Ketua DPD Ingatkan Pentingnya Peran Keluarga untuk Membentuk Karakter Bangsa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan keluarga adalah satuan terkecil dalam pembentukan karakter bangsa . Hal itu dikatakan LaNyalla dalam Sosialisasi Empat Pilar yang digelar Senator asal DKI Jakarta sekaligus Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, Kamis (4/11/2021).
Tema yang diangkat dalam sosialisasi ini adalah 'Memperkokoh Ketahanan Keluarga dan Ekonomi melalui Nilai-Nilai Kebangsaan'. Menurut LaNyalla, keluarga juga berperan sebagai benteng ketahanan sosial sebuah bangsa.
"Oleh karena itu, saya mengajak semuanya untuk memberi kontribusi besar dalam memperkuat ketahanan keluarga Indonesia di tengah Pandemi, dengan penanaman dan penguatan nilai-nilai ajaran Islam kepada keluarga kita masing-masing," katanya.
Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, nilai-nilai universalitas yang diajarkan agama Islam juga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Artinya ajaran dan keyakinan agama, terutama Islam, pasti akan mampu menjawab semua persoalan di muka bumi ini.
"Saya yakin, keluarga yang Islami dan menerapkan serta menjalankan ajaran Islam akan lebih mampu menghadapi dampak Pandemi ini. Pemahaman mendasar tentang ajaran agama dan keyakinan iman inilah yang seharusnya terus menerus kita tanamkan kepada seluruh anggota keluarga dan masyarakat," paparnya.
LaNyalla merasa prihatin selama dua tahun belakangan keluarga dihantam pandemi Covid-19, mulai rapuhnya kesehatan mental dan psikologis keluarga, kesehatan fisik keluarga dan rapuhnya ketahanan keuangan atau ekonomi, bahkan kematian anggota keluarga akibat Pandemi Covid.
"Harus diakui beban terberat dalam keluarga ada di pundak ibu rumah tangga atau para istri. Karena perubahan pola hidup di masa Pandemi begitu cepat dan memaksa. Tugas perempuan di rumah bertambah besar," paparnya.
Sementara itu, ada ancaman besar di dalam keluarga seperti menurunnya penghasilan, atau bahkan terhentinya pemasukan keuangan akibat suami yang di-PHK. Hal itu akan berujung pada meningkatnya problematika rumah tangga.
"Termasuk meningkatnya eskalasi kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan meningkatnya perasaan stres dan ketidakstabilan emosi pasangan hidup. Ditambah adanya tugas mendampingi anak yang belajar daring," katanya.
Dampak pandemi di dalam keluarga semakin komplek dan nyaris tidak tersentuh oleh pemerintah secara langsung. Karena domain keluarga memang domain privat. Bukan domain publik. "Pemerintah sebatas menyentuh melalui beberapa skema program bantuan sosial. Atau menangani persoalan yang telah memasuki ranah hukum publik yang diatur melalui peraturan perundangan," tegasnya.
Beban dan penderitaan sebagian masyarakat, kata LaNyalla, semakin berat ketika Indonesia hari ini telah berubah dan semakin jauh dari DNA Asli bangsa ini.
Karena setelah amendemen Konstitusi di era Reformasi, pada tahun 1999 hingga 2002, Indonesia menjelma menjadi negara liberal kapitalistik.
"Ketidakadilan sosial semakin tergambar dengan jelas. Ketika negara melalui konstitusi dan peraturan perundangan memberi ruang bagi sekelompok orang untuk menumpuk kekayaan. Sehingga hampir 40 persen kekayaan negara ini dikuasai segelintir orang," paparnya.
Entitas keluarga lebih menderita lagi, ketika kerekatan sosial atau
kohesi sosial sebagai bangsa semakin tereduksi karena perubahan pola hidup di masyarakat. Nilai-nilai luhur gotong royong, saling asah, asih, asuh telah memudar, digantikan dengan nilai-nilai hedonis dan individualistik.
"Sungguh melukai saudara-saudara kita yang tertimpa musibah akibat Pandemi Covid. Di sinilah pentingnya nilai-nilai kebangsaan yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa harus kita jadikan sebagai perekat kembali bangsa ini."
