Profil 4 Tokoh yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Jokowi akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada empat tokoh pada 10 November 2021 di Istana Bogor, Jawa Barat. Pemberian gelar itu telah ditetapkan melalui Keputusan Presiden nomor 109/TK/2021 tentang Penganugerahan Pahlawan Nasional.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan, empat tokoh yang akan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional itu adalah Tombolotutu dari Sulawesi Tengah, Sultan Aji Muhammad Idris dari Kalimantan Timur, Sutradara film Aji Usmar Ismail dari DKI Jakarta, Raden Ayra Wangsakara dari Banten,
"Gelar pahlawan nasional nanti akan diserahkan secara resmi kepada keluarga para almarhum di Istana Bogor. Kalau tidak berubah, persis pada hari Pahlawan 10 November," kata Mahfud selaku Ketua Dewan Gelar dan Tanda Kehormatan (DGTK) di Aula Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (28/10/2021).
Baca juga: Jokowi Beri Gelar Pahlawan Nasional 4 Tokoh Provinsi, Ini Daftarnya
Berikut ini profil 4 tokoh yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 10 November 2021 mendatang:
1. Tombolotutu, Provinsi Sulawesi Tengah
Sejak 1990-an, upaya untuk menjadikan Tombolotutu sebagai Pahlawan Nasional asal Sulawesi Tengah sudah dilakukan. Tidak hanya di kalangan peneliti dan orang terkemuka, harapan untuk menjadikan Tombolotutu sebagai Pahlawan Nasional juga banyak disuarakan oleh kalangan masyarakat. Namun, adanya hambatan berupa kurangnya data berupa dokumen resmi mengenai dirinya menjadikan niat tersebut tertunda.
Tombolotutu merupakan seorang raja di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Ia diketahui ikut turun dan melawan penjajah Belanda di garda terdepan. Mengutip sumber, untuk melawan Tombolotutu, Belanda harus mengerahkan Marmose, pasukan khusus Belanda yang pernah diturunkan saat Perang Diponegoro dan Perang Aceh. Sebanyak 170 pasukan dikerahkan Belanda untuk melawan Tombolotutu kala itu.
2. Sultan Aji Muhammad Idris, Provinsi Kalimantan Timur
Ia merupakan Sultan ke-14 dari Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, dan diketahui memerintah sejak 1735 hingga 1778. Dikenal juga sebagai Sultan pertama yang memiliki nama bernuansa Islam. Sultan Aji Muhammad Idris terkenal karena pernah berangkat ke tanah Wajo, Sulawesi Selatan untuk bertempur melawan Veerenigde Oostindische Compagnie (VOC) bersama rakyat Bugis. Keterlibatannya dalam upaya memukul mundur VOC adalah karena keterbatasan kerajaan-kerajaan di Indonesia dalam berdagang sejak pendudukan VOC di Indonesia. Ia terlibat pertempuran dan berakhir gugur di medan perang.
Selain perannya dalam melawan VOC, Sultan Aji Muhammad Idris juga berperan dalam mengubah status kerajaan yang tadinya digunakan oleh Kutai Kertanegara menjadi kesultanan. Ia juga merupakan pemimpin pertama Kutai Kertanegara yang memerintah dengan gelar Sultan.
3. Haji Usmar Ismail, Provinsi DKI Jakarta
Komite Festival Film Indonesia (FFI) mengusulkan diangkatnya Haji Usmar Ismail sebagai pahlawan nasional atas jasanya di bidang perfilman. Usmar Ismail dikenal sebagai Bapak Perfilman Indonesia karena karya-karyanya yang apik. Sepanjang perjalanan karirnya, ia telah membuat 30 judul film. Tidak hanya itu, Ia juga turut andil dalam mengarahkan pembuatan film yang pertama kali diproduksi Indonesia setelah menjadi negara yang berdaulat.
Ia juga sempat mendirikan sebuah kelompok drama bernama Maya pada 1943. Kelompok ini kemudian menjadi pelopor format teater modern Indonesia. Sebelum mengangkatnya menjadi pahlawan nasional, pemerintah telah mengabadikan sebuah gedung perfilman yang diberi nama Pusat Perfilman Usmar Ismail di Kuningan, Jakarta Selatan.
4. Raden Arya Wangsakara, Provinsi Banten
Dikenal sebagai pendiri wilayah Tangerang, Raden Arya Wangsakara merupakan keturunan Raja Sumedang Larang, Sultan Syarif Abdulrohman. Ia dikenal sebagai pejuang dan ulama penyebar ajaran Islam. Bersama Aria Santika dan Aria Yuda Negara, ia lari ke Tangerang lantaran tidak menyetujui keputusan saudara kandungnya yang memihak VOC dan menetap di tepian Sungai Cisadane.
Di sana, ia aktif menyebarkan agama Islam, yang dianggap membahayakan oleh pihak VOC. Karenanya, VOC mendirikan benteng di sebelah timur Sungai Cisadane dan memprovokasi warga sekitar. Hal inilah yang menjadi pemicu cekcok antara penjajah dan rakyat Tangerang. Perjuangan Raden Arya Wangsakara membuahkan hasil, VOC tetap berakhir dengan kegagalan dalam merebut kekuasaan wilayah tersebut.
