Antisipasi Liburan Natal dan Tahun Baru, Vaksinasi Perlu Dipercepat

Kamis, 11 November 2021 - 19:38 WIB
loading...
Antisipasi Liburan Natal...
Puluhan warga tunanetra mengikuti vaksinasi Covid-19 di Gedung Medco, Jakarta, Senin (20/9/2021). FOTO/Kontributor MPI
A A A
JAKARTA - Penghujung 2021 di depan mata. Momentum libur Natal dan Tahun Baru 2022 dapat memicu pergerakan masyarakat secara besar-besaran, sehingga berpotensi memunculkan gelombang ketiga Covid-19. Pemerintah perlu mempercepat vaksinasi dan prosedur kesehatan dijalankan lebih ketat.

Lead Advokasi LaporCovid-19, Agus Sarwono mengatakan, tak satu pun orang berharap gelombang ketiga Covid-19 terjadi. Karenanya, antisipasi mesti diajukan. "Kita jangan dulu melakukan vaksinasi dosis III. Lebih baik fokus mencapai target vaksinasi 70%," katanya dalam diskusi daring bertajuk "Tantangan Vaksinasi Inklusif Bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan", seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (11/11/2021).

Persoalannya saat ini, kata dia, pembatasan mobilitas orang mulai berkurang dan masyarakat kembali beraktivitas. Kondisi ini dapat menjadi bumerang.

Baca juga: Pemerintah Kejar Target Vaksinasi Lansia Selesai Akhir Desember

Menurut Buyung Ridwan Tanjung, co-founder organisasi disabilitas Organisasi Harapan Nusantara (OHANA), kondisi Indonesia memang membaik. Namun, tren perbaikan ini rentan dan mengundang bahaya. "Sebab, rumah sakit mulai kosong, tingkat kesembuhan tinggi, lalu orang jadi lupa," katanya. Padahal, belum semua individu menerima vaksin, terutama kalangan penyandang disabilitas karena terkendala banyak hal seperti kekurangan informasi, serangan hoaks, akses vaksinasi tak memadai, hingga urusan lokasi dan bahasa isyarat.

Ganjalan serupa dalam program vaksinasi juga ditemui oleh masyarakat adat. Menurut Annas Radin Syarif, Ketua Tanggap Darurat Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), warga adat juga dihadapkan dengan hoaks, terpencilnya lokasi tinggal, sulitnya akses, serta kurangnya sosialisasi. "Kadang karena lama menunggu kedatangan vaksin, minat vaksin mereka turun," kata Anas.

Padahal, dengan makin mendekatnya akhir tahun, urusan vaksinasi jadi kian gawat dan pemberiannya perlu dipercepat. Ujung tahun adalah masa ketika banyak warga pulang ke kampung adat, atau pelancong menghabiskan liburan ke kawasan adat. "Dengan masuknya warga luar kawasan ini, berpotensi menularkan," ujarnya. Jika anggota masyarakat adat tak segera divaksinasi, kesehatan mereka terancam. Apalagi mereka tinggal di wilayah jauh dari layanan kesehatan: hal yang merepotkan jika badan sudah tertular.

Baca juga: BIN Maluku Sasar 2.000 Pelajar Vaksinasi di Maluku Tengah

Menurut data Kementerian Kesehatan per 10 November 2021, cakupan vaksinasi dosis I sudah mencapai 61,05% dari target 208,2 juta, atau sekitar 127,8 juta. Sedangkan dosis II masih 39,03% atau sekitar 81,2 juta orang.

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi mengamini potensi gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia jika bercermin dari kondisi di sejumlah negara Eropa. "Walau sudah bisa beraktivitas, tapi kita harus tetap waspada. Pandemi belum selesai. Pastikan prosedur kesehatan tetap jalan," ujarnya.

Menurut Nadia, program vaksinasi di Indonesia berjalan sesuai harapan. Sebelum Juli 2021, tidak ada skala prioritas tentang penerima vaksin. Fokusnya adalah melakukan penekanan pada kawasan rawan penularan. Karenanya, saat itu syarat Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk mendapatkan vaksin berlaku. Namun, melihat adanya kendala di lapangan, syarat NIK dihapus. "Setelah itu, siapa pun berhak dapat vaksin," ujarnya.

Kapasitas vaksinasi di Indonesia, katanya, mencapai 2,4 juta dosis per hari. Dalam urusan jumlah, Indonesia masuk 5 besar dunia. Secara keseluruhan, 202,27 juta dosis vaksin telah disuntikkan kepada lebih dari 124 juta orang. Dengan kemampuan ini, demikian proyeksi Kemenkes, pemerintah sudah bisa menyuntik 292,6 juta dosis vaksin pada Desember 2021, meliputi 168,56 juta (dosis I), dan 124,1 juta (dosis II). Diperkirakan pada akhir tahun nanti, vaksin dosis I bisa mencapai 80,9% dan dosis II 59,6%. Harapannya, kasus terus menurun dan gelombang ketiga tak tiba.

Agus, Buyung, dan Annas mengapresiasi kinerja pemerintah dalam vaksinasi. Namun masih ada kendala di lapangan. Menurut Annas, sosialisasi vaksin di Suku Badui masih kurang, sehingga warga ada yang menolak. Atau masih ada permintaan syarat NIK bagi penerima vaksin. "Sehingga mereka memilih tak divaksin," ujarnya.
Di kalangan penyandang disabilitas, kata Buyung, belum ada acuan tentang jumlah penyandang disabilitas yang menjadi pegangan. "Sehingga kami hanya mengambil data dari komunitas penyandang disabilitas," ujarnya.

Nadia yang memastikan penyandang disabilitas dan masyarakat adat merupakan prioritas sasaran vaksinasi, memahami bahwa rintangan masih banyak bertebaran. Desentralisasi dan kecepatan respons birokrasi menjadi persoalan. Kebijakan yang dikeluarkan belum tentu bisa dilaksanakan. Bahkan, kebijakan bisa ditafsirkan berbeda-beda oleh pemerintah daerah.

Penanganan COVID-19 ini bukan hanya dilakukan oleh kepala daerah, dinas sosial, atau Kementerian Kesehatan, tapi oleh banyak pihak. Dengan begitu, kolaborasi multisektor seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan. "Kita perlu menghilangkan ego sektoral," ujarnya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2116 seconds (0.1#10.140)