Pendudukan Jepang di Indonesia Menyimpan Sejumlah Sejarah

Kamis, 02 September 2021 - 06:50 WIB
loading...
Pendudukan Jepang di...
Jepang menjadi salah satu negara yang pernah menjajah Indonesia dalam sejarahnya. Pendudukan Jepang di Indonesia berlangsung sejak tahun 1942 hingga 1945. Foto/SINDOnews/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Jepang menjadi salah satu negara yang pernah menjajah Indonesia dalam sejarahnya. Pendudukan Jepang di Indonesia berlangsung sejak tahun 1942 hingga 1945. Lalu, bagaimana mulanya?



Nah, penandatangan Kapitulasi itu menandai perubahan pemerintahan jajahan dari Belanda ke Jepang. Data-data intelijen dimanfaatkan Pemerintah Jepang untuk merancang propaganda yang dapat menarik simpati rakyat Indonesia. Jepang memahami benar kultur lokal yang mengaitkan seluruh peristiwa sebagai akibat hal-hal yang berbau metafisis.

Seperti contoh mengenai ramalan Joyoboyo tentang datangnya bangsa berkulit kuning yang bakal mengusir bangsa kulit putih. Propaganda Jepang menarik perhatian masyarakat Indonesia. Sehingga, rakyat Indonesia menyambut gembira kedatangan Jepang.

Adapun propaganda yang disampaikan adalah menyatakan bahwa Jepang sebagai saudara tua bangsa Indonesia yang memiliki keinginan untuk membuat kawasan persemakmuran di wilayah Asia Pasifik. Maka itu, Gerakan 3A dilahirkan, yakni Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Pemimpin Asia.

Kemudian, Jepang melibatkan pemuda Indonesia dalam pasukan pembela tanah air (PETA). Pemerintahan Jepang pada 3 Oktober 1943 berdasar Osamu Seirei Nomor 44 Tahun 1943 membentuk PETA yang terdiri dari orang-orang Indonesia untuk menghadapi Sekutu di medan tempur selama Perang Dunia II berlangsung.

Selanjutnya, Jepang pada 1 Maret 1944 membentuk Jawa Hokokai dengan pemimpin tertinggi Gunseikan dan penasihat utama Soekarno. Sedangkan Jawa Hokokai bertujuan menghimpun tenaga lahir dan batin rakyat Indonesia dengan dasar semangat kebaktian. Jawa Hokokai menjadi organisasi induk gabungan dari kumpulan profesi seperti Himpunan Kebaktian Dokter, Himpunan Kebaktian Pendidik, Organisasi wanita dan Pusat budaya.

Karena daerah pendudukannya begitu luas, Jepang membutuhkan tenaga kerja untuk membangun sarana pertahanan, seperti lapangan udara, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Mereka mengambil para pekerjanya dari desa-desa di Pulau Jawa yang padat melalui sistem kerja paksa Romusha.

Sistem kerja paksa yang sangat kejam dan tidak berprikemanusiaan itu sejak 1942 hingga 1945, untuk bekerja di wilayah Indonesia serta Asia Tenggara seperti Birma, Muangthai, Vietnam, Malaysia, dan Serawak. Awalnya, Romusha dilakukan secara sukarela dengan tempat kerja tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Karena terdesak dalam perang Pasifik, pengerahan tenaga kerja mulai disertai dengan paksaan. Setiap kepala keluarga diwajibkan menyerahkan seorang anak lelakinya untuk berangkat menjadi romusha. Romusha diperlakukan kasar dengan pekerjaan sangat berat, sementara kebutuhan makanan tidak cukup. Akibatnya, banyak diantara romusha meninggal di tempat kerja karena sakit, kekurangan makan, kecapaian atau kecelakaan.

Lalu, Jepang pada akhir 1944 mulai terdesak dalam Perang Asia Timur Raya. Bayang-bayang kekalahan Jepang mulai nampak lantaran semua garis pertahanan Jepang di Pasifik sudah hancur oleh serangan sekutu. Pimpinan pemerintah pendudukan Jepang di Jawa, Letnan Jendral Kumakici Harada pada 1 Maret 1945 dalam situasi kritis mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan anggota sebanyak 60 orang

Tujuan pembentukan BPUPKI itu untuk menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. Pengangkatan pengurus BPUPKI diumumkan pada 29 April 1945, dengan ketua Dokter K.R.T. Radjiman Wediodiningrat. Sementara itu, ketua muda pertama dijabat oleh Shucokan Cirebon yang bernama Icibangase. Kepala Sekretariat dijabat oleh R.P. Suroso dibantu Toyohito Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo.

BPUPKI kemudian dibubarkan pada 7 Agustus 1945 oleh pemerintah pendudukan Jepang. BPUPKI diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan bahwa anggota PPKI dipilih oleh Marsekal Terauci yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia Tenggara.

Anggota PPKI ini berjumlah 21 orang, yang terdiri dari 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 wakil dari Sulawesi, 1 wakil dari Kalimantan, 1 wakil dari Sunda Kecil, 1 wakil dari Maluku dan 1 wakil dari golongan penduduk Cina. Soekarno ditunjuk sebagai ketua, Mohammad Hatta sebagai wakil ketua, dan Mr. Ahmad Subardjo sebagai penasehat.

Soekarno, Mohammad Hatta dan Dokter Radjiman Wediodiningrat berangkat menuju Dalat (Vietnam), memenuhi panggilan Marsekal Terauci pada 9 Agustus 1945. Marsekal Terauci pada 12 Agustus 1945 menyampaikan bahwa Pemerintah Jepang memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia, pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah PPKI menyelesaikan persiapannya.

Pada 6 dan 9 Agustus 1945 pukul 8.15 waktu Jepang, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki dari ketinggian hampir 10 ribu meter. Bom atom Little Boy dengan panjang 3 meter, lebar 71 cm dan berat 4000 Kg dibawa oleh pesawat B-29 Enola Gay. Saat itu, ratusan ribu orang meninggal seketika, sisanya terluka seumur hidup, dan hanya sedikit yang sanggup untuk bertahan.

Kondisi politik dan ekonomi Jepang pun lumpuh. Karena itu, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945. Kemudian, Kaisar Hirohito pada 15 Agustus 1945 menyampaikan pidato di Radio NHK yang dikenal sebagai Siaran Suara Kaisar.

Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah. Upacara kapitulasi dilaksanakan pada 2 September 1945 di atas kapal tempur Amerika Serikat USS Missouri.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1800 seconds (0.1#10.140)