Tahun Politik, Jangan Lupakan Nasib Rakyat

Jum'at, 03 Juni 2022 - 09:30 WIB
loading...
Tahun Politik, Jangan Lupakan Nasib Rakyat
Tahun politik yang penuh dinamika ini akan berlangsung hingga awal 2024. Pemerintah jangan sampai mengabaikan masalah yang dihadapi rakyat akibat konsentrasi yang terpecah. (KORAN SINDO/Wawan Bastian).
A A A
TANPA bermaksud mengendorkan semangat para pejabat negara yang sedang getol-getolnya berebut simpati menuju pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) 2024, agenda-agenda penting dan krusial kebangsaan dan kenegaraan tidak boleh dilupakan. Situasi di kabinet hari-hari terakhir ini jelas sudah berbeda jauh dengan beberapa bulan sebelumnya. Prediksi para pengamat, pemerhati politik, headline maupun tajuk rencana media arus utama jauh hari sudah mengingatkan datangnya hari-hari penuh warna politik dua tahun menjelang pelaksanaan Pilpres 2024 yang sudah ditetapkan hari H-nya yaitu 14 Februari.

Bahkan ada yang menyakini, momen-momen politik sebenarnya sudah datang jauh hari sebelum dua tahun terakhir masa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf ini berakhir pada Oktober 2024. Sebenarnya dua tahun terakhir ini momentum tepat untuk berkarya dan mengambil hari rakyat dengan cara yang profesional. Caranya dengan mengerjakan sebaik mungkin agenda-agenda yang sudah menjadi tugas pokok di jabatan yang mereka emban.

Khusus yang di bawah koordinasi Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) kerja maksimal meringankan beban masyarakat yang masih belum pulih dari dampak pandemi. Demikian pula dari Kemenko Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) fokus pada perwujudan rasa keadilan hukum, penjaminan rasa aman, dan pengondisian ketertiban sosial politik yang semakin memanas dan kurang kondusif akhir-akhir ini.

Di Kemenko Perekonomian jelas bagaimana mengembalikan kehidupan ekonomi masyarakat yang baik, meringankan beban akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, menumbuhkan daya beli masyarakat yang anjlok, menciptakan lapangan kerja, menjaga stabilitas ekonomi makro, mikro dan tugas-tugas mulia lain yang ditunggu masyarakat.

Di Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi juga diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan diri pemerintah untuk meneruskan agenda pembangunan yang belum selesai karena terkendala pembiayaan dengan mendatang investasi dari dalam maupun luar negeri. Juga mengembalikan marwah sebagai negara maritim dengan menyejahterakan para nelayan yang juga banyak yang terkena dampak pandemi Covid -19.

Sekilas memang semua anggota kabinet bekerja luar biasa dan supersibuk ke sana kemari. Masuk kampung, keliling 33 provinsi, pulang pergi dari luar negeri untuk membangkitan perekomian Indonesia. Hasilnya bagaimana? Tentu ini tidak bisa instan. Atau seperti main sulap, dalam satu dua kali tepuk langsung selesai. Perlu proses, perlu pengondisian, perlu dukungan pihak lain, perlu ini dan itu. Artinya dalam situasi seperti sekarang ini jangan harap seseorang bisa menyelesaikan masalah sendirian.

Kasus mahalnya harga minyak goreng misalnya. Tidak bisa hanya diserahkan kepada menteri perdagangan. Tapi perlu diselesaikan oleh Presiden, Wapres, para menko, gubernur, bupati, wali kota dan seluruh stake holder wajib turun tangan. Terbukti masalah ini berlarut lama dan belum selesai secara tuntas.

Tolok ukur sukses tidaknya seorang pejabat negara menjalankan tugas bukan hanya dari seberapa besar popularitas dan elektabilitasnya menurut hasil survei. Apalagi hasil survei pun masing masing bisa berbeda. Tergantung metodologi, jumlah sampel, waktu survei, model survei dan faktor-faktor lain.

Secara sederhana, jika masyarakat atau publik puas bisa terlihat dari bagaimana respons mereka terhadap kinerja seorang menteri, gubernur, wali kota, bahkan presiden. Respons memang bisa direkayasa, tapi reaksi tulus tidak mudah diintervensi oleh apapun. Syaratnya harus melihat dengan hati tulus dan mata batin yang jernih. Sayang, puluhan lembaga survei yang ada belum mampu mengukur ketulusan hati dan kejernihan mata batin rakyat terhadap pemimpinnya itu.

Jadi kembali kepada tahun politik tadi. Tidak semua menteri dan pejabat tinggi negara punya ambisi politik untuk maju di Pilpres atau Pileg 2024. Andaikan semua anggota kabinet maju di 2024 pun tidak ada aturan yang melarang. Karena itu hak setiap warga negara untuk dipilih dan memilih dalam pemilu. Tapi tanggung jawab moral dan politik untuk menjalankan pekerjaan melayani rakyat itu yang mestinya bisa menjadi pertimbangan sebelum sang pejabat berniat maju di pilpres, pileg atau pilkada.

Bukankah mayoritas pejabat publik kita adalah pimpinan parpol? Memang demikian adanya. Karena sistem politik yang kita anut membolehkan hal itu. Namun faktanya pos pos strategis sebagian besar dikuasai oleh orang-orang politik, atau profesional yang disokong oleh parpol tertentu. Di sinilah masalahnya. Ketika seseorang ditempatkan di posisi strategis atas dukungan parpol, kesetiaan dan loyalitasnya bukan langsung ke rakyat. Di sinilah konflik kepentingan terjadi. Dan, seringkali kepentingan rakyat banyak yang dikorbankan.

Tahun politik yang penuh dinamika ini akan berlangsung hingga awal 2024. Fokus pemerintah pasti terpecah. Turbulensi akan banyak terjadi. Rakyat hanya bisa melihat dari jauh perilaku elite yang makin sulit dimengerti. Saatnya mengencangkan sabuk pengaman karena turbulensi sudah berlangsung dan semakin keras guncangannya.

Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1195 seconds (0.1#10.140)