Pemerintah Disarankan Buat ALKI Rest Area untuk Tingkatkan Sumber Devisa Negara

Senin, 13 Juni 2022 - 17:13 WIB
loading...
Pemerintah Disarankan...
Pemerintah disarankan membuat ALKI Rest Area untuk meningkatkan sumber devisa negara. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Terdiri dari 17.499 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Rote. Total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta kilometer persegi dengan 2/3 wilayahnya adalah lautan.

”Dengan kondisi geografis Indonesia seperti itu, maka wajar apabila Indonesia mengklaim sebagai negara maritim dan bercita-cita kembali menjadi Poros Maritim Dunia. Apalagi di Indonesia telah ditetapkan tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang menjadi rute utama perjalanan kapal-kapal yang hendak melintasi Indonesia tanpa perlu singgah,” kata pengamat Maritim dan Pendiri Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa di Jakarta, Senin (13/6/2022).

Dalam Undang Undang No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia di Pasal 1 ayat 8 menyebutkan, "Alur Laut Kepulauan adalah alur laut yang dilalui oleh kapal atau pesawat udara asing di atas alur tersebut, untuk melaksanakan pelayaran dan penerbangan dengan cara normal semata-mata untuk transit atau langsung, secara tidak terhalang melintas melalui atau di atas perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia."



Terkait ALKI, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 diatur ALKI I melintasi Laut Cina Selatan (LCS), Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Sunda, Samudera Hindia. ALKI II melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok. Sedangkan, ALKI III melintasi Samudera Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, Laut Sawu, dan Samudra Hindia.



"Dengan adanya ALKI tersebut tidak salah apabila Indonesia bercita-cita menjadi Poros Maritim Dunia. Jalur laut di Nusantara ini bisa dikatakan padat dan sangat ramai. Oleh karenanya menjadi tugas pemerintah untuk menjamin keamanan pelayaran dan penerbangan di kawasan ALKI yang telah ditetapkan tersebut. Keberadaan ALKI juga menjadikan Indonesia sebagai negara yang strategis. Kestrategisan ini harusnya mempunyai selling point tinggi dalam hal ekonomi. Sebab, Indonesia berada di jalur perdagangan Internasional. Tapi apakah memang demikian situasinya saat ini?" Tanya dia.

Keunggulan lain terkait keberadaan ALKI untuk Indonesia adalah akan dilewati banyak kapal-kapal niaga. Data dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terdapat 40% potensi barang perdagangan dunia senilai USD15 triliun per tahun yang melewati perairan Indonesia.

"Seharusnya dengan posisi Indonesia yang seperti ini akan banyak kapal laut dari negara lain yang singgah. Akan tetapi permasalahannya, pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia belum menjadi pilihan utama kapal-kapal niaga asing yang melalui wilayah Indonesia. Kebanyakan kapal dagang asing tersebut memilih untuk sandar di pelabuhan Singapura. Oleh karena itu, pemerintah harus terus menelurkan ide kreatifnya guna meningkatkan daya saing dan kualitas pelayanan berbagai pelabuhan di tanah air sehingga dapat menjadi pilihan bagi kapal-kapal asing tersebut untuk singgah.

Hakeng menyebut, Selat Malaka saja ada lebih dari 120.000 kapal per tahun yang lewat di sana. Kemudian ada lebih 56.000 kapal per tahun yang melalui Selat Sunda. Dan untuk Selat Lombok dilalui lebih dari 36.000 kapal per tahun. Oleh karena itu, sebenarnya ALKI memiliki potensi besar guna menambah pundi devisa Negara.

Hakeng mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk dapat membaca kebutuhan pasar ini bukan hanya berdasarkan kemauan dan pemikirannya sendiri.

"Dalam pemikiran saya, sudah saatnya untuk dapat menarik pendapatan negara dari aktivitas yang terjadi di ALKI yang selama ini hanya di utilisasi sebagai ‘Jalan Tol’ oleh kapal-kapal asing yang hanya lewat dan melintas. Pemerintah pusat dapat mencoba mengembangkan konsep ALKI Rest Area. Di mana kapal-kapal yang sebelumnya hanya melintasi ALKI, diperbolehkan untuk berhenti sejenak dan melakukan kegiatan-kegiatan seperti pengisian air tawar, pergantian crew kapal, belanja kebutuhan untuk logistik di kapal, dan pengisian bahan bakar di area-area terbatas yang sudah ditentukan wilayahnya.

”Dengan cara tersebut diharapkan kapal-kapal dagang asing tidak hanya melintasi perairan kita saja, tapi juga dapat memberikan dampak ekonomi bagi negara Indonesia. Kita bisa membuat beberapa titik ALKI Rest Area seperti di Natuna, Batam, Merak, Tarakan, lombok, Bitung, Kupang, Wayame dan Saumlaki," ungkap Hakeng yang juga Sekretaris Jenderal di Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Maritim Indonesia (Forkami).

Hakeng mengungkapkan ALKI Rest Area ini tentunya bisa berupa pelabuhan ataupun bisa dengan sistem Ship to Ship transfer. Jadi di lokasi tersebut pun akan tumbuh sektor usaha atau ekonomi baru. Selain itu, di area tersebut juga dapat dibangun pangkalan Angkatan Laut ataupun kantor perwakilan Penegak Hukum lainnya sehingga secara langsung dapat pula menjaga kedaulatan dengan melakukan pengawasan langsung wilayah NKRI yang dijadikan ALKI.

"Pembangunan pelabuhan atau rest area di wilayah ALKI akan mengokohkan kedaulatan, keamanan, dan ketahanan maritim kita ke depannya selain tentunya juga dapat menggerakan perekonomian daerah dan negara. Tapi tetap, aturan pendukungnya penting untuk bisa dibuat dan diperkuat terlebih dahulu sehingga ketika diputuskan akan dibuat ALKI Rest Area, tidak melanggar Hak Lintas Damai bagi kapal-kapal sebagaimana diatur dalam UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia," ucapnya.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1154 seconds (0.1#10.140)