Atasi Stunting, Pemda Sesuaikan RAN PASTI dengan Karakteristik Masing-Masing Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI) sudah sangat detail dalam hal kegiatan, sasaran, dan indikatornya. Karena itu, pemerintah daerah (pemda) tak perlu membuat Rencana Aksi Daerah (RAD).
RAN PASTI menjadi suatu peraturan turunan atau pedoman turunan dari Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang akan digunakan sebagai pedoman pelaksanaan. RAN PASTI sebagai upaya pemerintah pusat mengonsolidasikan atau mengonvergensikan kegiatan-kegiatan, program dan anggaran yang termasuk di dalamnya terdapat pemerintah daerah dan juga berbagai pemangku kepentingan serta sektor swasta.
"RAN PASTI ini sebenarnya turunan juga dari Stranas sebetulnya. Jadi kita tiga tahun ini punya strategi nasional. Di daerah memang tidak diperlukan RAD. Arahan dalam RAN PASTI ini disesuaikan dengan konteks daerah masing-masing," jelas Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres Suprayoga Hadi, dalam acara Sosialisasi RAN PASTI Regional I, Selasa (8/3/2022).
Dalam acara yang diadakan hybrid di Jakarta dan daring melalui zoom meeting dan live streaming di akun YouTube BKKBNOfficial, tersebut, Suprayoga Hadi menambahkan, tiap daerah berbeda-beda dan pihaknya menyadari bahwa upaya percepatannya sudah tidak lama lagi untuk mencapai 14%. "Nanti kita lihat dari data yang akan kita sampaikan seperti DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Jambi ada beberapa yang sudah mendekati belasan persen dalam hal ini."
Hal itu, katanya, berbeda dengan yang masih di atas 25%. Jadi nanti akan ada perbedaan treatment antara satu daerah dengan daerah lain. "Jadi mudah-mudahan ini menjadi guideline bersama. RAN PASTI ini untuk diterjemahkan dikonversi menjadi rencana di masing-masing daerah sesuai dengan karakteristik permasalahan yang dihadapi masing-masing daerah," ujarnya.
Terdapat tiga pendekatan dalam pelaksanaan RAN PASTI. Pertama, dengan pendekatan keluarga berisiko stunting yang dilakukan dengan intervensi hulu yaitu pencegahan lahirnya bayi stunted dan penanganan balita stunting.
Kedua, melalui pendekatan multi sektor dan multipihak melalui PENTAHELIX yaitu menyediakan platform kerja sama antara pemerintah dan unsur pemangku kepentingan (dunia usaha, perguruan tinggi, masyarakat, dan media).
Ketiga, pendekatan intervensi gizi terpadu dengan melakukan intervensi spesifik dan sensitif yang berfokus pada program inkubasi yang memperhatikan kesehatan dan kecukupan gizi 3 bulan calon pengantin, ibu hamil, ibu masa interval, baduta dan balita didukung dengan penyediaan sanitasi, akses air bersih serta bansos.
Delapan provinsi yang masuk ke dalam Regional I sosialisasi RAN PASTI ini adalah Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, DKI Jakarta, dan Kalimantan Tengah. Angka prevalensi stunting menurut data SSGI Tahun 2021 di Sumatera Barat adalah sebesar 23,3%; Riau 22,3%; Kepulauan Riau 17,6%; Jambi 22,4%; Kepulauan Bangka Belitung 18,6%; Bengkulu 22,1%; DKI Jakarta 16,8%; dan Kalimantan Tengah 27,4%.
Dalam kesempatan yang sama, salah satu tim penyaji pusat Dian Kristiani Irawaty menjelaskan bahwa konvergensi layanan tingkat keluarga dalam RAN PASTI misalnya pada calon pengantin diberikan Tablet Penambah Darah (TTD), pendampingan kesehatan reproduksi dan edukasi gizi sejak 3 bulan pra-nikah, pemeriksaan status anemia (hemoglobin), mendapat tata laksana kesehatan dan gizi. Bagi ibu hamil mendapatkan minimal 90 TTD, pendampingan, ibu hamil yang kurang energi kronik (KEK) mendapat asupan gizi, ibu hamil dengan pertumbuhan janin terhambat (PJT) mendapat tata laksana kesehatan.
Untuk ibu masa interval atau pascapersalinan mendapatkan layanan keluarga berencana pascamelahirkan. Kemudian balita 0-23 bulan, bagi yang berat badan di bawah 2,5 kg dan tinggi badan di bawah 48 cm mendapatkan tatalaksana kesehatan dan gizi, bayi usia 6-23 bulan mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), balita 0-23 bulan dengan infeksi kronik mendapatkan tata laksana kesehatan, bila gizinya kurang mendapat tambahan asupan gizi, yang bergizi buruk mendapat tata laksana gizi buruk dan seterusnya.
Sosialisasi RAN PASTI diselenggarakan oleh BKKBN agar terbentuknya komitmen kepala daerah dan jajaran pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam percepatan penurunan stunting, terjalinnya koordinasi dan antara Tim percepatan Penurunan Stunting (TPPS) pusat, TPPS provinsi dan TPPS kabupaten/kota, dan adanya pemahaman yang sama dalam mengimplementasikan RAN PASTI dalam mendukung terget intervensi spesifik dan intervensi sensitif dalam percepatan penurunan stunting.
Sosialisasi ini diadakan dengan dua cara yaitu offline di 12 provinsi yang memiliki angka prevalensi dan angka absolut stunting tertinggi di Indonesia yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, Banten, Sumatera Utara, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Aceh, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, NTB, dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan sosialisasi dengan cara kombinasi tatap muka dan jarak jauh (hybrid) dibagi menjadi tiga regional dengan mempertimbangkan keseimbangan jumlah peserta setiap region.
