Cerita Guru Muhammadiyah yang Diminta Pimpin Yasinan

Rabu, 27 April 2022 - 06:17 WIB
loading...
Cerita Guru Muhammadiyah yang Diminta Pimpin Yasinan
KH AR Fachrudin mengubah yasinan menjadi kajian tafsir ayat-ayat surat Yasin. Foto/sangpencerah.id
A A A
JAKARTA - Bagaimana jadinya bila orang Muhammadiyah ditunjuk memimpin jamaah yasinan? Hal ini dialami KH AR Fachruddin. Ketika itu, Pak AR, begitu dia akrab disapa, baru berusia 18 tahun. Pemuda yang kelak menjabat sebagai ketua umum PP Muhammadiyah terlama sepanjang sejarah itu ditugaskan untuk mengajar di Ulak Paceh, Palembang.

Di sana, kondisi yang dijumpai Pak AR tidak mudah. Menurut penuturan Sukriyanto, putra Pak AR dalam buku “Anekdot dan Kenangan Lepas tentang Pak AR”, di tempat itu ada seorang ulama yang sangat dikenal dan dihormati. Tetapi, sang ulama tidak suka dengan Muhammadiyah.

Maklum, pada masa itu Muhammadiyah sudah dicap organisasi yang merusak kemapanan budaya keagamaan. Sang ulama terpengaruh isu-isu buruk tentang Muhammadiyah sehingga orang Muhammadiyah selalu disikapi secara sinis.

Apalagi Pak AR orang baru, datang dari Jawa (Yogyakarta) dan langsung bertugas di sekolah Muhammadiyah. Karena itu Pak AR juga selalu disikapi dengan sinis ,acuh, dingin dan kadang-kadang masam.

Kebetulan, setiap akan mengajar Pak AR selalu lewat di depan rumah ulama tersebut. Sebagai orang Pak AR selalu memberi ucapan salam dengan sopan, ramah, dan senyum. Akan tetapi salam itu tidak pernah dijawab oleh ulama terkenal itu.

Tapi hati Pak AR sangat lapang. Dia tidak pernah bosan bersikap ramah dan tetap memberikan salam setiap bertemu. Dari sama sekali membisu, sang ulama lalu mulai bersedia menjawab salam walaupun tidak lengkap.

Dan, suatu hari akhirnya sang ulama benar-benar menjawab salam Pak AR dengan lengkap dan tersenyum. Karena jawabannya lengkap Pak AR berhenti dan menjabat tangan ulama itu sambil tersenyum. Diluar dugaaan pembicaraan menjadi panjang dan pada akhirnya ulama itu bertanya:

“Apa Guru ini orang Muhammadiyah,” tanya sang ulama, dikutip dari laman pwmu.co, Rabu (27/4/2022).
“Ya, saya orang Muhammadiyah. Dulu belajar di Darul Ulum Muhammadiyah Yogya,” jawab Pak AR.
“Jadi Guru ini benar-benar orang Muhammadiyah?” kata ulama itu mengulang pertanyaan, kali ini sorot matanya menatap tajam.
“Ya, saya orang Muhammadiyah” kata Pak AR.
“Lho orang Muhammadiyah kok ada yang baik ya??” tanya ulama itu keheranan.
” Apa menurut Angku orang Muhammadiyah itu semuanya jelek?” tanya Pak AR tersenyum.
“Ya, kata orang-orang, Muhammadiyah itu wahabi, suka mengubah agama dan suka mengkafirkan orang lain” kata sang ulama.
“Lha itu kan kata orang, tetapi sekarang Angku sudah melihat sendiri, saya ini orang Muhammadiyah, bukan hanya kata orang-orang” kata Pak AR.
“Iya-ya, kalau begitu orang-orang itu tidak benar” kata ulama itu.
“Begitulah” sahut Pak AR.
“Kalau begitu, begini, Besuk malam Jum’at, Pak AR saya undang untuk yasinan,” kata sang ulama.
“Baik, insya Allah,” jawab Pak AR tanpa ragu.

Meskipun begitu, hati Pak AR sebenarnya gundah karena tak pernah diajarkan yasinan. Bagaimana kalau ternyata diminta memimpin yasinan? Bagaimana bisa memimpin kalau ikut saja tidak pernah? Selama beberapa hari Pak AR melakukan riset, belajar dan mengenali adat masyarakat setempat. Beliau juga belajar tentang kitab-kitab agama.

Menjelang malam Jum’at Pak AR sudah temukan tata cara yasinan yang biasa dilakukan masyarakat setempat. Kesimpulan Pak AR, semangat membaca Al Quran masyarakat setempat sudah terbilang mapan. Yang perlu ditingkatkan adalah kualitasnya.

Pak AR telah bersiap. Malam Jum’at yang dijanjikan tiba. Pak AR berangkat menghadiri undangan sang ulama. Dan dugaan Pak AR juga benar, dia diminta memimpin yasinan itu. Bagi Pak AR itu kesempatan bagus untuk berdakwah dan tidak boleh sia-siakan. Pak AR segera memimpin yasinan itu sesuai kebiasaan orang-orang di sana.

Setelah usai membaca Yasin, Pak Ar bertanya kepada hadirin, “ Apakah hadirin sudah sering ikut yasinan?”.
“Sering Guru,” jawab hadirin.
“Selama ini yasinannya seperti apa?” tanya Pak AR.
“Ya, seperti biasa,” jawab mereka lagi.
“Jadi bapak-bapak sudah bisa semua, sudah hafal semua?” tanya Pak AR lagi.
“Ya, sudah hafal” jawab mereka bersama-sama.
“Bagaimana kalau sekarang kita yasinan model baru, supaya bapak-bapak punya pengetahuan lebih luas dan punya pengalaman lain? setuju?” tanya Pak AR.
“Setuju”, jawab mereka serempak.
“Sekarang kita baca Surat Yasin satu ayat demi satu ayat”.

Lalu dibacalah ayat pertama, kemudian diminta salah seorang mengartikan. Kalau tidak bisa Pak AR membantu. Setelah selesai diartikan, kemudian oleh Pak AR dijelaskan apa itu Surat Yasin yang sering dibaca itu. Beliau kemudian jelaskan panjang lebar, disertai dengan contoh-contoh yang segar, penuh dengan rasa kekeluargaan yang tulus. Meskipun malam itu hanya memperoleh dua tiga ayat rupanya hadirin cukup puas. Bahkan ada permintaan dapat dilanjutkan pada yasinan yang akan datang.

“Kalau saya, sebagai orang muda, saya terserah saja pada hadirin sekalian. Tetapi yang paling penting tergantung pada Al Mukarom Angku Ula, orang tua kita hadirin”.

Di luar dugaan, sang ulama setuju. Pak AR memimpin yasinan model baru berselang seling dengan model yasinan lama. Malam Jum’at gasal yasinan model lama yang mimpin sang ulama, dan pada malam Jum’at malam genap yasinan model dipimpin Pak AR.

Singkat cerita, sang ulama akhirnya menyerahkan pimpinan yasinan itu kepada Pak AR. Jadilah acara yang semula yasinan seperti dikenal dalam tradisi menjadi kegitan rutin membaca surat Yasin dan tafsirnya. Begitulah, Pak AR memang dikenal dengan metode dakwahnya yang santun dan mudah dipahami. Dia menerapkan dakwah kultural tanpa mengusik adat, namun menggelitik semangat masyarakat memahami Al-Quran.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1472 seconds (0.1#10.140)