10 Tahun Tak Ada Kepastian, Para Tersangka Kasus Bank Swadesi Kompak Datangi Bareskrim

Kamis, 19 Agustus 2021 - 23:15 WIB
loading...
10 Tahun Tak Ada Kepastian, Para Tersangka Kasus Bank Swadesi Kompak Datangi Bareskrim
Para mantan Direksi, Komisaris dan Pegawai Bank Swadesi (Bank of India Indonesia) meminta keadilan kepada Bareskrim Polri terkait penetapan status tersangka yang sudah 10 tahun berlangsung tanpa kepastian hukum. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Para mantan Direksi, Komisaris dan Pegawai Bank Swadesi (Bank of India Indonesia) meminta keadilan kepada Bareskrim Polri terkait penetapan status tersangka yang sudah 10 tahun berlangsung tanpa kepastian hukum atas dugaan tindak pidana perbankan (tipibank) yang dituduhkan kepada mereka.

Kuasa hukum para tersangka, Fransisca Romana mengatakan, di sisi lain Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) dalam perkara ini sudah dikembalikan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada penyidik Bareskrim. (Baca juga; Diduga Dianiaya, Ryan Jombang Akan Laporkan Habib Bahar ke Bareskrim Polri )

"Klien saya ditersangkakan Pasal 49 ayat 2 huruf b UU Perbankan karena diduga melanggar SOP. Sudah 10 tahun mereka menyandang status ini tanpa ada kepastian hukum," kata Fransisca saat mendampingi kliennya di Bareskrim Mabes Polri, Kamis (19/8/2021).

Para tersangka kompak memakai kaos putih bertuliskan “Pencari Keadilan, 10 tahun tidak ada kemerdekaan! Dan bermasker merah putih. Adapun tujuan mereka ke Bareskrim kata Fransisca adalah untuk menanyakan status penyidikan perkara mereka di Bareskrim terutama setelah diperoleh informasi adanya pengembalian SPDP berikut Sprindik perkara oleh Kejaksaan Agung.

"Hal ini berarti proses penyidikan telah tidak memenuhi ketentuan undang-undang sehingga SPDP berikut sprindik dikembalikan kepada Penyidik Dirtipideksus Polri," tukas Fransisca. (Baca juga; Kabareskrim Sebut Interpol Tak Respons Permintaan Red Notice Jozeph Paul Zhang )

"Mereka sudah Lelah secara fisik dan mental apalagi ditengah pandemi, dipanggil terus menerus oleh penyidik yang semula jadi Tersangka sekarang menjadi saksi karena alasan splitsing. Proses penyidikan 10 tahun di POLRI, telah menimbulkan ketidak pastian hukum dan ketidakadilan bagi mereka," timpalnya.

Fransisca menambahkan, para mantan Direksi, Komisaris dan Pegawai BoII kondisinya sudah pensiun dan saat ini rata-rata sudah berusia 70 sampai 83 tahun. Kondisi ini menurut dia membuat kliennya tidak selalu dalam kondisi sehat, apalagi ada yang menderita stroke permanen.

Penetapan Tersangka atas dasar pelanggaran SOP internal BoII terjadi ketika memproses kredit PT Ratu Kharisma pada 2008 sejumlah Rp10,5 miliar. Namun PT Ratu Kharisma tidak mau membayar kreditnya sehingga jaminan kredit yang diikat hak tanggungan dilelang.

Padahal Peraturan OJK No. 42/POJK.03/2017, mengatur sanksi administratif yang mempengaruhi penilaian kesehatan Bank, apabila ada pelanggaran SOP. Demikian pula PBI No. 9/14/PBI/2007 dan Surat Edaran BI No. 10/47/DPNP sanksinya adalah koreksi dan denda apabila terjadi kekeliruan dalam pelaporan SID kepada BI.

Sejak 2008 hingga saat ini 20 orang tersangka tersebut tidak pernah menerima teguran baik secara lisan maupun tertulis dari BI/OJK, Dewan Komisaris, tidak ada temuan pelanggaran oleh Tim Audit/Akuntan Publik. BoII tidak dirugikan. PT Ratu Kharima menikmati kreditnya tapi tidak mau bayar kreditnya. Lalu kenapa justru 20 orang Mantan Direksi, Komisaris dan Pegawai BoII ditetapkan Tersangka.

"Ibarat ada pencopet mengambil dompet tapi yang disalahkan justru yang kehilangan dompet karena tidak hati-hati menyimpan dompetnya," sergah Fransisca.

Untuk itu mereka akan terus menuntut akan adanya ketidak adilan ini, mereka telah pernah mengajukan gelar perkara di Karowasidik pada 9 Juli 2020. Di dalam gelar telah dipaparkan semua bukti-bukti yang menunjukkan Para mantan Direksi, Komisaris dan Pegawai BoII telah bekerja sesuai ketentuan yang berlaku. Justru karena PT Ratu Kharisma telah tidak membayar kreditnya maka BOII melelang jaminan kreditnya.

Dalam upayanya mencari keadilan, pihaknya kata Fransisca telah juga mengirimkan surat pengaduan kepada Presiden Republik Indonesia yang membawahi Kapolri dan Kejaksaan Agung. Termasuk juga kepada Komisi 3 DPR RI, Otoritas Jasa Keuangan, Ombudsman, Komnas HAM dan intansi terkait lainnya. Apabila surat mereka tidak ada respons, mereka akan datang ke Presiden Jokowi, DPR RI dan instansi terkait lainnya.

Harapan mereka kasus ini dapat segera dihentikan karena apabila kasus seperti dibiarkan berlarut -larut penyelesaiannya dan dipaksakan berlanjut akan menjadi preseden buruk atas penanganan perkara pidana 10 tahun tanpa ada ujungnya dan preseden buruk bagi dunia perbankan yang mana para pegawai Bank akan mudah dikriminalisasi dengan Pasal 49 ayat 2 huruf b UU Perbankan atas dasar aduan Debitur Kredit Macet. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang penting dan berpengaruh dalam perekonomian rakyat dan dunia usaha.
(wib)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2268 seconds (0.1#10.140)