Mantan Presiden ACT Sambangi Bareskrim, Diperiksa Kelima Kali Berturut-turut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Eks Presiden Aksi Cepat Tanggap ( ACT ) Ahyudin menyambangi Gedung Bareskrim Polri untuk memenuhi pemeriksaan yang kelima kalinya berturut-turut. Ahyudin diperiksa masih dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait kasus dugaan penyelewengan dana lembaga filantropi tersebut.
"Sebagai saksi. Tidak diberitahu oleh penyidik, udah nanti pas pulang diberitahu ya," kata Ahyudin di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2022).
Bareskrim mengusut dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. Pasalnya, Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial. Semula, dana diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban.
Sebagai kompensasi tragedi kecelakaan, Boeing memberikan dua santunan, yakni uang tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar USD144.500 atau sebesar Rp2,06 miliar, dan bantuan nontunai dalam bentuk CSR.
Namun dana yang diberikan diduga dikelola dengan tidak transparan dan menyimpang. Beberapa di antaranya, kata polisi, digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi organisasi filantropi itu.
Dalam mengusut kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Baca juga: Polri: ACT Diduga Alihkan Kekayaan Yayasan dan Penggelapan
"Sebagai saksi. Tidak diberitahu oleh penyidik, udah nanti pas pulang diberitahu ya," kata Ahyudin di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2022).
Bareskrim mengusut dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. Pasalnya, Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial. Semula, dana diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban.
Sebagai kompensasi tragedi kecelakaan, Boeing memberikan dua santunan, yakni uang tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar USD144.500 atau sebesar Rp2,06 miliar, dan bantuan nontunai dalam bentuk CSR.
Namun dana yang diberikan diduga dikelola dengan tidak transparan dan menyimpang. Beberapa di antaranya, kata polisi, digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi organisasi filantropi itu.
Dalam mengusut kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Baca juga: Polri: ACT Diduga Alihkan Kekayaan Yayasan dan Penggelapan
(abd)