Kala Gus Dur Tunjuk Jenderal AL Jadi Panglima TNI, Dobrak Tradisi Lama

Sabtu, 25 September 2021 - 05:31 WIB
loading...
Kala Gus Dur Tunjuk...
Kala Gus Dur memilih Laksamana TNI Widodo Adi Sutjipto sebagai pemegang tongkat komando tertinggi militer Indonesia.
A A A
JAKARTA - Bursa calon Panglima TNI menghangat jelang berakhirnya masa jabatan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. Dua figur saat ini disebut-sebut berpeluang kuat menjadi penerus, yaitu KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa dan KSAL Laksamana TNI Yudo Margono. Siapa bakal terpilih?
Kala Gus Dur Tunjuk Jenderal AL Jadi Panglima TNI, Dobrak Tradisi Lama

Baca Juga: Panglima TNI
Kala Gus Dur Tunjuk Jenderal AL Jadi Panglima TNI, Dobrak Tradisi Lama

Baca juga: Puan Maharani Minta Semua Pihak Bersabar Tunggu Calon Panglima TNI

Namun kebiasaan ini berakhir ketika KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjabat Presiden ke-4 RI. Cucu pendiri NU Hadaratussyekh Hasyim Asy'ari itu membuat gebrakan dengan memulai pola bergiliran dari masing-masing matra untuk menjadi Panglima TNI.
Kala Gus Dur Tunjuk Jenderal AL Jadi Panglima TNI, Dobrak Tradisi Lama

Sejarah pun tercipta pada 1999, kala Gus Dur memilih Laksamana TNI Widodo Adi Sutjipto sebagai pemegang tongkat komando tertinggi militer Indonesia. Widodo yang sebelumnya KSAL, diangkat sebagai Wakil Panglima TNI oleh Presiden BJ Habibie, dan akhirnya Panglima TNI di masa Gus Dur.

Widodo AS, lulusan AAL 1968, menggantikan Jenderal Wiranto yang menjabat Panglima ABRI tak sampai dua tahun (16 Februari 1998 - 26 Oktober 1999). Penunjukkan Widodo seperti mempertegas keinginan Gus Dur untuk mereformasi militer Indonesia setelah era Soeharto.

Perseteruan dengan Wiranto dan Terpilihnya Widodo

Indonesia dalam kondisi karut-marut ketika rezim Orde Baru runtuh. Wapres BJ Habibie naik ke tampuk kekuasaan di tengah situasi ekonomi, politik, dan sosial bangsa yang terjerambab ke titik nadir. Kepemimpinan Habibie hanya 'seumur jagung' persisnya 1 tahun 5 bulan, untuk kemudian digantikan Gus Dur yang terpilih sebagai presiden dalam Sidang MPR.

A Malik Haramain dalam buku 'Gus Dur Militer dan Politik' menyebutkan, salah satu langkah Presiden Abdurrahman Wahid di masa-masa awal menjabat yakni mereformasi institusi militer. Bukan tanpa sebab Gus Dur melakukan hal itu.

Kiai asal Jombang ini ingin mengembalikan citra militer Indonesia yang merosot tajam. Bagi Gus Dur, supremasi sipil sangat penting dilakukan. Salah satu implementasinya yakni pemisahan TNI dan Polri.

"Ini disebabkan institusi militer adalah alat utama dalam rezim Orde Baru sebagai alat legitimasi kekuasaan dan perpanjangan tangan dari Presiden Soeharto yang juga berlatar militer. Orde Baru mendominasi pemerintah dengan militer," kata Haramain dikutip dari studi UIN Jakarta bertajuk 'Reformasi di Militer: Studi Pengangkatan Panglima TNI pada Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2002)', Sabtu (25/9/2021).

Secara garis besar, militer di masa reformasi menyatakan tidak lagi terlibat dalam politik praktis. Menurut Yudhy Chrisnandi dalam buku 'Reformasi TNI, Perspektif Baru Hubungan Sipil-Militer di Indonesia', melalui reformasi internal TNI menunjukkan mereka bersungguh-sungguh menarik diri dari politik.

