Ini Sosok Hoegeng, Polisi yang Disebut Gus Dur Tidak Mempan Disogok

Jum'at, 19 Juni 2020 - 06:46 WIB
loading...
A A A
Hoegeng pernah menjadi pengawal Presiden Soekarno, saat peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1947. Beberapa tahun kemudian, pada 1952, Hoegeng bertugas di Surabaya, lalu ke Medan dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP).

Di Medan, Hoegeng menghadapi banyak tantangan, mulai dari pemberontakan PRRI, penyelundupan, judi, dan korupsi. Beberapa kelompok yang hidup dengan judi dan penyelundupan di Medan, banyak yang menyogok pejabat agar bisnisnya aman.

Mereka menyelundupkan karet ke Malaysia, dan ditukar dengan benda-benda mewah. Jaringan mereka sangat luas, ruwet, dan lengkap. Mereka juga memiliki banyak pembunuh bayaran, dan dukun. Namun yang paling berbahaya adalah penyogokan.

Salah satu kelompok bahkan berusaha menyogok Hoegeng yang saat itu bertugas sebagai Kepala Direktorat Reskrim Kantor Polisi Sumut. Begitu tiba di Medan, sekelompok orang tidak dikenal telah menyambutnya dan mengucapkan selamat.

Perwakilan itu menyatakan, pihaknya telah menyediakan rumah dan juga mobil untuknya. Namun ditolak oleh Hoegeng, dan dia meninggalkan orang tersebut. Lalu bergabung dengan beberapa polisi yang menjemputnya, dan pergi bersama mereka.

Setelah beberapa waktu tinggal di hotel, rumah dinas Hoegeng pun siap ditempati. Setibanya di rumah dinas itu, Hoegeng terkejut bukan main karena orang-orang yang dulu ditemuinya sudah ada di situ dan mengisi rumah dengan perabot mewah.

Hoegeng pun marah, dan meminta barang-barang itu dikeluarkan. Dua jam kemudian, barang-barang tersebut dikeluarkan oleh Hoegeng, dan orang-orang tersebut pun bengong. Namun, mereka tidak jera untuk terus berusaha menyogok Hoegeng.

Beberapa waktu kemudian, istri Hoegeng, Merry sempat diisukan telah menerima cincin berlian dari orang India. Hoegeng lalu menemukan orang India itu kepada istrinya. Tetapi setelah bertemu istrinya, orang India itu mengaku tidak mengenalnya.

Merasa difitnah, Hoegeng marah besar dan hampir melukai orang India itu, karena melemparnya dengan tempat sampah. Dari beberapa kisah antikorupsi di Medan, nama Hoegeng pun makin dikenal. Dia menjadi sangat disegani oleh para pejabat.

"Ketika akhirnya saya menjadi Kapolri pada 1968, saya punya banyak cita-cita. Seperti orang lain pada umumnya, saya menaruh banyak harapan terhadap Orde Baru, karena menjanjikan koreksi total terhadap kesalahan Orde Lama," ungkapnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1375 seconds (0.1#10.140)