Lulusan Terbaik AAU, Sekbang, dan Seskoau, Anak Petani Ini Dilantik Jadi Dankosek III
loading...
A
A
A
JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa melantik Marsekal Pertama (Marsma) TNI Wastum sebagai Komandan Komando Sektor (Dankosek) III Koopsud III TNI AU di Biak, Papua.
Pria kelahiran Cirebon, 7 Agustus 1974 ini tidak menyangka jika dirinya akan menjadi tentara Angkatan Udara (AU) khususnya penerbang pesawat tempur F-16 buatan Amerika Serikat tersebut.
”Saya sebenarnya cita-cita dari kecil memang ingin jadi tentara. Cuma memang saya tidak tahu, mau jadi tentara apa karena yang ada di kampung kami Angkatan Darat. Bagi saya tentara itu adalah sosok tentara idaman,” ujarnya di akun YouTube milik Panglima TNI dikutip SINDOnews, Kamis (7/7/2022).
Wastum menuturkan, semangatnya ingin menjadi tentara karena seringkali melihat Babinsa dan Danramil di kampungnya di Desa Ujung Gebang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon. “Danramil itu saya lihat kalau 17 Agustus saja, berdiri di samping Pa Camat. Saya dengan gegap gempita pakai baju pramuka mengibarkan bendera. Hanya lihat itu tentara sehingga saya ingin sekali menjadi tentara,” ucapnya.
Berangkat dari tekad yang kuat tersebut, Wastum akhirnya berhasil masuk ke SMA Taruna Nusantara. Dari sinilah Wastum mulai mengenal Tentara Nasional Indonesia (TNI) terdiri dari tiga matra yakni Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU). Lulus dari SMA Taruna Nusantara, Wastum melanjutkan pendidikannya di Akademi Angkatan Udara (AAU).
Setelah menempuh pendidikan selama empat tahun, Wastum akhirnya lulus dengan hasil sangat memuaskan. Wastum menyandang predikat lulusan terbaik AAU 1996 dan meraih Adhi Makayasa.
”Tidak ada bayangan saya untuk menjadi penerbang tempur. Saya dulu milihnya adalah Paskhas (sekarang Kopasgat) karena saya tahunya itu. Tapi begitu saya lulus menjadi yang terbaik. Alhamdulillah menjadi yang terbaik. Arah hidup saya berubah. Orang mengarahkan saya kamu yang terbaik. Kamu bisa menjadi penerbang. Kamu coba menjadi penerbang tempur. Akhirnya saya tes, dan saya lulus. Alhamdulillah,” katanya.
Wastum pun mulai mengawaki pesawat tempur T50-i Golden Eagle buatan Korea Selatan. Bahkan, pada peringatan HUT ke-69 Kemerdekaan RI pada 2014 lalu, Wastum yang juga menyabet lulusan terbaik Sekolah Penerbang (Sekkbang) TNI AU yang saat titu berpangkat Letkol Pnb mengawaki pesawat tempur F-16 memimpin 32 pesawat tempur melakukan fly pass di atas Istana Merdeka, Jakarta.
”Saya dulunya hanya pilihan saya sebagai penerbang helikopter. Saya ingin menjadi penerbang helicopter karna tidak sanggup untuk terbang tempur karena apa? Karena tangan saya kasar. Saya itu pecangkul ulung,” tuturnya.
Selama ini, sambung Wastum, dirinya hanya membantu orang tuanya mencangkul di sawah, menyiapkan ladang untuk bertani. Apalagi dirinya merupakan anak lelaki satu-satunya di keluarga. Bahkan, aktivitas kesehariannya itu dilakukan hingga dirinya mengikuti pendidikan di AAU.
“Latar belakang itu saya tidak memilih penerbang tempur. Tapi nasib tidak ada yang tahu, begitu ada pemilihan dari bakat saya, dari terbang saya, nilai saya, saya masuk menjadi penerbang tempur dan itu penerbang F-16 pula. Waktu itu F-16 merupakan yang tertinggi sebelum ada Sukhoi,” ucapnya.
Intercept Pesawat Amerika Serikat
Selama mengawaki pesawat tempur F-16, lulusan terbaik Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara (Seskoau) Angkatan 48 pada 2011 ini pernah mengintercept pesawat C5 Galaxy milik Amerika Serikat saat hendak menuju ke Diego Garcia yang ada di Samudera Hindia.
“Mereka harusnya lewat Laut China Selatan. Karena di sana ada badai dia masuk ALKI II. Ini kita harus intercept kalau dia tidak ada woro-woro. Kita lakukan setelah pulang kantor. Dari Kosek II Makassar minta F-16 persiapan karena ada pesawat masuk wilayah kita. Oke kita persiapan, dua pesawat terbang, intercept ke sana,” kata Wastum.
Dengan kecepatan optimum yakni, poin 9,8 pesawat yang diawaki Marsma TNI Wastum mengejar pesawat Amerika tersebut hingga ketinggian 36.000 kaki. “Kita intercept dari Madiun, kenanya di Selat Makassar. Kita komunikasi dengan dia. Dan Amazing pilotnya perempuan. Itu pesawat segitu besar C5 Galaxy kan gede banget. Itu pilotnya perempuan. Dengan sopannya dia menjelaskan alasannya masuk wilayah udara Indonesia. Akhirnya kita lapor ke Komando atas,” katanya.
Saat itu dirinya diperintah untuk mengawal pesawat tersebut agar tidak masuk ke main island yakni Jawa. Meskipun itu merupakan jalur terdekat untuk sampai ke tempat tujuan Diego Garcia. ”Dari Selat Makssar itu kalau mau ke Diego Gracia paling enak lewat Jakarta. Kita kan tidak boleh. Lalu kita bayangi sampai atas, lewat Selat Malaka baru turun lagi. Itu jauh,” ucapnya.
