan itu segera cair, apalagi di zona-zona merah dengan adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau isolasi yang membuat orang semakin terpuruk sehingga bantuan nontunai itu sangat diharapkan.

Marwan mengatakan, percepatan bantuan sangat diharapkan masyarakat. Namun di satu sisi, prinsip kehati-hatia juga jangan sampai diabaikan. Pihaknya juga menyarankan masyarakat yang terdampak, misalnya pekerja yang di-PHK atau para guru ngaji yang kini tidak lagi mendapatkan insentif karena kegiatannya libur untuk melaporkan ke kelurahan sehingga bisa dimasukkan sebagai data penerima bantuan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1722 seconds (0.1#10.140)