Jadi Presidensi G20, Indonesia Punya Kesempatan Tetapkan Agenda Besar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dengan Indonesia menjadi Presidensi G20, maka Indonesia punya kesempatan besar untuk menetapkan sejumlah agenda besar. Hal ini dikatakan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi.
Pandangan ini disampaikan Laksmi dalam pertemuan kedua Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (2nd EDM-CSWG) negara-negara anggota G20 di Jakarta, yang resmi berakhir pada Selasa (21/6/2022).
"Tiga agenda utama tersebut yaitu pertama kontribusi kepada global health architecture, terutama karena Indonesia menjadi Presidensi G20 di masa pandemi Covid-19. Kedua digital transformation untuk mendukung economic growth dan ketiga energy transition," kata Laksmi.
"Dengan ditetapkannya 3 tema ini yang kemudian diturunkan dalam masing-masing Working Group, maka Indonesia memiliki kesempatan untuk mengedepankan dan menyuarakan agenda-agenda Indonesia untuk kemudian dilakukan atau diterima sebagai agenda negara-negara G20," tambahnya.
Laksmi menjelaskan, inisiatif yang dilakukan Indonesia selama ini di tingkat nasional akan diperkenalkan dan ditiru, serta bekerja sama dengan berbagai negara tidak hanya G20 tapi juga negara-negara mitra.
"Ini adalah kesempatan baik Indonesia untuk menunjukkan bahwa kita memimpin dalam beberapa agenda terkait dengan perlindungan lingkungan hidup dan kehutanan," terang Laksmi.
Diketahui, pertemuan kedua ini menjadi perantara pertemuan pertama di Yogyakarta dan pertemuan terakhir di Bali akhir Agustus nanti, yang akan membahas Ministerial Communique, tingkat menteri.
Untuk dapat menghasilkan Ministerial Communique tersebut pada Agustus nanti, sebanyak 19 sesi workshop yang membahas tentang lingkungan hidup dan perubahan iklim telah dilaksanakan.
"Pertemuan tadi sudah menghasilkan satu dokumen yang disebut pre-zero draft yang merupakan dokumen awal yang akan dibahas terus menerus sampai dengan nanti bulan Agustus menghasilkan suatu dokumen yang disebut Ministerial Communique of Environment and Climate and Sustainability," ungkap Laksmi.
Sementara Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian LHK, Sigit Reliantoro menyampaikan, pertemuan kedua ini telah membahas mengenai seperti Land Degradation, Halting Biodiversity Loss, Integrated and Sustainable Water Management, hingga Ocean Conservation.
"Kita akan mendorong apa yang sudah dimiliki oleh Indonesia, kita memiliki regulasi dan technical expertise dan bukti-bukti kerja di lapangan yang dapat kita bagi terutama ke negara yang memiliki ekosistem gambut tropis, namun ide ini disambut juga oleh negara yang memiliki gambut dengan iklim sedang," terang Sigit.
Menurut Sigit, pemulihan gambut dan mangrove tersebut merupakan isu yang sangat penting, meskipun hanya 3% dari permukaan bumi, namun peatland dan mangrove atau wetland memiliki fungsi yang luar biasa karena dapat menyerap CO2 empat kali lipat lebih besar daripada hutan tropis biasa.
"Kawasan gambut juga berfungsi sebagai pengatur air, dan mangrove berfungsi untuk pengurangan bencana seperti tsunami dan sebagainya. Itu penting bukan hanya saja bagi Indonesia namun juga bagi dunia," tutupnya.
Pandangan ini disampaikan Laksmi dalam pertemuan kedua Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (2nd EDM-CSWG) negara-negara anggota G20 di Jakarta, yang resmi berakhir pada Selasa (21/6/2022).
"Tiga agenda utama tersebut yaitu pertama kontribusi kepada global health architecture, terutama karena Indonesia menjadi Presidensi G20 di masa pandemi Covid-19. Kedua digital transformation untuk mendukung economic growth dan ketiga energy transition," kata Laksmi.
"Dengan ditetapkannya 3 tema ini yang kemudian diturunkan dalam masing-masing Working Group, maka Indonesia memiliki kesempatan untuk mengedepankan dan menyuarakan agenda-agenda Indonesia untuk kemudian dilakukan atau diterima sebagai agenda negara-negara G20," tambahnya.
Laksmi menjelaskan, inisiatif yang dilakukan Indonesia selama ini di tingkat nasional akan diperkenalkan dan ditiru, serta bekerja sama dengan berbagai negara tidak hanya G20 tapi juga negara-negara mitra.
"Ini adalah kesempatan baik Indonesia untuk menunjukkan bahwa kita memimpin dalam beberapa agenda terkait dengan perlindungan lingkungan hidup dan kehutanan," terang Laksmi.
Diketahui, pertemuan kedua ini menjadi perantara pertemuan pertama di Yogyakarta dan pertemuan terakhir di Bali akhir Agustus nanti, yang akan membahas Ministerial Communique, tingkat menteri.
Untuk dapat menghasilkan Ministerial Communique tersebut pada Agustus nanti, sebanyak 19 sesi workshop yang membahas tentang lingkungan hidup dan perubahan iklim telah dilaksanakan.
"Pertemuan tadi sudah menghasilkan satu dokumen yang disebut pre-zero draft yang merupakan dokumen awal yang akan dibahas terus menerus sampai dengan nanti bulan Agustus menghasilkan suatu dokumen yang disebut Ministerial Communique of Environment and Climate and Sustainability," ungkap Laksmi.
Sementara Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian LHK, Sigit Reliantoro menyampaikan, pertemuan kedua ini telah membahas mengenai seperti Land Degradation, Halting Biodiversity Loss, Integrated and Sustainable Water Management, hingga Ocean Conservation.
"Kita akan mendorong apa yang sudah dimiliki oleh Indonesia, kita memiliki regulasi dan technical expertise dan bukti-bukti kerja di lapangan yang dapat kita bagi terutama ke negara yang memiliki ekosistem gambut tropis, namun ide ini disambut juga oleh negara yang memiliki gambut dengan iklim sedang," terang Sigit.
Menurut Sigit, pemulihan gambut dan mangrove tersebut merupakan isu yang sangat penting, meskipun hanya 3% dari permukaan bumi, namun peatland dan mangrove atau wetland memiliki fungsi yang luar biasa karena dapat menyerap CO2 empat kali lipat lebih besar daripada hutan tropis biasa.
"Kawasan gambut juga berfungsi sebagai pengatur air, dan mangrove berfungsi untuk pengurangan bencana seperti tsunami dan sebagainya. Itu penting bukan hanya saja bagi Indonesia namun juga bagi dunia," tutupnya.
(maf)