Catat, Warga Harus Cantumkan NIK dan NPWP dalam Pelayanan Publik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2021 tentang Pencantuman dan Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam pelayanan publik .
Dalam Pasal 3 Ayat (1) beleid itu disebutkan penyelenggara pelayanan publik mensyaratkan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP penerima layanan.
Lalu dalam Pasal 3 Ayat (2) dijelaskan tujuan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP kepada penerima layanan publik dimaksudkan sebagai penanda identitas untuk setiap pemberian pelayanan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atau, pencatuman NIK/NPWP kepada masyarakat yang mengajukan permohonan pelayanan publik sebagai penanda identitas untuk setiap data penerima pelayanan yang statusnya masih aktif di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya pada Pasal 4 Ayat (1) disebutkan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. NIK sebagai penanda identitas bagi orang pribadi yang belum memiliki NPWP;
b. NIK dan NPWP sebagai penanda identitas bagi orang pribadi yang telah memiliki NPWP; dan
c. NPWP sebagai penanda identitas bagi Badan dan orang asing yang tidak memiliki NIK.
Ketentuan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP sebagaimana dimaksud dikecualikan untuk pemberian pelayanan publik kepada orang asing yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak diwajibkan untuk memiliki NIK dan/atau NPWP.
Penyelenggara pelayanan publik menyampaikan permintaan validasi pencantuman NIK dan/ atau NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c kepada:
a. Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk NIK; dan
b. Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak untuk NPWP.
Penyampaian sebagaimana dimaksud dilakukan melalui sistem informasi yang terintegrasi. Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan sistem informasi tidak dapat berfungsi, penyampaian sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6 Ayat (1) menyebutkan Kemendagri melalui Dutjen Dukcapil bertanggung jawab atas keakuratan dan validitas data kependudukan berbasis NIK. Lalu Ayat (2) menyebutkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak bertanggung jawab atas keakuratan dan validitas NPWP.
"Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak memberikan hasil validasi pencantuman NIK dan/atau NPWP kepada penyelenggara melalui sistem informasi yang terintegrasi," demikian isi Pasal 7 Perpres 83/2021.
Untuk menjaga keakuratan dan validitas, Kemendagri melalui Ditjen Dukcapil dan Kemenkeu melalui Ditjen Pajak melakukan pemadanan dan
pemutakhiran Data Kependudukan dan basis data perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d secara berkelanjutan.
Pemadanan dan pemutakhiran Data Kependudukan dan basis data perpajakan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan ketentuan:
a. Kemenkeu melalui Ditjen Pajak memberikan data identitas wajib pajak berbasis NPWP kepada Kemendagri melalui Ditjen Dukcapil.
b. Kemendagri melalui Ditjen Dukcapil melakukan pemadanan terhadap data yang diberikan oleh Kemenkeu melalui Ditjen Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan
c. Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil memberikan:
1. data hasil pemadanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; dan
2. Data Kependudukan berbasis NIK yang belum memiliki NPWP sesuai dengan jenis pekerjaan secara bertahap kepada Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak.
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil berkoordinasi untuk menyusun tata cara pelaksanaan pemadanan dan pemutakhiran data kependudukan dan basis data perpajakan secara berkelanjutan.
Pengawasan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a sampai dengan huruf d dilakukan oleh:
a. Aparat pengawasan intern pemerintah untuk penyelenggara yang berstatus instansi pemerintah; dan
b. Lembaga atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pengawasan untuk penyelenggara yang berstatus instansi nonpemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Data penerima layanan yang telah dilengkapi NIK dan/atau NPWP dan telah tervalidasi dapat dibagipakaikan serta dimanfaatkan untuk:
a. pencegahan tindak pidana korupsi;
b. pencegahan tindak pidana pencucian uang;
c. kepentingan perpajakan;
d. pemutakhiran data identitas dalam data kependudukan; dan
e. tujuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembagipakaian dan pemanfaatan data penerima layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Penyelenggara wajib melindungi kerahasiaan data penerima layanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan," demikian isi Pasal 11 Perpres 83/2021.
Penyelenggara pelayanan publik harus menyelesaikan pencantuman NIK dan/atau NPWP untuk setiap data penerima pelayanan yang statusnya masih aktif di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Presiden ini.
Perpres 83/2021 diteken Presiden Jokowi pada 9 September 2021 dan diundangkan oleh Menkumham Yasonna H. Laoly pada tanggal yang sama.