Tentang berakhirnya Wiranto sebagai Panglima ABRI, Greg Barton memilik kisah tersendiri. Penulis buku 'Biografi Gus Dur' itu menuturkan, pada kurun 2000 Gus Dur mendengar Wiranto telah menggelar pertemuan dengan sejumlah jenderal.

Setelah mendapatkan informasi dari ajudan dan Seskab Marsillam Simanjuntak, Gus Dur pun meminta Wiranto untuk menghadap di Istana.

"Ketika Wiranto tiba Gus Dur pun segera menjelaskan bahwa dia memintanya untuk segera mundur. Wiranto terkejut. Setelah berhadap-hadapan dengan tegang, Gus Dur memenangkan konfrontasi dengan Wiranto," kata Greg.

Kembali ke Widodo AS, tentara kelahiran Boyolali ini sebelumnya dipromosikan sebagai KSAL menggantikan Laksamana TNI Arief Kushariadi pada 26 Juni 1998. Hanya setahun dia menempati jabatan tersebut karena setelahnya dia diangkat Presiden BJ Habibie sebagai Wakil Panglima TNI.

Karier Widodo makin mencorong. Tiga bulan jadi orang nomor dua, dia diangkat Presiden Gus Dur untuk menduduki posisi puncak sebagai Panglima TNI pada 26 Oktober 1999.

Laksamana Widodo mengakhiri masa jabatannya pada 18 Juni 2002. Penerusnya kembali dari matra Darat yakni Jenderal TNI Endriartono Sutarto.

Kelak jejak sejarah Widodo AS diteruskan oleh Laksamana TNI Agus Suhartono. Lulusan AAL 1978 tersebut menjadi jenderal AL kedua yang menduduki Panglima TNI. Agus memimpin pada periode 28 September 2010-30 Agustus 2013 atau di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kala Gus Dur Tunjuk Jenderal AL Jadi Panglima TNI, Dobrak Tradisi Lama

Andika atau Yudo?

Masa jabatan Panglima TNI Marsekal Hadi bakal berakhir November ini. Selain KSAD Andika Perkasa dan KSAL Yudo Margono, KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo sesungguhnya juga punya peluang.
Kala Gus Dur Tunjuk Jenderal AL Jadi Panglima TNI, Dobrak Tradisi Lama

Namun di antara ketiganya kans Fadjar dinilai relatif kecil mengingat Hadi Tjahjanto juga dari matra Udara. Praktis, Andika dan Yudo yang kini dianggap publik jadi kandidat terkuat.
Kala Gus Dur Tunjuk Jenderal AL Jadi Panglima TNI, Dobrak Tradisi Lama

Pasal 13 poin 4 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) menyebutkan, jabatan Panglima TNI sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Anggota Komisi I DPR Bobby Rizaldi mengatakan, frasa 'dapat dijabat bergiliran' harus dimaknai sebagai kebolehan. Artinya, rotasi antarmatra itu bukan berarti kewajiban.

"Kalau (mengacu) urutan setelah Pak Hadi dari matra udara, sebelumnya matra darat, memang (sekarang jatah) matra laut. Itu bila prinsip bergiliran," kata Bobby saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (24/9/2021).

Kendati demikian, dia mengingatkan pemilihan Panglima TNI merupakan hak prerogatif presiden. Bisa saja presiden tak mengacu pola rotasi karena pertimbangan-pertimbangan tertentu semisal kebutuhan militer, operasi multidimensi dan lainnya.

Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani berpandangan, Presiden Joko Widodo perlu memperhatikan rotasi antarmatra dalam pemilihan posisi Panglima TNI. Rotasi ini perlu dilakukan untuk menghindari dominasi salah satu matra dalam kesatuan TNI.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1405 seconds (0.1#10.140)