Oleh karena itu, kata LaNyalla, DPD RI menggulirkan rencana amendemen Konstitusi perubahan ke-5, untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Tema yang diangkat dalam sosialisasi ini adalah 'Memperkokoh Ketahanan Keluarga dan Ekonomi melalui Nilai-Nilai Kebangsaan'. Menurut LaNyalla, keluarga juga berperan sebagai benteng ketahanan sosial sebuah bangsa.
"Oleh karena itu, saya mengajak semuanya untuk memberi kontribusi besar dalam memperkuat ketahanan keluarga Indonesia di tengah Pandemi, dengan penanaman dan penguatan nilai-nilai ajaran Islam kepada keluarga kita masing-masing," katanya.
Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, nilai-nilai universalitas yang diajarkan agama Islam juga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Artinya ajaran dan keyakinan agama, terutama Islam, pasti akan mampu menjawab semua persoalan di muka bumi ini.
"Saya yakin, keluarga yang Islami dan menerapkan serta menjalankan ajaran Islam akan lebih mampu menghadapi dampak Pandemi ini. Pemahaman mendasar tentang ajaran agama dan keyakinan iman inilah yang seharusnya terus menerus kita tanamkan kepada seluruh anggota keluarga dan masyarakat," paparnya.
LaNyalla merasa prihatin selama dua tahun belakangan keluarga dihantam pandemi Covid-19, mulai rapuhnya kesehatan mental dan psikologis keluarga, kesehatan fisik keluarga dan rapuhnya ketahanan keuangan atau ekonomi, bahkan kematian anggota keluarga akibat Pandemi Covid.
"Harus diakui beban terberat dalam keluarga ada di pundak ibu rumah tangga atau para istri. Karena perubahan pola hidup di masa Pandemi begitu cepat dan memaksa. Tugas perempuan di rumah bertambah besar," paparnya.
Sementara itu, ada ancaman besar di dalam keluarga seperti menurunnya penghasilan, atau bahkan terhentinya pemasukan keuangan akibat suami yang di-PHK. Hal itu akan berujung pada meningkatnya problematika rumah tangga.
"Termasuk meningkatnya eskalasi kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan meningkatnya perasaan stres dan ketidakstabilan emosi pasangan hidup. Ditambah adanya tugas mendampingi anak yang belajar daring," katanya.
Baca Juga
Dampak pandemi di dalam keluarga semakin komplek dan nyaris tidak tersentuh oleh pemerintah secara langsung. Karena domain keluarga memang domain privat. Bukan domain publik. "Pemerintah sebatas menyentuh melalui beberapa skema program bantuan sosial. Atau menangani persoalan yang telah memasuki ranah hukum publik yang diatur melalui peraturan perundangan," tegasnya.
Beban dan penderitaan sebagian masyarakat, kata LaNyalla, semakin berat ketika Indonesia hari ini telah berubah dan semakin jauh dari DNA Asli bangsa ini.
Karena setelah amendemen Konstitusi di era Reformasi, pada tahun 1999 hingga 2002, Indonesia menjelma menjadi negara liberal kapitalistik.
"Ketidakadilan sosial semakin tergambar dengan jelas. Ketika negara melalui konstitusi dan peraturan perundangan memberi ruang bagi sekelompok orang untuk menumpuk kekayaan. Sehingga hampir 40 persen kekayaan negara ini dikuasai segelintir orang," paparnya.
Entitas keluarga lebih menderita lagi, ketika kerekatan sosial atau
kohesi sosial sebagai bangsa semakin tereduksi karena perubahan pola hidup di masyarakat. Nilai-nilai luhur gotong royong, saling asah, asih, asuh telah memudar, digantikan dengan nilai-nilai hedonis dan individualistik.
"Sungguh melukai saudara-saudara kita yang tertimpa musibah akibat Pandemi Covid. Di sinilah pentingnya nilai-nilai kebangsaan yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa harus kita jadikan sebagai perekat kembali bangsa ini."
Oleh karena itu, kata LaNyalla, DPD RI menggulirkan rencana amendemen Konstitusi perubahan ke-5, untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
(zik)