*Dilansir dari berbagai sumber
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan, empat tokoh yang akan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional itu adalah Tombolotutu dari Sulawesi Tengah, Sultan Aji Muhammad Idris dari Kalimantan Timur, Sutradara film Aji Usmar Ismail dari DKI Jakarta, Raden Ayra Wangsakara dari Banten,
"Gelar pahlawan nasional nanti akan diserahkan secara resmi kepada keluarga para almarhum di Istana Bogor. Kalau tidak berubah, persis pada hari Pahlawan 10 November," kata Mahfud selaku Ketua Dewan Gelar dan Tanda Kehormatan (DGTK) di Aula Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (28/10/2021).
Baca juga: Jokowi Beri Gelar Pahlawan Nasional 4 Tokoh Provinsi, Ini Daftarnya
Berikut ini profil 4 tokoh yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 10 November 2021 mendatang:
1. Tombolotutu, Provinsi Sulawesi Tengah
Sejak 1990-an, upaya untuk menjadikan Tombolotutu sebagai Pahlawan Nasional asal Sulawesi Tengah sudah dilakukan. Tidak hanya di kalangan peneliti dan orang terkemuka, harapan untuk menjadikan Tombolotutu sebagai Pahlawan Nasional juga banyak disuarakan oleh kalangan masyarakat. Namun, adanya hambatan berupa kurangnya data berupa dokumen resmi mengenai dirinya menjadikan niat tersebut tertunda.
Tombolotutu merupakan seorang raja di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Ia diketahui ikut turun dan melawan penjajah Belanda di garda terdepan. Mengutip sumber, untuk melawan Tombolotutu, Belanda harus mengerahkan Marmose, pasukan khusus Belanda yang pernah diturunkan saat Perang Diponegoro dan Perang Aceh. Sebanyak 170 pasukan dikerahkan Belanda untuk melawan Tombolotutu kala itu.
2. Sultan Aji Muhammad Idris, Provinsi Kalimantan Timur
Ia merupakan Sultan ke-14 dari Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, dan diketahui memerintah sejak 1735 hingga 1778. Dikenal juga sebagai Sultan pertama yang memiliki nama bernuansa Islam. Sultan Aji Muhammad Idris terkenal karena pernah berangkat ke tanah Wajo, Sulawesi Selatan untuk bertempur melawan Veerenigde Oostindische Compagnie (VOC) bersama rakyat Bugis. Keterlibatannya dalam upaya memukul mundur VOC adalah karena keterbatasan kerajaan-kerajaan di Indonesia dalam berdagang sejak pendudukan VOC di Indonesia. Ia terlibat pertempuran dan berakhir gugur di medan perang.
Selain perannya dalam melawan VOC, Sultan Aji Muhammad Idris juga berperan dalam mengubah status kerajaan yang tadinya digunakan oleh Kutai Kertanegara menjadi kesultanan. Ia juga merupakan pemimpin pertama Kutai Kertanegara yang memerintah dengan gelar Sultan.
3. Haji Usmar Ismail, Provinsi DKI Jakarta
Komite Festival Film Indonesia (FFI) mengusulkan diangkatnya Haji Usmar Ismail sebagai pahlawan nasional atas jasanya di bidang perfilman. Usmar Ismail dikenal sebagai Bapak Perfilman Indonesia karena karya-karyanya yang apik. Sepanjang perjalanan karirnya, ia telah membuat 30 judul film. Tidak hanya itu, Ia juga turut andil dalam mengarahkan pembuatan film yang pertama kali diproduksi Indonesia setelah menjadi negara yang berdaulat.
Ia juga sempat mendirikan sebuah kelompok drama bernama Maya pada 1943. Kelompok ini kemudian menjadi pelopor format teater modern Indonesia. Sebelum mengangkatnya menjadi pahlawan nasional, pemerintah telah mengabadikan sebuah gedung perfilman yang diberi nama Pusat Perfilman Usmar Ismail di Kuningan, Jakarta Selatan.
4. Raden Arya Wangsakara, Provinsi Banten
Dikenal sebagai pendiri wilayah Tangerang, Raden Arya Wangsakara merupakan keturunan Raja Sumedang Larang, Sultan Syarif Abdulrohman. Ia dikenal sebagai pejuang dan ulama penyebar ajaran Islam. Bersama Aria Santika dan Aria Yuda Negara, ia lari ke Tangerang lantaran tidak menyetujui keputusan saudara kandungnya yang memihak VOC dan menetap di tepian Sungai Cisadane.
Di sana, ia aktif menyebarkan agama Islam, yang dianggap membahayakan oleh pihak VOC. Karenanya, VOC mendirikan benteng di sebelah timur Sungai Cisadane dan memprovokasi warga sekitar. Hal inilah yang menjadi pemicu cekcok antara penjajah dan rakyat Tangerang. Perjuangan Raden Arya Wangsakara membuahkan hasil, VOC tetap berakhir dengan kegagalan dalam merebut kekuasaan wilayah tersebut.
*Dilansir dari berbagai sumber
(abd)