Kejagung Tangkap Mafia Minyak Goreng, Sultan Minta BPK Audit BPDPKS
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesa (DPD RI) Sultan B Najamudin meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit terhadap Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit ( BPDPKS ). Hal ini disampaikan Senator asal Bengkulu itu setelah Kejaksaan Agung menetapkan beberapa petinggi perusahaan perkebunan kelapa sawit sebagai tersangka mafia minyak goreng.
"Saya kira pemerintah perlu mendeteksi dan melakukan pembaharuan atau pemulihan terhadap lembaga terkait dengan manajemen produksi dan distribusi Kepala sawit dan CPO saat ini. Publik khususnya para petani sawit rakyat berhak tahu perihal pengelolaan dana sawit oleh BPDPKS yang terkesan tidak transparan dan terindikasi didistribusikan secara tidak proporsional," kata ungkap Sultan melalui keterangan resminya, Minggu (24/4/2022).
Menurutnya, pengelolaan dana pungutan sawit yang hampir mencapai Rp70 triliun saat ini harus diawasi secara ketat. Terutama ketika terjadi fenomena kelangkaan minyak goreng dan biosolar yang sangat meresahkan masyarakat beberapa waktu yang lalu.
"Dengan jumlah dana yang demikian besar, tanggung jawab dan kontribusi BPDPKS dalam menjaga produktivitas, suplai, dan harga CPO serta biosolar B30 patut dipertanyakan. Dengan audit kita berharap akan menemukan sumber masalah kelangkaan yang terjadi selama ini," kata mantan ketua HIPMI Bengkulu itu.
Lebih lanjut Sultan menerangkan bahwa masih banyak petani sawit yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan bantuan pembiayaan peremajaan sawit di daerah. Kesulitan itu diakibatkan oleh mekanisme pembiayaan yang dinilai sangat birokratis dengan skema kredit usaha rakyat (KUR). Dana Sawit ditengarai hanya dinikmati oleh korporasi dan para pengusaha sawit.
"Posisi BPDPKS yang juga diatur oleh dewan pengarah dari delapan kementerian harus dievaluasi. Dengan pungutan yang semakin besar di tengah naiknya harga ekspor CPO, pemerintah harus menempatkan BPDPKS selayaknya Bea Cukai, yang hanya menjadi subordinat Kementerian Keuangan."
"Saya kira pemerintah perlu mendeteksi dan melakukan pembaharuan atau pemulihan terhadap lembaga terkait dengan manajemen produksi dan distribusi Kepala sawit dan CPO saat ini. Publik khususnya para petani sawit rakyat berhak tahu perihal pengelolaan dana sawit oleh BPDPKS yang terkesan tidak transparan dan terindikasi didistribusikan secara tidak proporsional," kata ungkap Sultan melalui keterangan resminya, Minggu (24/4/2022).
Menurutnya, pengelolaan dana pungutan sawit yang hampir mencapai Rp70 triliun saat ini harus diawasi secara ketat. Terutama ketika terjadi fenomena kelangkaan minyak goreng dan biosolar yang sangat meresahkan masyarakat beberapa waktu yang lalu.
"Dengan jumlah dana yang demikian besar, tanggung jawab dan kontribusi BPDPKS dalam menjaga produktivitas, suplai, dan harga CPO serta biosolar B30 patut dipertanyakan. Dengan audit kita berharap akan menemukan sumber masalah kelangkaan yang terjadi selama ini," kata mantan ketua HIPMI Bengkulu itu.
Lebih lanjut Sultan menerangkan bahwa masih banyak petani sawit yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan bantuan pembiayaan peremajaan sawit di daerah. Kesulitan itu diakibatkan oleh mekanisme pembiayaan yang dinilai sangat birokratis dengan skema kredit usaha rakyat (KUR). Dana Sawit ditengarai hanya dinikmati oleh korporasi dan para pengusaha sawit.
"Posisi BPDPKS yang juga diatur oleh dewan pengarah dari delapan kementerian harus dievaluasi. Dengan pungutan yang semakin besar di tengah naiknya harga ekspor CPO, pemerintah harus menempatkan BPDPKS selayaknya Bea Cukai, yang hanya menjadi subordinat Kementerian Keuangan."
(zik)