Pernyataan Tegas Kelompok Cipayung Plus Respons Sejumlah Masalah Bangsa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pimpinan Organisasi Kepemudaan (OKP) Cipayung Plus melakukan panggung rakyat untuk menyuarakan kondisi bangsa. Cipayung Plus sendiri terdiri dari PB HMI, PB PMII, PP PMKRI, DPP GMNI, DPP IMM, PP GMKI, PP HIKMABUDHI, PP KMHDI, PP KAMMI, LMND, dan PP PII.
"Mengawal suara rakyat dan kami pastikan bahwa sikap dan perjuangan OKP cipayung Plus muaranya pada kepentingan rakyat," kata Beny.
Beny menjelaskan, aksinya inimenekankan tiga isu penting yang sedang menjadi pergumulan di masyarakat. Yakni menolak kenaikan harga BBM dan LPG, menolak kenaikan harga bahan pokok, dan ketiga menolak kenaikan PPn.
"Menurut kami, inilah persoalan yang sedang dialami di masyarakat hari ini yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Kami OKP Cipayung tidak mau terjebak dalam wacana yang sengaja dimainkan oleh elite-elite kita hari ini," ucap Beny.
"Kami berharap Pemerintah merespons aspirasi yang hari ini disuarakan oleh teman- teman Cipayung Plus. Mendorong agar pemerintah segera mempercepat swasembada pangan serta dan kedaulatan energi nasional," tutupnya.
Berikut rilis pernyataan sikap kelompok Cipayung Plus
Dunia Global sedang dilanda krisis kesehatan berupa pandemi Covid-19 yang sangat berdampak terhadap perekonomian global. Pandemi Covid-19 telah memakan korban sebanyak 491 juta kasus dengan korban meninggal sebesar 6,51 juta jiwa secara global.
Dampak dari pandemi Covid-19 disektor perekonomian sangat berdampak pada harga minyak dunia. Dimana harga minyak dunia sempat mengalami penurunan pada tahun 2019 sementara ditahun 2020 harga minyak dunia naik secara perlahan. Pada tahun 2021 mengalami kenaikan yang signifikan dimana kenaikan minyak dunia mencapai 69.5%.
Memasuki awal tahun 2022 ini, Harga minyak dunia terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kenaikan ini disebabkan pertumbuhan ekonomi global pasca pandemi Covid-19 yang mengalami kemajuan, dan masih mengalami pengetatan penambahan produksi. Hal ini bisa berdampak pada ketidakpastian ekonomi secara global.
Data konsumsi minyak dunia pada tahun 2020 hanya 88,5 juta barrel tiap harinya, sedangkan tahun 2021 konsumsi minyak dunia sebesar 96,2 juta barrel perhari. Sementara itu pada tahun 2022 konsumsi minyak dunia diprediksi mencapai 99,53 juta BOPD.
Di lain sisi posisi Indonesia sebagai negara importir minyak mentah pasti ikut terpengaruh dengan kenaikan harga minyak dunia. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan impor minyak mentah dan LPG diatas 65% dan kondisi produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan nasional.
Di mana produksi saat ini berkisar 670 ribu BOPD dengan angka konsumsi nasional mencapai 1,3 Juta BOPD. Data pertamina menyebutkan per 27 Maret 2022, stok pertalite secara nasional adalah 1,16 Juta Kilo Liter (Kl) sehingga bisa bertahan hingga 15,7 hari kedepan.
Situasi di lapangan banyak masyarakat mengeluh lantaran ketersediaan BBM jenis pertalite sangat terbatas. Keterbatasan BBM jenis pertalite ini sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat lantaran konsumsi BBM jenis pertalite sangat tinggi dengan kisaran 76 %.
Kebijakan pemerintah untuk menaikan harga pertamax dan LPG yang tadinya harga pertamax perliter berkisar dari Rp. 9.000,00 - Rp9.400,00 menjadi Rp12.500,00 - Rp13.000,00 yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022. Sementara LPG non subsidi mengalami kenaikan sejak desember 2021 dan awal februari 2022 dengan harga jual sekarang sebesar Rp15.500,00 dari harga semula Rp13.500,00.
Kenaikan harga BBM dan LPG ini akan mempengaruhi perekonomian nasional dan menyebabkan kenaikan harga produk lainnya yang akan semakin menambah penderitaan rakyat yang pendapatannya belum pulih akibat pandemi Covid-19.
Sebelum kenaikan harga BBM dan LPG, rakyat Indonesia diperhadapkan dengan kenaikan harga beberapa komoditas pangan dan kelangkaan minyak goreng. Kenaikan beberapa komoditas pangan dan kelangkaan minyak goreng tidak bisa dipisahkan dari lambatnya pemerintah dalam mengantisipasi situasi global dan ketersediaan stok produksi dalam negeri.
Beberapa alasan pemerintah mengenai kelangkaan minyak goreng dan kenaikan harga pangan yang lain tidak terlepas dari ketergantungan terhadap impor dan minimnya peningkatan produksi dalam negeri.
Selain itu pemerintah juga menaikan PPn yang awalnya 10 % menjadi 11 %. Kenaikan PPN ini juga akan berdampak signifikan dirasakan oleh masyarakat sebagai konsumen atas barang yang dikonsumsi.
Di mana salah satu karakteristik PPn adalah pajak yang bersifat tidak langsung dikenakan kepada masyarakat tetapi kepada barang atau jasa yang dikonsumsi. Artinya kenaikan PPn ini menjadi tanggung jawab konsumen bukan pedagang atau produsen yang disebabkan oleh sifat pengenaan pajaknya atas obyek barang yang dibeli bukan subyek.
