Kisah Jenderal Hoegeng Ledek Bung Karno soal Nama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hoegeng adalah sosok polisi yang dikenal jujur, berintegritas, dan sederhana. Pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah 14 Oktober 1921 itu bernama lengkap Hoegeng Iman Santoso.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) kelima atau periode 1968 hingga 1971 ini lebih senang dipanggil Hoegeng . Buktinya, nama Hoegeng yang tercantum pada name tag di seragam dinas Kepolisiannya sejak lulus dari kursus polisi di awal masuknya Jepang pada 1942, Sekolah Polisi Sukabumi pada 1944 hingga lulus dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta pada 1952.
Nama itu juga yang tercantum pada name tag Hoegeng saat menjabat Kepala Jawatan Imigrasi, Menteri Iuran Negara, atau Menteri/Sekretaris Presidium Kabinet, Wakil Menpangak, serta Menteri Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak). Nah, ada cerita menarik mengenai nama Hoegeng itu.
Hoegeng di meja kerjanya saat menjadi Kapolri. Foto: Dok. Keluarga Hoegeng
Presiden Soekarno atau Bung Karno pernah heran dengan nama Hoegeng yang disingkat. Peristiwa itu terjadi saat Soekarno bertemu Hoegeng pada pelantikan para perwira Kepolisian lulusan PTIK.
Soekarno pun sempat mengusulkan Hoegeng mengganti nama menjadi Soegeng. Menurut Bung Karno, tidak ada orang Jawa yang namanya Hoegeng. Yang ada hanya Soegeng.
Namun, Hoegeng saat itu menolak. Hoegeng justru meledek Bung Karno kalau nama Soekarno itu nama pembantu rumah tangganya. Soekarno sempat mendelik dan melotot menanggapinya.
Sekitar tahun 2003 sebelum meninggal, Hoegeng berfoto bersama istrinya, Meri. Foto/Dok.Keluarga Hoegeng
Akan tetapi, Soekarno akhirnya tertawa. Hoegeng juga tertawa. Kala itu, Soekarno tidak marah walaupun diledek di hadapan para perwira tinggi polisi. Bung Karno justru terkesan dengan keterus-terangan Hoegeng.
Hoegeng juga menyukai Bung Karno yang dinilai objektif dan ramah. "Bapak memang dengan Bung Karno. Saat Bung Karno berpulang, Bapak yang diminta keluarga Bung Karno sebagai wakil keluarga sampai menghadiri pemakaman di Blitar," kata putra kedua Hoegeng, Aditya Soetanto Hoegeng atau Didit dikutip dari buku Hoegeng Polisi dan Menteri Teladan karya Suhartono.
"Hubungan kami dekat karena kebetulan juga, kakak saya, Reny Soerjanti Hoegeng itu teman bermainnya Mba Adis (Megawati Soekarnoputri, red) sejak SMA. Mereka sama-sama sekolah di Perguruan Cikini. Jadi, Mbak Reny sering diajak ke Istana bermain dengan Mbak Adis. Saya sendiri kenal dengan Guntur Soekarno," ujar Didit Hoegeng.
Hoegeng dan Meri berfoto bersama sejumlah artis pengisi acara The Hawaiian Seniors di TVRI. Foto: Dok. Keluarga Hoegeng
Adapun komunikasi antara keluarga Hoegeng dengan keluarga Soekarno berjalan melalui Reny atau Didit dengan Guntur. "Pak Hoegeng itu memang nama yang akrab buat keluarga kami. Putri Pak Hoegeng, Reny adalah teman sekolah adik saya, Megawati," kata putra sulung Soekarno, Guntur Soekarnoputra.
"Jadi, waktu di Istana, saya sempat tanya ke Mbak Reny, 'Siapa sih ayahmu?', ternyata, ayahnya adalah Pak Hoegeng. Bapak (Soekarno, red) memang sudah lama kenal Pak Hoegeng karena memang pernah mengawal Bapak di masa perjuangan revolusi, dan bolak-balik sering dipanggil Bapak ke Istana," ungkap Guntur atau akrab disapa Mas Tok ini.
Berdasarkan informasi dari laman kepustakaan presiden perpusnas, Hoegeng meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Rabu 14 Juli 2004 pukul 00.30 WIB. Sejak 13 Mei 2004, Hoegeng telah dirawat intensif di RS Polri Kramat Jati, Jakarta akibat mengalami stroke, penyumbatan saluran pembuluh jantung, dan pendarahan bagian lambung.
Jenazah Hoegeng dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Giritama, Desa Tonjo, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat pada Rabu 14 Juli 2004 siang. Banyak penghargaan kepada Hoegeng, yakni Bintang Gerilya, Bintang Dharma, Bintang Bhayangkara, Bintang Kartika Eka Paksi Tingkat I, Bintang Jasasena, Swa Buawa.
Kemudian, Panglima Setya Kota, Sapta Marga, Prasetya Pancawarsa, Satya Dasawarasa, Yana Utama, Penegak, dan Ksatria Tamtama. Mengenai karier, Hoegeng pernah menjabat Kapolsek Jomblang Semarang pada 1945, Kepala DPKN Surabaya pada periode 1952-1955, Kepala Reskrim Sumatera Utara Medan pada periode 1955-1959.