Dalam Pasal 3 Ayat (1) beleid itu disebutkan penyelenggara pelayanan publik mensyaratkan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP penerima layanan.
Lalu dalam Pasal 3 Ayat (2) dijelaskan tujuan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP kepada penerima layanan publik dimaksudkan sebagai penanda identitas untuk setiap pemberian pelayanan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atau, pencatuman NIK/NPWP kepada masyarakat yang mengajukan permohonan pelayanan publik sebagai penanda identitas untuk setiap data penerima pelayanan yang statusnya masih aktif di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya pada Pasal 4 Ayat (1) disebutkan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. NIK sebagai penanda identitas bagi orang pribadi yang belum memiliki NPWP;
b. NIK dan NPWP sebagai penanda identitas bagi orang pribadi yang telah memiliki NPWP; dan
c. NPWP sebagai penanda identitas bagi Badan dan orang asing yang tidak memiliki NIK.
Ketentuan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP sebagaimana dimaksud dikecualikan untuk pemberian pelayanan publik kepada orang asing yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak diwajibkan untuk memiliki NIK dan/atau NPWP.
Penyelenggara pelayanan publik menyampaikan permintaan validasi pencantuman NIK dan/ atau NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c kepada:
a. Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk NIK; dan
b. Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak untuk NPWP.
Penyampaian sebagaimana dimaksud dilakukan melalui sistem informasi yang terintegrasi. Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan sistem informasi tidak dapat berfungsi, penyampaian sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6 Ayat (1) menyebutkan Kemendagri melalui Dutjen Dukcapil bertanggung jawab atas keakuratan dan validitas data kependudukan berbasis NIK. Lalu Ayat (2) menyebutkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak bertanggung jawab atas keakuratan dan validitas NPWP.
"Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak memberikan hasil validasi pencantuman NIK dan/atau NPWP kepada penyelenggara melalui sistem informasi yang terintegrasi," demikian isi Pasal 7 Perpres 83/2021.
Untuk menjaga keakuratan dan validitas, Kemendagri melalui Ditjen Dukcapil dan Kemenkeu melalui Ditjen Pajak melakukan pemadanan dan
pemutakhiran Data Kependudukan dan basis data perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d secara berkelanjutan.
Pemadanan dan pemutakhiran Data Kependudukan dan basis data perpajakan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan ketentuan:
a. Kemenkeu melalui Ditjen Pajak memberikan data identitas wajib pajak berbasis NPWP kepada Kemendagri melalui Ditjen Dukcapil.
b. Kemendagri melalui Ditjen Dukcapil melakukan pemadanan terhadap data yang diberikan oleh Kemenkeu melalui Ditjen Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan
c. Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil memberikan:
1. data hasil pemadanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; dan
2. Data Kependudukan berbasis NIK yang belum memiliki NPWP sesuai dengan jenis pekerjaan secara bertahap kepada Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak.
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil berkoordinasi untuk menyusun tata cara pelaksanaan pemadanan dan pemutakhiran data kependudukan dan basis data perpajakan secara berkelanjutan.
Pengawasan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a sampai dengan huruf d dilakukan oleh:
a. Aparat pengawasan intern pemerintah untuk penyelenggara yang berstatus instansi pemerintah; dan
b. Lembaga atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pengawasan untuk penyelenggara yang berstatus instansi nonpemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Data penerima layanan yang telah dilengkapi NIK dan/atau NPWP dan telah tervalidasi dapat dibagipakaikan serta dimanfaatkan untuk:
a. pencegahan tindak pidana korupsi;
b. pencegahan tindak pidana pencucian uang;
c. kepentingan perpajakan;
d. pemutakhiran data identitas dalam data kependudukan; dan
e. tujuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembagipakaian dan pemanfaatan data penerima layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Penyelenggara wajib melindungi kerahasiaan data penerima layanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan," demikian isi Pasal 11 Perpres 83/2021.
Penyelenggara pelayanan publik harus menyelesaikan pencantuman NIK dan/atau NPWP untuk setiap data penerima pelayanan yang statusnya masih aktif di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Presiden ini.
Perpres 83/2021 diteken Presiden Jokowi pada 9 September 2021 dan diundangkan oleh Menkumham Yasonna H. Laoly pada tanggal yang sama.
(kri)