Kenaikan PPn yang bersamaan dengan kenaikan harga komoditas pangan, BBM dan LPG ditengah kondisi perekonomian rakyat belum pulih maka kami melihat beberapa kebijakan ini jauh dari nilai keadilan bagi rakyat dan kurangnya sense of crisis dari pemerintah.
"Mengawal suara rakyat dan kami pastikan bahwa sikap dan perjuangan OKP cipayung Plus muaranya pada kepentingan rakyat," kata Beny.
Beny menjelaskan, aksinya inimenekankan tiga isu penting yang sedang menjadi pergumulan di masyarakat. Yakni menolak kenaikan harga BBM dan LPG, menolak kenaikan harga bahan pokok, dan ketiga menolak kenaikan PPn.
"Menurut kami, inilah persoalan yang sedang dialami di masyarakat hari ini yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Kami OKP Cipayung tidak mau terjebak dalam wacana yang sengaja dimainkan oleh elite-elite kita hari ini," ucap Beny.
"Kami berharap Pemerintah merespons aspirasi yang hari ini disuarakan oleh teman- teman Cipayung Plus. Mendorong agar pemerintah segera mempercepat swasembada pangan serta dan kedaulatan energi nasional," tutupnya.
Berikut rilis pernyataan sikap kelompok Cipayung Plus
Dunia Global sedang dilanda krisis kesehatan berupa pandemi Covid-19 yang sangat berdampak terhadap perekonomian global. Pandemi Covid-19 telah memakan korban sebanyak 491 juta kasus dengan korban meninggal sebesar 6,51 juta jiwa secara global.
Dampak dari pandemi Covid-19 disektor perekonomian sangat berdampak pada harga minyak dunia. Dimana harga minyak dunia sempat mengalami penurunan pada tahun 2019 sementara ditahun 2020 harga minyak dunia naik secara perlahan. Pada tahun 2021 mengalami kenaikan yang signifikan dimana kenaikan minyak dunia mencapai 69.5%.
Memasuki awal tahun 2022 ini, Harga minyak dunia terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kenaikan ini disebabkan pertumbuhan ekonomi global pasca pandemi Covid-19 yang mengalami kemajuan, dan masih mengalami pengetatan penambahan produksi. Hal ini bisa berdampak pada ketidakpastian ekonomi secara global.
Data konsumsi minyak dunia pada tahun 2020 hanya 88,5 juta barrel tiap harinya, sedangkan tahun 2021 konsumsi minyak dunia sebesar 96,2 juta barrel perhari. Sementara itu pada tahun 2022 konsumsi minyak dunia diprediksi mencapai 99,53 juta BOPD.
Di lain sisi posisi Indonesia sebagai negara importir minyak mentah pasti ikut terpengaruh dengan kenaikan harga minyak dunia. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan impor minyak mentah dan LPG diatas 65% dan kondisi produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan nasional.
Di mana produksi saat ini berkisar 670 ribu BOPD dengan angka konsumsi nasional mencapai 1,3 Juta BOPD. Data pertamina menyebutkan per 27 Maret 2022, stok pertalite secara nasional adalah 1,16 Juta Kilo Liter (Kl) sehingga bisa bertahan hingga 15,7 hari kedepan.
Situasi di lapangan banyak masyarakat mengeluh lantaran ketersediaan BBM jenis pertalite sangat terbatas. Keterbatasan BBM jenis pertalite ini sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat lantaran konsumsi BBM jenis pertalite sangat tinggi dengan kisaran 76 %.
Kebijakan pemerintah untuk menaikan harga pertamax dan LPG yang tadinya harga pertamax perliter berkisar dari Rp. 9.000,00 - Rp9.400,00 menjadi Rp12.500,00 - Rp13.000,00 yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022. Sementara LPG non subsidi mengalami kenaikan sejak desember 2021 dan awal februari 2022 dengan harga jual sekarang sebesar Rp15.500,00 dari harga semula Rp13.500,00.
Kenaikan harga BBM dan LPG ini akan mempengaruhi perekonomian nasional dan menyebabkan kenaikan harga produk lainnya yang akan semakin menambah penderitaan rakyat yang pendapatannya belum pulih akibat pandemi Covid-19.
Sebelum kenaikan harga BBM dan LPG, rakyat Indonesia diperhadapkan dengan kenaikan harga beberapa komoditas pangan dan kelangkaan minyak goreng. Kenaikan beberapa komoditas pangan dan kelangkaan minyak goreng tidak bisa dipisahkan dari lambatnya pemerintah dalam mengantisipasi situasi global dan ketersediaan stok produksi dalam negeri.
Beberapa alasan pemerintah mengenai kelangkaan minyak goreng dan kenaikan harga pangan yang lain tidak terlepas dari ketergantungan terhadap impor dan minimnya peningkatan produksi dalam negeri.
Selain itu pemerintah juga menaikan PPn yang awalnya 10 % menjadi 11 %. Kenaikan PPN ini juga akan berdampak signifikan dirasakan oleh masyarakat sebagai konsumen atas barang yang dikonsumsi.
Di mana salah satu karakteristik PPn adalah pajak yang bersifat tidak langsung dikenakan kepada masyarakat tetapi kepada barang atau jasa yang dikonsumsi. Artinya kenaikan PPn ini menjadi tanggung jawab konsumen bukan pedagang atau produsen yang disebabkan oleh sifat pengenaan pajaknya atas obyek barang yang dibeli bukan subyek.
Kenaikan PPn yang bersamaan dengan kenaikan harga komoditas pangan, BBM dan LPG ditengah kondisi perekonomian rakyat belum pulih maka kami melihat beberapa kebijakan ini jauh dari nilai keadilan bagi rakyat dan kurangnya sense of crisis dari pemerintah.
(maf)