Sekjen Barikade 98 Geram Isu PCR Dimanfaatkan untuk Mendorong Reshuffle

Kamis, 04 November 2021 - 16:06 WIB
loading...
Sekjen Barikade 98 Geram...
Sekjen Barikade 98 mengaku geram isu PCR dimanfaatkan untuk mendorong wacana reshuffle. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Aktivis 98 yang tergabung dalam Barikade 98 menilai penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia merupakan hal yang paling krusial. Sebab, pandemi bukan hanya mengganggu ekonomi dan politik tapi juga membunuh lebih dari 143.000 anak bangsa.

Staf Khusus Wakil Presiden (Wapres) Arif Rahman mengatakan, Indonesia masih tergolong beruntung, kerja sama dan soliditas stakeholders bangsa ini membuat penanganan pandemi relatif terkendali dengan korban berhasil ditekan seminimal mungkin. Namun, kerja keras pemerintah bersama masyarakat dalam rangka memerangi pandemi ini belum usai mengingat dunia tengah bersiap menghadapi gelombang ke-3.



Untuk itu, pihaknya mengecam adanya sejumlah isu yang secara langsung memfitnah pemerintah selaku penanggung jawab penanganan pandemi dengan menggulirkan isu reshuffle. "Saya lihat isu seperti PCR ini semata-mata diluncurkan hanya untuk menyalurkan hasrat politik terkait ilusi akan adanya reshuffle," kata Arif, Kamis (4/11/2021).

Sekjen Barikade 98 ini menilai, isu seperti PCR ini digarap secara masif dan sistematis. Sebab, selain melibatkan sejumlah buzzer politik. Tentu tak mudah mengorkestrasi isu sedemikian rupa. Arif menyayangkan isu-isu murahan ini digunakan untuk mendorong wacana pergantian kabinet tanpa mempertimbangkan dampak psikologis ke masyarakat.



”Isu-isu yang digunakan pun sebenarnya lemah dan tidak punya fakta, namun karena disajikan dengan bahasa yang mencekam dan diamplifikasi oleh buzzer, maka seolah-olah yang diberitakan ini adalah sebuah fakta,” ujarnya.

Arif membantah bila perusahaan Menteri Menko Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan beserta Menteri BUMN Erick Thohir turut menerima keuntungan dari swab PCR. Menurutnya, kedua menteri tersebut sama-sama tidak lagi menjadi pemilik saham mayoritas pada perusahaannya masing-masing.

Erick Thohir bahkan telah melepaskan diri dari entitas bisnisnya pascaditunjuk sebagai Menteri. Justru logikanya, kata Arif, penurunan harga PCR akan merugikan perusahaan yang turut andil dalam membantu pemerintah memenuhi kebutuhan tracing dan tracking. "Lagian, kebijakan PCR bukan berada di ranah Menteri BUMN, tapi berada di ranah Kemenkes,” pungkasnya.

Harga PCR yang dianggap mahal ketimbang yang digunakan di India itu tidak sebanding. Berdasarkan informasi yang didapat Arif, swab test India menggunakan produk dalam negeri yang belum tersertifikasi internasional. Padahal, jika dibanding negara-negara di dunia, Indonesia termasuk 10% negara dengan tarif swab paling terjangkau.

Pascainstruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi), tarif tes PCR tidak boleh lebih dari Rp300.000. Arif mencontohkan harga di sejumlah negara, Malaysia sebesar RM 150 atau setara dengan Rp513.218, Singapura 125 SGD-160 SGD atau setara dengan Rp1.318.000-Rp1.687.000.

Di Filipina seharga 2.460 PHP-3.360 PHP atau setara dengan Rp689.000-Rp945.000, Vietnam: 734.000 atau setara dengan Rp455.000, Thailand: 4.000 TBH atau setara dengan Rp1.700.000. “Saya mengutuk siapapun yang mengusung isu ini, karena ini secara langsung merusak kredibilitas pemerintah dalam menangani pandemi. Kunci keberhasilan penekanan korban di pandemi gelombang I dan II adalah adanya kepercayaan masyarakat dan gotong royong antara pemerintah dan sesama masyarakat sehingga kerja penanganan termasuk vaksinasi, bisa berjalan massif,” ucapnya.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1843 seconds (0.1#10.140)