Pria kelahiran Cirebon, 7 Agustus 1974 ini tidak menyangka jika dirinya akan menjadi tentara Angkatan Udara (AU) khususnya penerbang pesawat tempur F-16 buatan Amerika Serikat tersebut.
”Saya sebenarnya cita-cita dari kecil memang ingin jadi tentara. Cuma memang saya tidak tahu, mau jadi tentara apa karena yang ada di kampung kami Angkatan Darat. Bagi saya tentara itu adalah sosok tentara idaman,” ujarnya di akun YouTube milik Panglima TNI dikutip SINDOnews, Kamis (7/7/2022).
Wastum menuturkan, semangatnya ingin menjadi tentara karena seringkali melihat Babinsa dan Danramil di kampungnya di Desa Ujung Gebang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon. “Danramil itu saya lihat kalau 17 Agustus saja, berdiri di samping Pa Camat. Saya dengan gegap gempita pakai baju pramuka mengibarkan bendera. Hanya lihat itu tentara sehingga saya ingin sekali menjadi tentara,” ucapnya.
Berangkat dari tekad yang kuat tersebut, Wastum akhirnya berhasil masuk ke SMA Taruna Nusantara. Dari sinilah Wastum mulai mengenal Tentara Nasional Indonesia (TNI) terdiri dari tiga matra yakni Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU). Lulus dari SMA Taruna Nusantara, Wastum melanjutkan pendidikannya di Akademi Angkatan Udara (AAU).
Setelah menempuh pendidikan selama empat tahun, Wastum akhirnya lulus dengan hasil sangat memuaskan. Wastum menyandang predikat lulusan terbaik AAU 1996 dan meraih Adhi Makayasa.
”Tidak ada bayangan saya untuk menjadi penerbang tempur. Saya dulu milihnya adalah Paskhas (sekarang Kopasgat) karena saya tahunya itu. Tapi begitu saya lulus menjadi yang terbaik. Alhamdulillah menjadi yang terbaik. Arah hidup saya berubah. Orang mengarahkan saya kamu yang terbaik. Kamu bisa menjadi penerbang. Kamu coba menjadi penerbang tempur. Akhirnya saya tes, dan saya lulus. Alhamdulillah,” katanya.
Wastum pun mulai mengawaki pesawat tempur T50-i Golden Eagle buatan Korea Selatan. Bahkan, pada peringatan HUT ke-69 Kemerdekaan RI pada 2014 lalu, Wastum yang juga menyabet lulusan terbaik Sekolah Penerbang (Sekkbang) TNI AU yang saat titu berpangkat Letkol Pnb mengawaki pesawat tempur F-16 memimpin 32 pesawat tempur melakukan fly pass di atas Istana Merdeka, Jakarta.
”Saya dulunya hanya pilihan saya sebagai penerbang helikopter. Saya ingin menjadi penerbang helicopter karna tidak sanggup untuk terbang tempur karena apa? Karena tangan saya kasar. Saya itu pecangkul ulung,” tuturnya.
Selama ini, sambung Wastum, dirinya hanya membantu orang tuanya mencangkul di sawah, menyiapkan ladang untuk bertani. Apalagi dirinya merupakan anak lelaki satu-satunya di keluarga. Bahkan, aktivitas kesehariannya itu dilakukan hingga dirinya mengikuti pendidikan di AAU.
“Latar belakang itu saya tidak memilih penerbang tempur. Tapi nasib tidak ada yang tahu, begitu ada pemilihan dari bakat saya, dari terbang saya, nilai saya, saya masuk menjadi penerbang tempur dan itu penerbang F-16 pula. Waktu itu F-16 merupakan yang tertinggi sebelum ada Sukhoi,” ucapnya.
Intercept Pesawat Amerika Serikat
Selama mengawaki pesawat tempur F-16, lulusan terbaik Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara (Seskoau) Angkatan 48 pada 2011 ini pernah mengintercept pesawat C5 Galaxy milik Amerika Serikat saat hendak menuju ke Diego Garcia yang ada di Samudera Hindia.
“Mereka harusnya lewat Laut China Selatan. Karena di sana ada badai dia masuk ALKI II. Ini kita harus intercept kalau dia tidak ada woro-woro. Kita lakukan setelah pulang kantor. Dari Kosek II Makassar minta F-16 persiapan karena ada pesawat masuk wilayah kita. Oke kita persiapan, dua pesawat terbang, intercept ke sana,” kata Wastum.
Dengan kecepatan optimum yakni, poin 9,8 pesawat yang diawaki Marsma TNI Wastum mengejar pesawat Amerika tersebut hingga ketinggian 36.000 kaki. “Kita intercept dari Madiun, kenanya di Selat Makassar. Kita komunikasi dengan dia. Dan Amazing pilotnya perempuan. Itu pesawat segitu besar C5 Galaxy kan gede banget. Itu pilotnya perempuan. Dengan sopannya dia menjelaskan alasannya masuk wilayah udara Indonesia. Akhirnya kita lapor ke Komando atas,” katanya.
Saat itu dirinya diperintah untuk mengawal pesawat tersebut agar tidak masuk ke main island yakni Jawa. Meskipun itu merupakan jalur terdekat untuk sampai ke tempat tujuan Diego Garcia. ”Dari Selat Makssar itu kalau mau ke Diego Gracia paling enak lewat Jakarta. Kita kan tidak boleh. Lalu kita bayangi sampai atas, lewat Selat Malaka baru turun lagi. Itu jauh,” ucapnya.
(cip)