Ini Konsekuensi Penetapan Covid-19 Sebagai Bencana Nasional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12/2020 terkait penetapan Covid-19 sebagai bencana nasional. Ada beberapa konsekuensi dari adanya penetapan status tersebut.
Salah satunya adalah tidak perlu lagi status-status keadaan tertentu darurat bencana. "SK Kepala BNPB No 9.A/ 2020 dan diperpanjang dengan SK No 13.A /2020 tentang Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia yang berlalu sampai 29 Mei 2020, sudah tidak diperlukan lagi," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo, Senin (13/4/2020).
Agus mengatakan, hal ini juga berperngaruh pada pendanaan. Untuk pendanaan dan pengelolaan bantuan mengacu pada PP No 22/2008 Pasal 15 dapat menggunakan APBN, APBD, dana siap pakai (DSP) BNPB dan DSP/belanja tidak terduga (BTT) Pemda.
"Untuk akses Dana Siap Pakai (DSP) BNPB sesuai UU 24/2007 harus melibatkan BPBD provinsi/kabupaten/kota daerah masing-masing," ungkapnya
Kemudian, pelaksana penanggulangan bencana adalah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Pusat dan Daerah. Gugus Tugas (Gugas) ini adalah sebagai Pos Komando dan pengendali utama penanggulangan bencana Covid-19.
"Komandan Gugas Pusat adalah Kepala BNPB, Gugas Provinsi oleh Gubernur dan Kabupaten/Kota oleh Bupati/Wali kota. Wakil Komandan dari unsur TNI, POLRI dan unsur lainnya yang ditunjuk oleh Komandan/Ketua Gugas," paparnya.
Agus mengatakan, di setiap daerah hanya ada satu Posko Gugas sebagai pusat komando, koordinasi dan informasi. Data dan informasi resmi dikeluarkan oleh Gugas. "Dengan satu Posko Gugas ini diharapkan komando dan koordinasi bisa berjalan dengan baik. Sehingga penanganan bencana Covid-19 dapat terlaksana dengan lebih cepat, terkoordinasi, dan lancar," katanya.
Dia mengatakan, ujung tombak pelaksanaan penanggulangan bencana Covid-19 ada di kabupaten/kota. Sedangkan provinsi dan pusat lebih sebagai koordinator dan menyiapkan dukungan sumber daya seperti personel, peralatan, pendanaan, dan lain-lain.
Salah satunya adalah tidak perlu lagi status-status keadaan tertentu darurat bencana. "SK Kepala BNPB No 9.A/ 2020 dan diperpanjang dengan SK No 13.A /2020 tentang Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia yang berlalu sampai 29 Mei 2020, sudah tidak diperlukan lagi," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo, Senin (13/4/2020).
Agus mengatakan, hal ini juga berperngaruh pada pendanaan. Untuk pendanaan dan pengelolaan bantuan mengacu pada PP No 22/2008 Pasal 15 dapat menggunakan APBN, APBD, dana siap pakai (DSP) BNPB dan DSP/belanja tidak terduga (BTT) Pemda.
"Untuk akses Dana Siap Pakai (DSP) BNPB sesuai UU 24/2007 harus melibatkan BPBD provinsi/kabupaten/kota daerah masing-masing," ungkapnya
Kemudian, pelaksana penanggulangan bencana adalah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Pusat dan Daerah. Gugus Tugas (Gugas) ini adalah sebagai Pos Komando dan pengendali utama penanggulangan bencana Covid-19.
"Komandan Gugas Pusat adalah Kepala BNPB, Gugas Provinsi oleh Gubernur dan Kabupaten/Kota oleh Bupati/Wali kota. Wakil Komandan dari unsur TNI, POLRI dan unsur lainnya yang ditunjuk oleh Komandan/Ketua Gugas," paparnya.
Agus mengatakan, di setiap daerah hanya ada satu Posko Gugas sebagai pusat komando, koordinasi dan informasi. Data dan informasi resmi dikeluarkan oleh Gugas. "Dengan satu Posko Gugas ini diharapkan komando dan koordinasi bisa berjalan dengan baik. Sehingga penanganan bencana Covid-19 dapat terlaksana dengan lebih cepat, terkoordinasi, dan lancar," katanya.
Dia mengatakan, ujung tombak pelaksanaan penanggulangan bencana Covid-19 ada di kabupaten/kota. Sedangkan provinsi dan pusat lebih sebagai koordinator dan menyiapkan dukungan sumber daya seperti personel, peralatan, pendanaan, dan lain-lain.
(zik)