RUU KIA: Ibu Cuti Melahirkan Tidak Bisa Di-PHK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak ( RUU KIA ) saat ini sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR. Regulasi ini salah satunya mengatur jatah cuti melahirkan bagi ibu hamil, dari semula tiga bulan menjadi enam bulan.
Dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf a draf RUU KIA disebutkan, 'Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan.
Penetapan masa cuti melahirkan tersebut akan menganulir peraturan sebelumnya di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan durasi waktu cuti melahirkan hanya 3 bulan.
RUU KIA tersebut juga mengatur bahwa ibu yang melahirkan ataupun keguguran dan menjalani masa cutinya tidak bisa diberhentikan. Pasalnya cuti menjadi hak bagi setiap ibu melahirkan maupun keguguran.
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 5 Ayat (1) draf RUU KIA. Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan huruf b tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Jika ibu melahirkan diberhentikan dari pekerjaannya atau tidak memperoleh haknya sebagaimana yang diatur dalam UU KIA, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memberikan pendampingan hukum dan memastikan hak ibu terpenuhi.
Baca juga: Di RUU KIA Ada Usulan Ayah Dapat Cuti 40 Hari
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani berkomitmen mendorong supaya RUU KIA segera disahkan. "DPR akan terus melakukan komunikasi intensif dengan berbagai pemangku kepentingan berkenaan dengan hal tersebut. Kami berharap komitmen pemerintah mendukung aturan ini demi masa depan generasi penerus bangsa," kata Puan Maharani pada 14 Juni 2022.
Menurutnya, pengaturan ulang masa cuti melahirkan penting untuk menjamin tumbuh kembang anak dan pemulihan bagi ibu setelah melahirkan. Terdapat sejumlah hak dasar yang harus didapat seorang ibu seperti hak mendapatkan pelayanan kesehatan, jaminan kesehatan saat kehamilan, hingga hak mendapat perlakuan khusus pada fasilitas, sarana, dan prasarana umum.
Adapula hak ibu mendapat rasa aman dan nyaman serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, termasuk di tempat bekerja. Setiap ibu juga wajib mendapat hak atas waktu yang cukup untuk memberikan ASI bagi anak-anaknya, termasuk bagi ibu yang bekerja.
Puan mengungkapkan RUU tersebut menitikberatkan pada masa pertumbuhan emas anak atau golden age di 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) sebagai penentu masa depan anak. Jika HPK tidak berjalan dengan baik, anak bisa mengalami gagal tumbuh kembang serta kecerdasan yang tidak optimal. RUU KIA menekankan pentingnya penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan.
"RUU KIA ini hadir sebagai harapan agar anak-anak kita sebagai penerus bangsa bisa mendapat proses tumbuh kembang yang optimal. Menjadi tugas negara untuk memastikan generasi penerus bertumbuh menjadi SDM yang dapat membawa bangsa ini semakin hebat," katanya.
Dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf a draf RUU KIA disebutkan, 'Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan.
Penetapan masa cuti melahirkan tersebut akan menganulir peraturan sebelumnya di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan durasi waktu cuti melahirkan hanya 3 bulan.
RUU KIA tersebut juga mengatur bahwa ibu yang melahirkan ataupun keguguran dan menjalani masa cutinya tidak bisa diberhentikan. Pasalnya cuti menjadi hak bagi setiap ibu melahirkan maupun keguguran.
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 5 Ayat (1) draf RUU KIA. Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan huruf b tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Jika ibu melahirkan diberhentikan dari pekerjaannya atau tidak memperoleh haknya sebagaimana yang diatur dalam UU KIA, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memberikan pendampingan hukum dan memastikan hak ibu terpenuhi.
Baca juga: Di RUU KIA Ada Usulan Ayah Dapat Cuti 40 Hari
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani berkomitmen mendorong supaya RUU KIA segera disahkan. "DPR akan terus melakukan komunikasi intensif dengan berbagai pemangku kepentingan berkenaan dengan hal tersebut. Kami berharap komitmen pemerintah mendukung aturan ini demi masa depan generasi penerus bangsa," kata Puan Maharani pada 14 Juni 2022.
Menurutnya, pengaturan ulang masa cuti melahirkan penting untuk menjamin tumbuh kembang anak dan pemulihan bagi ibu setelah melahirkan. Terdapat sejumlah hak dasar yang harus didapat seorang ibu seperti hak mendapatkan pelayanan kesehatan, jaminan kesehatan saat kehamilan, hingga hak mendapat perlakuan khusus pada fasilitas, sarana, dan prasarana umum.
Adapula hak ibu mendapat rasa aman dan nyaman serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, termasuk di tempat bekerja. Setiap ibu juga wajib mendapat hak atas waktu yang cukup untuk memberikan ASI bagi anak-anaknya, termasuk bagi ibu yang bekerja.
Puan mengungkapkan RUU tersebut menitikberatkan pada masa pertumbuhan emas anak atau golden age di 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) sebagai penentu masa depan anak. Jika HPK tidak berjalan dengan baik, anak bisa mengalami gagal tumbuh kembang serta kecerdasan yang tidak optimal. RUU KIA menekankan pentingnya penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan.
"RUU KIA ini hadir sebagai harapan agar anak-anak kita sebagai penerus bangsa bisa mendapat proses tumbuh kembang yang optimal. Menjadi tugas negara untuk memastikan generasi penerus bertumbuh menjadi SDM yang dapat membawa bangsa ini semakin hebat," katanya.
(abd)