Korupsi di Indonesia sudah jadi budaya
A
A
A
Sindonews.com - Perilaku korupsi yang terjadi di Indonesia diakui sudah menjadi suatu kebudayaan yang mendarah daging bagi warga Indonesia. Akibat sudah membudayanya perilaku korupsi itulah yang kemudian menjadi suatu kendala untuk memberantas tindak pidana korupsi.
Menurut Wakil Ketua MPR Hajriyanto Tohari,proses budaya dalam korupsi itu menjadi suatu kendala bagi penegak hukum di Indonesia. Padahal, menurut Tohari, undang undang di Indonesia yang mengatur tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia terbilang sudah cukup mumpuni walaupun belum maksimal.
“Disini ada persoalan budaya yang menjadi kendala persoalan korupsi. Kalau bukan persoalan budaya, kenapa proses kaderisasi dan regenerasi korupsi ini begitu sukses berlangsung di Indonesia,“ ujar Tohari dalam acara diskusi “Penyelanggara Negara Yang Bersih dari KKN“, di gedung DPR, Senayan, Senin (7/5/2012).
Menurut Tohari, kaderisasi dan generalisasi koruptor di Indonesia berjalan begitu subur. Hal tersebut, terlihat dari munculnya koruptor koruptor muda yang diwariskan dari koruptor yang lebih senior. Bahkan, Tohari mengistilahkan proses kaderisasi koruptor itu dengan sebutan “patah tumbuh hilang berganti“.
“Proses kaderisasi dan generisasi koruptor hampir sama dengan teroris. Lihat saja teroris itu ada yang berumur masih belia. Hal itu juga sama halnya dengan koruptor yang juga masih berumur belia,“ ujarnya.
Tohari juga menambahkan, budaya kasus korupsi itu juga tumbuh dalam masyarakat. Ketua DPP Partai Golkar tersebut menilai, masyarakat memiliki penilaian dan perilaku yang berbeda dengan para pelaku koruptor dibandingkan dengan pelaku asusila.
“Hukuman sosial masyarakat terhadap pelaku koruptor saat ini terlalu ringan karena mungkin karena sifat permisif masyarakat. Koruptor akan diperlakukan baik jika dia selalu memberikan sesuatu kepada masyarakat. Lain halnya jika dengan pelaku asusila yang akan langsung dihakimi,“ pungkasnya. (wbs)
Menurut Wakil Ketua MPR Hajriyanto Tohari,proses budaya dalam korupsi itu menjadi suatu kendala bagi penegak hukum di Indonesia. Padahal, menurut Tohari, undang undang di Indonesia yang mengatur tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia terbilang sudah cukup mumpuni walaupun belum maksimal.
“Disini ada persoalan budaya yang menjadi kendala persoalan korupsi. Kalau bukan persoalan budaya, kenapa proses kaderisasi dan regenerasi korupsi ini begitu sukses berlangsung di Indonesia,“ ujar Tohari dalam acara diskusi “Penyelanggara Negara Yang Bersih dari KKN“, di gedung DPR, Senayan, Senin (7/5/2012).
Menurut Tohari, kaderisasi dan generalisasi koruptor di Indonesia berjalan begitu subur. Hal tersebut, terlihat dari munculnya koruptor koruptor muda yang diwariskan dari koruptor yang lebih senior. Bahkan, Tohari mengistilahkan proses kaderisasi koruptor itu dengan sebutan “patah tumbuh hilang berganti“.
“Proses kaderisasi dan generisasi koruptor hampir sama dengan teroris. Lihat saja teroris itu ada yang berumur masih belia. Hal itu juga sama halnya dengan koruptor yang juga masih berumur belia,“ ujarnya.
Tohari juga menambahkan, budaya kasus korupsi itu juga tumbuh dalam masyarakat. Ketua DPP Partai Golkar tersebut menilai, masyarakat memiliki penilaian dan perilaku yang berbeda dengan para pelaku koruptor dibandingkan dengan pelaku asusila.
“Hukuman sosial masyarakat terhadap pelaku koruptor saat ini terlalu ringan karena mungkin karena sifat permisif masyarakat. Koruptor akan diperlakukan baik jika dia selalu memberikan sesuatu kepada masyarakat. Lain halnya jika dengan pelaku asusila yang akan langsung dihakimi,“ pungkasnya. (wbs)
()