Senandung Salawat dan Yatiman di Jantung Nahdliyin
loading...
A
A
A
Gubernur Khofifah menjalankan dengan ketat berbagai program pengentasan kemiskinan, antara lain: Jatim Puspa, Desa Berdaya, Bantuan Lansung Tunai, Sertifikat Gratis (PTSL), Elektrifikasi, Santunan Kematian Covid-19, BPJS Ketenagakerjaan, paket sembako dan berbagai program Pemprov telah disalurkan. "Alhamdulillah, semua berdampak positif terhadap percepatan pemulihan ekonomi dan penurunan kemiskinan," katanya.
Program intervensi Jatim Puspa (Pemberdayaan Usaha Perempuan), misalnya, Khofifah mengalokasikan anggaran Rp15,606 miliar untuk stimulan modal usaha produktif senilai Rp2,5 juta per keluarga penerima manfaat. Program tersebut menjangkau 5.294 KPM di 175 desa pada 30 kabupaten/kota se-Jatim. Sedangkan, Desa Berdaya diberikan sebagai reward kepada desa yang telah mampu meningkatkan kapasitasnya menjadi Desa Mandiri. Masing-masing Desa Mandiri mendapatkan reward sebesar Rp100 juta untuk 151 Desa Mandiri di 24 kabupaten dan Kota Batu.
Khofifah bercerita dirinya pernah bertemu tokoh kharismatik Sufi Muslim Lebanon-Amerika, Syaikh Muhammad Hisham al-Kabbani. Sang Guru Sufi itu mengatakan bahwa sangat mudah menemukan surga karena di Indonesia mudah mengumpulkan jamaiyah untuk bersalawat dan istiqomah dengan jumlah jamaah yang luar biasa.
Apa rahasia sukses Khofifah lainnya? Profesor M Mas'ud Said, sahabat dekat Khofifah, berbagi kisah pribadi. Bekas Koordinator Staf Khusus Menteri Sosial era Khofifah ini menuturkan kebiasaan Gubernur Jawa Timur itu.
"Khofifah itu santriwati NU tulen. Dia sangat berpegang pada aspek langitan, tak pernah meninggalkan salat malam. Setahu saya Beliau tak pernah absen menemui Tuhan di tengah malam. Sedangkan secara duniawi, Khofifah adalah seorang pekerja keras dan teguh menjalankan amanah," ujar Mas'ud Said yang kini diminta Khofifah mengawal Bank Jatim sebagai komisaris.
Mas'ud juga mengungkap cerita lain. Setelah Khofifah mengundurkan diri sebagai Menteri Sosial karena maju Pilgub Jatim, akan ada serah terima jabatan dengan menteri penggantinya. Betapa terkejutnya Mas'ud saat Khofifah bilang bahwa dia tak punya mobil yang pantas untuk datang ke acara serah terima itu. Mas'ud akhirnya memutar otak agar Khofifah bisa datang ke Kementerian Sosial untuk menghadiri acara, secara patut.
"Bayangkan, dia itu bekas Menteri Sosial yang baru menyerahkan jabatan. Padahal kalau kita lihat fakta, berapa banyak Menteri Sosial yang dicokok KPK?" ujarnya.
Khofifah Indar Parawansa memang politikus mumpuni. Perempuan kelahiran Surabaya, 19 Mei 1965 ini menghabiskan masa kecilnya di Surabaya. Saat mahasiswi dia mengambil dua jurusan yang berbeda di dua perguruan tinggi. Khofifah belajar politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga dan secara bersamaan belajar ilmu komunikasi dan agama di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah, Surabaya.
Karier politiknya dimulai saat berusia 27 tahun menjadi anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 1992-1997. Pada pemilu berikutnya, 1997, ia terpilih kembali menjadi anggota DPR. Pada periode ini, Khofifah hanya bertahan dua tahun. Karena pada waktu itu, tahun 1998, terjadi peralihan rezim Orde Baru ke Era Reformasi.
