HNW Nilai Kriteria Penceramah Radikal yang Dirilis BNPT Tendensius

Jum'at, 11 Maret 2022 - 08:50 WIB
loading...
HNW Nilai Kriteria Penceramah Radikal yang Dirilis BNPT Tendensius
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritisi kriteria-kriteria penceramah yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritisi kriteria-kriteria penceramah yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) . Menurutnya, tendensius dan membiarkan radikalisme yang lain atau malah menambah kegaduhan dan tak selesaikan masalah dan akar masalah dari radikalisme.

Karenanya, HNW mendukung sikap Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan para aktivis HAM yang mengkritik kriteria penceramah radikal oleh BNPT yang hanya menyasar kelompok penceramah beragama Islam. Lantas, tidak menyentuh radikalisme lain yang juga terjadi di wilayah NKRI dalam bentuk komunisme, atheisme, maupun separatisme yang bertentangan dengan Pancasila dan dilarang oleh hukum yang berlaku di Indonesia.

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Rabu, 09 Maret 2022 - 11:33 WIB oleh Raka Dwi Novianto dengan judul "KSP Tegaskan Pemerintah Tak Pernah Rilis Daftar Nama Penceramah Radikal". Untuk selengkapnya kunjungi:
https://nasional.sindonews.com/read/707275/14/ksp-tegaskan-pemerintah-tak-pernah-rilis-daftar-nama-penceramah-radikal-1646798580

Untuk membaca berita lebih mudah, nyaman, dan tanpa banyak iklan, silahkan download aplikasi SINDOnews.
- Android: https://sin.do/u/android
- iOS: https://sin.do/u/ios

“Kriteria-kriteria mengatasi radikalisme itu mestinya sesuai dengan Pancasila yang final pada 18 Agustus 1945, dan UUD NRI yang mengakui dan menghormati agama, persatuan Indonesia, dan hak asasi manusia (HAM),” ujar Hidayat dalam keterangannya dikutip Jumat (11/3/2022).

Pasalnya, lanjut HNW, bila tidak konsisten dan sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila dan UUD 1945 tersebut maka kriteria itu malah menambah masalah, menimbulkan rasa ketidakadilan, membiarkan terus terjadinya radikalisme melalui ceramah maupun kegiatan yang lain oleh mereka yang antiagama, yang bisa ditengarai dengan makin maraknya laku maupun pernyataan yang dinilai sebagai menodai agama, ajarannya, simbol maupun tokoh agama.

Juga ceramah dari tokoh agama yang mendukung gerakan separatis di Papua sehingga bertentangan dengan Pancasila. Padahal, Menko Polhukam menyebut gerakan separatis KKB OPM sebagai kelompok yang lebih berbahaya dari radikalisme.

"Tetapi anehnya, kriteria-kriteria versi BNPT samasekali tidak membahas masalah radikalisme dari 2 jenis ini," terangnya.

Untuk itu, kata HNW, kriteria-kriteria mengatasi radikalisme mestinya tidak mematikan demokrasi dan pelaksanaan HAM dalam bentuk kritik konstruktif terhadap pemerintah yang sah karena yang demikian itu adalah dilindungi oleh UUD 45 serta hukum. Kritik dan koreksi dari penceramah dan lain-lainnya di negara demokrasi yang mengakui hukum dan HAM, mestinya diposisikan sebagai bagian dari pelaksanaan Pancasila dan konstitusi, serta bukti demokrasi yang hidup sebagai kontrol dan kritik terhadap pemerintah.

"Namun, dengan kriteria pasal karet ala BNPT tersebut, bisa-bisa di lapangan yang dipraktekkan justru represi, sehingga setiap kritik dari penceramah akan dimasukkan pada kriteria membenci pemerintah atau tidak mempercayai pemerintah sehingga masuk dalam kriteria radikalisme ala BNPT, sehingga akhirnya kritik dan penceramah akan terbungkam dengan label penceramah radikal,” jelasnya.

Maka, menurut dia, wajar bila kriteria-kriteria penceramah radikal itu ditolak oleh banyak pihak seperti Muhammadiyah dan MUI. BNPT mestinya dalam membuat kriteria tersebut berbasiskan kajian komprehensif dan bertanggung jawab dengan terlebih dahulu mengakaji secara mendalam bersama lembaga-lembaga yang otoritatif seperti DPR, MUI, Muhammadiyah, NU serta ormas-ormas keagamaan lainnya.

Sehingga terhindar dari menggunakan kriteria tendensius dan pasal karet yang berpotensi menciptakan radikalisme dan ketidakadilan dalam penanganan radikalisme, serta kegaduhan akibat multitafsir di masyarakat. Lebih lanjut, HNW mendesak agar tidak menambah masalah sambil tidak menyelesaikan masalah radikalisme maka kriteria penceramah radikal versi BNPT ini segera dicabut saja.

”Jika ingin revisi, maka BNPT harus melakukan revisi total melibatkan lembaga-lembaga otoritatif, dengan konsisten berlandasarkan Pancasila, UUD NRI 1945, hukum dan keadilan. Bukan semata untuk menyasar satu kelompok saja dan membiarkan radikalisme dan terorisme dari kelompok yang lain yang makin membahayakan Pancasila dan NKRI,” tambahnya.

HNW mengingatkan agar BNPT tidak mengulangi masalah yang tidak menyelesaikan masalah penanganan terhadap radikalisme dalam berbagai ideologi dan gerakan karena bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia apalagi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945, karena sebelumnya Kepala BNPT juga pernah datang ke MUI dan meminta maaf terkait dengan pernyataan terbuka soal pesantren yang terafiliasi dengan teorisme. Baca juga: BNPT Beberkan Ciri-ciri Penceramah Radikal

“Kepala BNPT sudah pernah meminta maaf terkait hal tersebut. Jadi, mestinya hal seperti ini tidak diulangi, agar masalah radikalisme dan terorisme bisa diatasi dengan benar, agar tidak malah menambah masalah dengan kegaduhan serta saling curiga di antara umat. Sementara ideologi komunisme, atheisme, dan separatisme yang jelas ada dan dilarang oleh negara karena bertentangan dengan Pancasila dan UUDNRI 1945 masih bisa berlanjut tanpa pencegahan dan pengawasan oleh BNPT sebagaimana keseriusan terhadap penceramah radikal,” pungkasnya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1949 seconds (0.1#10.140)