Pengamat: Sebelum Kritik Prabowo, PSI Harus Belajar Dulu soal Pertahanan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest dinilai gagal paham soal isu-isu pertahanan. Pendapat Pengamat Pertahanan dan Keamanan Robi Sugara itu menanggapi kritik PSI kepada pemerintah melalui Kementerian Pertahanan terkait pembelian alat utama sistem persenjataan ( alutsista ).
Menurut Robi Sugara, PSI tidak mengerti dua model ancaman yang sedang dihadapi oleh negara, yakni ancaman yang bersifat tradisional dan ancaman yang bersifat non-tradisional. “Sederhananya ancaman tradisional itu bersifat militer dan non tradisional itu antara lain seperti wabah Covid saat ini,” ujar Robi kepada wartawan, Sabtu (12/2/2022)
Robi menilai saat ini bukan hanya Indonesia, namun seluruh negara di dunia ini mengalami ancaman non-tradisional seperti wabah Covid-19 yang terus bermutasi dan mengancam perekonomian. Namun, ancaman dari luar yang bersifat militer, kata dia, masih terjadi dan suatu waktu bisa meningkat eskalasinya.
Dia memberikan contoh konflik di Laut China Selatan dengan kehadiran AUKUS sejak dirilis oleh Presiden Amerika Joe Biden pada September 2021. AUKUS merupakan singkatan dari Australia, United Kingdom, dan Unites States of America yang bersepakat menghalau kekuatan ekonomi dan militer China di Asia Pasifik.
“Selain itu di Eropa Timur, Rusia sedang terganggu oleh kehadiran NATO di sana. Dari AUKUS ini, Australia akan mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir buatan Amerika yang pasti akan membahayakan pertahanan laut kita,” kata alumni Strategic Studies, RSIS-NTU Singapura ini.
Karena situasi itulah, Robi berpendapat bahwa pembelian pesawat Jet Tempur Rafale generasi 4 dan 5 buatan Prancis oleh Kemenhan saat ini adalah langkah yang tepat dan moderat. Robi menilai langkah Prabowo itu tepat karena merespons secara tidak langsung kehadiran AUKUS di Asia Pasific.
“Dan sekaligus Kemenhan juga sedang mengincar dua kapal selam Scorpene buatan Prancis, dan langkah moderatnya karena membeli pesawat tempur SU-35 buatan Rusia dan F-35 buatan Amerika selain pertimbangan harga yang supermahal karena beresiko tinggi dampak tekanan dari kedua negara tersebut,” ujar Robi.
Robi pun membeberkan kekurangpahaman lainnya dari PSI adalah soal pemberitaan pembelian pesawat ini dipubliaksi secara resmi di halaman media sosial Kemenhan dengan menyebut pembelian itu merujuk pada perencanaan yang dilakukan oleh Kemenhan. “Sebetulnya mudah bagi PSI untuk meminta data secara detail terkait kontrak pembelian pesawat jet tempur tersebut,” pungkas Robi.
Diketahui, PSI mengkritik keputusan pemerintah dalam pengadaan pesawat tempur Dassault Rafale dan kapal selam Scorpene buatan Prancis. Menurut PSI, keputusan Kementerian Pertahanan (Kemhan) ini sebagai langkah yang tidak bijak di tengah kondisi pandemi yang masih menjadi ancaman serta perekonomian yang belum pulih. PSI juga meminta Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk transparan ke publik terkait pembelian alutsista.
Menurut Robi Sugara, PSI tidak mengerti dua model ancaman yang sedang dihadapi oleh negara, yakni ancaman yang bersifat tradisional dan ancaman yang bersifat non-tradisional. “Sederhananya ancaman tradisional itu bersifat militer dan non tradisional itu antara lain seperti wabah Covid saat ini,” ujar Robi kepada wartawan, Sabtu (12/2/2022)
Robi menilai saat ini bukan hanya Indonesia, namun seluruh negara di dunia ini mengalami ancaman non-tradisional seperti wabah Covid-19 yang terus bermutasi dan mengancam perekonomian. Namun, ancaman dari luar yang bersifat militer, kata dia, masih terjadi dan suatu waktu bisa meningkat eskalasinya.
Dia memberikan contoh konflik di Laut China Selatan dengan kehadiran AUKUS sejak dirilis oleh Presiden Amerika Joe Biden pada September 2021. AUKUS merupakan singkatan dari Australia, United Kingdom, dan Unites States of America yang bersepakat menghalau kekuatan ekonomi dan militer China di Asia Pasifik.
“Selain itu di Eropa Timur, Rusia sedang terganggu oleh kehadiran NATO di sana. Dari AUKUS ini, Australia akan mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir buatan Amerika yang pasti akan membahayakan pertahanan laut kita,” kata alumni Strategic Studies, RSIS-NTU Singapura ini.
Karena situasi itulah, Robi berpendapat bahwa pembelian pesawat Jet Tempur Rafale generasi 4 dan 5 buatan Prancis oleh Kemenhan saat ini adalah langkah yang tepat dan moderat. Robi menilai langkah Prabowo itu tepat karena merespons secara tidak langsung kehadiran AUKUS di Asia Pasific.
“Dan sekaligus Kemenhan juga sedang mengincar dua kapal selam Scorpene buatan Prancis, dan langkah moderatnya karena membeli pesawat tempur SU-35 buatan Rusia dan F-35 buatan Amerika selain pertimbangan harga yang supermahal karena beresiko tinggi dampak tekanan dari kedua negara tersebut,” ujar Robi.
Robi pun membeberkan kekurangpahaman lainnya dari PSI adalah soal pemberitaan pembelian pesawat ini dipubliaksi secara resmi di halaman media sosial Kemenhan dengan menyebut pembelian itu merujuk pada perencanaan yang dilakukan oleh Kemenhan. “Sebetulnya mudah bagi PSI untuk meminta data secara detail terkait kontrak pembelian pesawat jet tempur tersebut,” pungkas Robi.
Diketahui, PSI mengkritik keputusan pemerintah dalam pengadaan pesawat tempur Dassault Rafale dan kapal selam Scorpene buatan Prancis. Menurut PSI, keputusan Kementerian Pertahanan (Kemhan) ini sebagai langkah yang tidak bijak di tengah kondisi pandemi yang masih menjadi ancaman serta perekonomian yang belum pulih. PSI juga meminta Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk transparan ke publik terkait pembelian alutsista.
(rca)