Perlu Kolaborasi Semua Elemen dalam Mengatasi Stunting di Indonesia

Sabtu, 09 Oktober 2021 - 16:29 WIB
loading...
Perlu Kolaborasi Semua Elemen dalam Mengatasi Stunting di Indonesia
Direktur SEAMEO RECFON Muchtaruddin Mansyur mengatakan, penanganan stunting di Indonesia alami kemajuan. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Angka penanganan gizi buruk dan stunting menunjukkan kemajuan meski mengalami tantangan selama pandemi Covid-19.

Hal itu diungkapkan Direktur SEAMEO RECFON Muchtaruddin Mansyur dalam webinar “Action Against Stunting Day” yang dilaksanakan secara global sebagai bagian dari Studi Action Against Stunting Hub (AASH) yang didanai UK Research and Innovation Global Challenges Research Fund (UKRI-GCRF).

”Action Against Stunting Day bertujuan untuk menguatkan kembali komitmen dan aksi dalam mencapai penurunan stunting secara global, mempromosikan dialog dan advokasi mengenai SDG2, mengidentifikasi prioritas dan visi bersama untuk penurunan stunting, serta menumbuhkan rasa kebersamaan dengan menyatukan berbagai aktor dan generasi,” ujarnya, Sabtu (9/10/2021).

Muchtaruddin Mansyur mengatakan, berbagai program terus digencarkan untuk mencapai visi Indonesia 2024 dan target SGDs guna menghapus semua masalah gizi buruk khususnya stunting. ”Dalam mencapai target penumpasan stunting, seluruh elemen baik pemerintah maupun non pemerintah harus saling berkolaborasi. Pengambil kebijakan, akademisi, polisi, pebisnis dan organisasi juga harus masif ikut menyuarakan isu penumpasan permasalah stunting,” katanya.

Mantan Kepala BNPB sekaligus Satgas Covid-19 pada 2020-2021 yang kini membina Yayasan Kita Jaga Alam Letjen TNI (Purn) Doni Monardo menyampaikan perlunya digalakkan pangan lokal dan pangan hewani untuk pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas di Indonesia.

"Dengan aktif menginisiasi kerja sama berbagai pemangku kepentingan yang merupakan pendekatan pentahelix, diharapkan nantinya dapat membantu percepatan pelaksanaan program percepatan penurunan stunting terlebih di tengah kondisi pandemi dan paska pandemi Covid-19," jelasnya.

Peneliti senior SEAMEO RECFON dan Country Lead AASH Indonesia, Umi Fahmida menyampaikan AASH adalah studi inter-disiplin yang dilaksanakan di tiga negara yakni, India, Indonesia, dan Senegal di mana Lombok Timur menjadi lokasi studi di Indonesia. AASH bertujuan untuk mempelajari tipologi faktor-faktor yang membentuk jalur menuju stunting (stunting typology) dengan pendekatan anak secara utuh (whole child approach) termasuk komponen fisik (gizi, epigenetik, kesehatan saluran cerna), lingkungan pengasuhan, pendidikan dan pangan. ”Dari studi ini diharapkan akan dihasilkan alat pendukung kebijakan (decision support tool) nasional dan lokal yang relevan dalam upaya pencegahan dan percepatan penurunan stunting,” katanya.

Ketua Umum Nasyiatul Aisyiyah Diyah Puspitarini mengatakan masyarakat sipil merupakan salah satu pemeran penting dalam percepatan pengurangan stunting. Dia mengklaim Lazismu ikut berperan dalam menangani stunting di Indonesia. "Kontribusi program Lazismu sebagai salah satu program pencegahan stunting bertajuk Peningkatan Kemampuan Gizi Seimbang Seluruh Indonesia di 34 Provinsi dan 462 Kabupaten/Kota," jelasnya.

Kondisi pandemi Covid-19 diperkirakan akan meningkatkan jumlah anak stunting di dunia. Oleh karenanya pencegahan dan penurunan stunting memerlukan penanganan interdisiplin serta keterlibatan berbagai pihak. “Selaras dengan konvergensi stunting yang melibatkan multi-sektor, tim peneliti dari berbagai disiplin ilmu, elemen pemerintah, non-pemerintah dan masyarakat semuanya mempunyai peran dalam melawan stunting. Itulah semangat yang ingin dikuatkan dalam peringatan Action Against Stunting Day ini,” ucapnya.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1872 seconds (0.1#10.140)