Pemilu digelar kembali pada 1999, pemilu pertama di Era Reformasi. Kali ini Khofifah berpindah partai ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai bentukan KH Abdurrahman Wahid. Khofifah terpilih sebagai anggota dewan, tetapi dia tidak lama bertugas di sana. Pada 1999, dia diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan oleh Presiden terpilih Abdurrahman Wahid pada Kabinet Persatuan Indonesia.
Program intervensi Jatim Puspa (Pemberdayaan Usaha Perempuan), misalnya, Khofifah mengalokasikan anggaran Rp15,606 miliar untuk stimulan modal usaha produktif senilai Rp2,5 juta per keluarga penerima manfaat. Program tersebut menjangkau 5.294 KPM di 175 desa pada 30 kabupaten/kota se-Jatim. Sedangkan, Desa Berdaya diberikan sebagai reward kepada desa yang telah mampu meningkatkan kapasitasnya menjadi Desa Mandiri. Masing-masing Desa Mandiri mendapatkan reward sebesar Rp100 juta untuk 151 Desa Mandiri di 24 kabupaten dan Kota Batu.
Khofifah bercerita dirinya pernah bertemu tokoh kharismatik Sufi Muslim Lebanon-Amerika, Syaikh Muhammad Hisham al-Kabbani. Sang Guru Sufi itu mengatakan bahwa sangat mudah menemukan surga karena di Indonesia mudah mengumpulkan jamaiyah untuk bersalawat dan istiqomah dengan jumlah jamaah yang luar biasa.
Apa rahasia sukses Khofifah lainnya? Profesor M Mas'ud Said, sahabat dekat Khofifah, berbagi kisah pribadi. Bekas Koordinator Staf Khusus Menteri Sosial era Khofifah ini menuturkan kebiasaan Gubernur Jawa Timur itu.
"Khofifah itu santriwati NU tulen. Dia sangat berpegang pada aspek langitan, tak pernah meninggalkan salat malam. Setahu saya Beliau tak pernah absen menemui Tuhan di tengah malam. Sedangkan secara duniawi, Khofifah adalah seorang pekerja keras dan teguh menjalankan amanah," ujar Mas'ud Said yang kini diminta Khofifah mengawal Bank Jatim sebagai komisaris.
Mas'ud juga mengungkap cerita lain. Setelah Khofifah mengundurkan diri sebagai Menteri Sosial karena maju Pilgub Jatim, akan ada serah terima jabatan dengan menteri penggantinya. Betapa terkejutnya Mas'ud saat Khofifah bilang bahwa dia tak punya mobil yang pantas untuk datang ke acara serah terima itu. Mas'ud akhirnya memutar otak agar Khofifah bisa datang ke Kementerian Sosial untuk menghadiri acara, secara patut.
"Bayangkan, dia itu bekas Menteri Sosial yang baru menyerahkan jabatan. Padahal kalau kita lihat fakta, berapa banyak Menteri Sosial yang dicokok KPK?" ujarnya.
Khofifah Indar Parawansa memang politikus mumpuni. Perempuan kelahiran Surabaya, 19 Mei 1965 ini menghabiskan masa kecilnya di Surabaya. Saat mahasiswi dia mengambil dua jurusan yang berbeda di dua perguruan tinggi. Khofifah belajar politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga dan secara bersamaan belajar ilmu komunikasi dan agama di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah, Surabaya.
Karier politiknya dimulai saat berusia 27 tahun menjadi anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 1992-1997. Pada pemilu berikutnya, 1997, ia terpilih kembali menjadi anggota DPR. Pada periode ini, Khofifah hanya bertahan dua tahun. Karena pada waktu itu, tahun 1998, terjadi peralihan rezim Orde Baru ke Era Reformasi.
Pemilu digelar kembali pada 1999, pemilu pertama di Era Reformasi. Kali ini Khofifah berpindah partai ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai bentukan KH Abdurrahman Wahid. Khofifah terpilih sebagai anggota dewan, tetapi dia tidak lama bertugas di sana. Pada 1999, dia diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan oleh Presiden terpilih Abdurrahman Wahid pada Kabinet Persatuan Indonesia.