Kemudian, Kepala Jawatan Imigrasi pada periode 1960-1965, Menteri Iuran Negara periode 1966-1967, Deputi Operasi Menpangak periode 1967-1968, dan Kapolri pada periode 1968-1971.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) kelima atau periode 1968 hingga 1971 ini lebih senang dipanggil Hoegeng . Buktinya, nama Hoegeng yang tercantum pada name tag di seragam dinas Kepolisiannya sejak lulus dari kursus polisi di awal masuknya Jepang pada 1942, Sekolah Polisi Sukabumi pada 1944 hingga lulus dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta pada 1952.
Nama itu juga yang tercantum pada name tag Hoegeng saat menjabat Kepala Jawatan Imigrasi, Menteri Iuran Negara, atau Menteri/Sekretaris Presidium Kabinet, Wakil Menpangak, serta Menteri Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak). Nah, ada cerita menarik mengenai nama Hoegeng itu.
Hoegeng di meja kerjanya saat menjadi Kapolri. Foto: Dok. Keluarga Hoegeng
Presiden Soekarno atau Bung Karno pernah heran dengan nama Hoegeng yang disingkat. Peristiwa itu terjadi saat Soekarno bertemu Hoegeng pada pelantikan para perwira Kepolisian lulusan PTIK.
Soekarno pun sempat mengusulkan Hoegeng mengganti nama menjadi Soegeng. Menurut Bung Karno, tidak ada orang Jawa yang namanya Hoegeng. Yang ada hanya Soegeng.
Namun, Hoegeng saat itu menolak. Hoegeng justru meledek Bung Karno kalau nama Soekarno itu nama pembantu rumah tangganya. Soekarno sempat mendelik dan melotot menanggapinya.
Sekitar tahun 2003 sebelum meninggal, Hoegeng berfoto bersama istrinya, Meri. Foto/Dok.Keluarga Hoegeng
Akan tetapi, Soekarno akhirnya tertawa. Hoegeng juga tertawa. Kala itu, Soekarno tidak marah walaupun diledek di hadapan para perwira tinggi polisi. Bung Karno justru terkesan dengan keterus-terangan Hoegeng.
Hoegeng juga menyukai Bung Karno yang dinilai objektif dan ramah. "Bapak memang dengan Bung Karno. Saat Bung Karno berpulang, Bapak yang diminta keluarga Bung Karno sebagai wakil keluarga sampai menghadiri pemakaman di Blitar," kata putra kedua Hoegeng, Aditya Soetanto Hoegeng atau Didit dikutip dari buku Hoegeng Polisi dan Menteri Teladan karya Suhartono.
"Hubungan kami dekat karena kebetulan juga, kakak saya, Reny Soerjanti Hoegeng itu teman bermainnya Mba Adis (Megawati Soekarnoputri, red) sejak SMA. Mereka sama-sama sekolah di Perguruan Cikini. Jadi, Mbak Reny sering diajak ke Istana bermain dengan Mbak Adis. Saya sendiri kenal dengan Guntur Soekarno," ujar Didit Hoegeng.
Hoegeng dan Meri berfoto bersama sejumlah artis pengisi acara The Hawaiian Seniors di TVRI. Foto: Dok. Keluarga Hoegeng
Adapun komunikasi antara keluarga Hoegeng dengan keluarga Soekarno berjalan melalui Reny atau Didit dengan Guntur. "Pak Hoegeng itu memang nama yang akrab buat keluarga kami. Putri Pak Hoegeng, Reny adalah teman sekolah adik saya, Megawati," kata putra sulung Soekarno, Guntur Soekarnoputra.
"Jadi, waktu di Istana, saya sempat tanya ke Mbak Reny, 'Siapa sih ayahmu?', ternyata, ayahnya adalah Pak Hoegeng. Bapak (Soekarno, red) memang sudah lama kenal Pak Hoegeng karena memang pernah mengawal Bapak di masa perjuangan revolusi, dan bolak-balik sering dipanggil Bapak ke Istana," ungkap Guntur atau akrab disapa Mas Tok ini.
Berdasarkan informasi dari laman kepustakaan presiden perpusnas, Hoegeng meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Rabu 14 Juli 2004 pukul 00.30 WIB. Sejak 13 Mei 2004, Hoegeng telah dirawat intensif di RS Polri Kramat Jati, Jakarta akibat mengalami stroke, penyumbatan saluran pembuluh jantung, dan pendarahan bagian lambung.
Jenazah Hoegeng dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Giritama, Desa Tonjo, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat pada Rabu 14 Juli 2004 siang. Banyak penghargaan kepada Hoegeng, yakni Bintang Gerilya, Bintang Dharma, Bintang Bhayangkara, Bintang Kartika Eka Paksi Tingkat I, Bintang Jasasena, Swa Buawa.
Kemudian, Panglima Setya Kota, Sapta Marga, Prasetya Pancawarsa, Satya Dasawarasa, Yana Utama, Penegak, dan Ksatria Tamtama. Mengenai karier, Hoegeng pernah menjabat Kapolsek Jomblang Semarang pada 1945, Kepala DPKN Surabaya pada periode 1952-1955, Kepala Reskrim Sumatera Utara Medan pada periode 1955-1959.
Kemudian, Kepala Jawatan Imigrasi pada periode 1960-1965, Menteri Iuran Negara periode 1966-1967, Deputi Operasi Menpangak periode 1967-1968, dan Kapolri pada periode 1968-1971.
(rca)