RAN PASTI menjadi suatu peraturan turunan atau pedoman turunan dari Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang akan digunakan sebagai pedoman pelaksanaan. RAN PASTI sebagai upaya pemerintah pusat mengonsolidasikan atau mengonvergensikan kegiatan-kegiatan, program dan anggaran yang termasuk di dalamnya terdapat pemerintah daerah dan juga berbagai pemangku kepentingan serta sektor swasta.
"RAN PASTI ini sebenarnya turunan juga dari Stranas sebetulnya. Jadi kita tiga tahun ini punya strategi nasional. Di daerah memang tidak diperlukan RAD. Arahan dalam RAN PASTI ini disesuaikan dengan konteks daerah masing-masing," jelas Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres Suprayoga Hadi, dalam acara Sosialisasi RAN PASTI Regional I, Selasa (8/3/2022).
Baca Juga
Dalam acara yang diadakan hybrid di Jakarta dan daring melalui zoom meeting dan live streaming di akun YouTube BKKBNOfficial, tersebut, Suprayoga Hadi menambahkan, tiap daerah berbeda-beda dan pihaknya menyadari bahwa upaya percepatannya sudah tidak lama lagi untuk mencapai 14%. "Nanti kita lihat dari data yang akan kita sampaikan seperti DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Jambi ada beberapa yang sudah mendekati belasan persen dalam hal ini."
Hal itu, katanya, berbeda dengan yang masih di atas 25%. Jadi nanti akan ada perbedaan treatment antara satu daerah dengan daerah lain. "Jadi mudah-mudahan ini menjadi guideline bersama. RAN PASTI ini untuk diterjemahkan dikonversi menjadi rencana di masing-masing daerah sesuai dengan karakteristik permasalahan yang dihadapi masing-masing daerah," ujarnya.
Terdapat tiga pendekatan dalam pelaksanaan RAN PASTI. Pertama, dengan pendekatan keluarga berisiko stunting yang dilakukan dengan intervensi hulu yaitu pencegahan lahirnya bayi stunted dan penanganan balita stunting.
Kedua, melalui pendekatan multi sektor dan multipihak melalui PENTAHELIX yaitu menyediakan platform kerja sama antara pemerintah dan unsur pemangku kepentingan (dunia usaha, perguruan tinggi, masyarakat, dan media).
Ketiga, pendekatan intervensi gizi terpadu dengan melakukan intervensi spesifik dan sensitif yang berfokus pada program inkubasi yang memperhatikan kesehatan dan kecukupan gizi 3 bulan calon pengantin, ibu hamil, ibu masa interval, baduta dan balita didukung dengan penyediaan sanitasi, akses air bersih serta bansos.
Delapan provinsi yang masuk ke dalam Regional I sosialisasi RAN PASTI ini adalah Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, DKI Jakarta, dan Kalimantan Tengah. Angka prevalensi stunting menurut data SSGI Tahun 2021 di Sumatera Barat adalah sebesar 23,3%; Riau 22,3%; Kepulauan Riau 17,6%; Jambi 22,4%; Kepulauan Bangka Belitung 18,6%; Bengkulu 22,1%; DKI Jakarta 16,8%; dan Kalimantan Tengah 27,4%.
Dalam kesempatan yang sama, salah satu tim penyaji pusat Dian Kristiani Irawaty menjelaskan bahwa konvergensi layanan tingkat keluarga dalam RAN PASTI misalnya pada calon pengantin diberikan Tablet Penambah Darah (TTD), pendampingan kesehatan reproduksi dan edukasi gizi sejak 3 bulan pra-nikah, pemeriksaan status anemia (hemoglobin), mendapat tata laksana kesehatan dan gizi. Bagi ibu hamil mendapatkan minimal 90 TTD, pendampingan, ibu hamil yang kurang energi kronik (KEK) mendapat asupan gizi, ibu hamil dengan pertumbuhan janin terhambat (PJT) mendapat tata laksana kesehatan.
Untuk ibu masa interval atau pascapersalinan mendapatkan layanan keluarga berencana pascamelahirkan. Kemudian balita 0-23 bulan, bagi yang berat badan di bawah 2,5 kg dan tinggi badan di bawah 48 cm mendapatkan tatalaksana kesehatan dan gizi, bayi usia 6-23 bulan mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), balita 0-23 bulan dengan infeksi kronik mendapatkan tata laksana kesehatan, bila gizinya kurang mendapat tambahan asupan gizi, yang bergizi buruk mendapat tata laksana gizi buruk dan seterusnya.
Sosialisasi RAN PASTI diselenggarakan oleh BKKBN agar terbentuknya komitmen kepala daerah dan jajaran pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam percepatan penurunan stunting, terjalinnya koordinasi dan antara Tim percepatan Penurunan Stunting (TPPS) pusat, TPPS provinsi dan TPPS kabupaten/kota, dan adanya pemahaman yang sama dalam mengimplementasikan RAN PASTI dalam mendukung terget intervensi spesifik dan intervensi sensitif dalam percepatan penurunan stunting.
Sosialisasi ini diadakan dengan dua cara yaitu offline di 12 provinsi yang memiliki angka prevalensi dan angka absolut stunting tertinggi di Indonesia yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, Banten, Sumatera Utara, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Aceh, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, NTB, dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan sosialisasi dengan cara kombinasi tatap muka dan jarak jauh (hybrid) dibagi menjadi tiga regional dengan mempertimbangkan keseimbangan jumlah peserta setiap region.
(zik)