Hari Anak Nasional, PKS Beri Sejumlah Catatan Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kurniasih Mufidayati mengatakan bahwa Hari Anak Nasional harus jadi refleksi menyeluruh guna menyelesaikan berbagai persoalan anak Indonesia. Dia menegaskan persoalan kesehatan anak adalah tanggung jawab pemerintah.
Diketahui, 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional . Dia pun prihatin peringatan Hari Anak Nasional tahun ini masih dalam kondisi angka penyebaran Covid-19 yang tinggi. "PR besar untuk anak-anak Indonesia saat ini bukan hanya Covid-19 yang menyasar anak tapi juga sederet persoalan klasik yang belum menunjukkan perbaikan hingga kini seperti gizi buruk, pekerja anak termasuk kekerasan terhadap anak," kata Mufida, Jumat (23/7/2021).
Dia mengungkapkan, saat ini anak-anak Indonesia juga menjadi korban pandemi Covid-19. Data Satgas Penanganan Covid-19 Nasional, sebanyak 12,6 persen anak-anak di Indonesia diketahui positif Covid-19.
"Artinya, satu dari delapan kasus Covid-19 di Indonesia adalah anak-anak. Data ini juga dikonfirmasi oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). IDAI juga menyebut case fatality rate untuk pasien anak 3-5 persen dan paling banyak di dunia. Ini PR pertama yang prioritas dalam waktu dekat," kata Mufida.
Dia menilai gerakan vaksin untuk anak-anak harus terus disosialisasikan lebih masif sebagai salah satu tindakan pencegahan. Dia mengungkap pekerjaan rumah (PR) anak-anak Indonesia bukan hanya Covid-19. Anggota Komisi IX DPR RI ini menyitir data UNICEF dalam laporan level Malnutrisi anak Indonesia 2021. Laporan UNICEF mengungkap persoalan anak Indonesia adalah stunting, obesitas, hingga wasting (kekurangan nutrisi).
Diperkirakan ada 149,2 juta anak-anak yang mengalami stunting. Angka itu setara 22 persen anak-anak balita di dunia pada 2020. Jauh dari target pemerintah yang akan menurunkan hingga 14 persen. Selain itu, ada 45,4 juta kekurangan nutrisi. UNICEF memprediksi jumlah anak-anak yang terdampak wasting sebetulnya 15 persen lebih banyak akibat Covid-19.
Ada juga 38,9 juta anak mengalami kegemukan (overweight) akibat kebanyakan kalori dan kurangnya aktivitas. "Ini masalah klasik yang semakin parah sejak pandemi, sebab fungsi Posyandu akhirnya tidak berjalan. Pemenuhan gizi yang baik adalah bekal daya tahan tubuh. Sehingga program ini seharusnya tetap bisa berjalan bahkan menjadi salah satu program penanggulangan Covid-19 dengan meningkatkan imunitas anak dengan asupan gizi."
Problem pekerja anak juga masih menjadi persoalan di Tanah Air. Jumlah pekerja anak di Indonesia mengalami peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada 2017 terdapat 1,2 juta pekerja anak di Indonesia dan meningkat 0,4 juta atau menjadi sekitar 1,6 juta pada 2019.
"Pekerja anak di Indonesia karakteristiknya berhubungan dengan daerah masing-masing. Bali misalnya, angka pekerja anak perempuan lebih tinggi karena berkaitan dengan daerah. Sementara pekerja anak di Papua didominasi anak dengan tingkat pendidikan rendah artinya ada hubungan dengan pendidikan di sana," ujar Mufida.
Sementara kasus kekerasan terhadap anak juga meningkat sejak pandemi. Kementerian PPPA setidaknya mencatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak pada periode 1 Januari hingga 31 Juli 2020, yang juga terjadi pada saat pandemi Covid-19.
Kekerasan ini berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, perdagangan orang dan penelantaran. Mufida menekankan, selain fokus pada persoalan penanganan Covid-19 pada anak, pemerintah bisa membagi fokus untuk mengurangi dampak persoalan anak yang masih menggunung.
"Apalagi selain persoalan Covid, sebenarnya itu adalah masalah klasik yang ternyata belum progres penurunan angka. Kita harapkan lintas sektor kementerian bisa membagi fokus agar generasi kita ke depan tidak menjadi lost generation apalagi ditambah pendidikan anak dipertaruhkan dengan sekolah masih tutup," pungkasnya.
Diketahui, 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional . Dia pun prihatin peringatan Hari Anak Nasional tahun ini masih dalam kondisi angka penyebaran Covid-19 yang tinggi. "PR besar untuk anak-anak Indonesia saat ini bukan hanya Covid-19 yang menyasar anak tapi juga sederet persoalan klasik yang belum menunjukkan perbaikan hingga kini seperti gizi buruk, pekerja anak termasuk kekerasan terhadap anak," kata Mufida, Jumat (23/7/2021).
Dia mengungkapkan, saat ini anak-anak Indonesia juga menjadi korban pandemi Covid-19. Data Satgas Penanganan Covid-19 Nasional, sebanyak 12,6 persen anak-anak di Indonesia diketahui positif Covid-19.
"Artinya, satu dari delapan kasus Covid-19 di Indonesia adalah anak-anak. Data ini juga dikonfirmasi oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). IDAI juga menyebut case fatality rate untuk pasien anak 3-5 persen dan paling banyak di dunia. Ini PR pertama yang prioritas dalam waktu dekat," kata Mufida.
Dia menilai gerakan vaksin untuk anak-anak harus terus disosialisasikan lebih masif sebagai salah satu tindakan pencegahan. Dia mengungkap pekerjaan rumah (PR) anak-anak Indonesia bukan hanya Covid-19. Anggota Komisi IX DPR RI ini menyitir data UNICEF dalam laporan level Malnutrisi anak Indonesia 2021. Laporan UNICEF mengungkap persoalan anak Indonesia adalah stunting, obesitas, hingga wasting (kekurangan nutrisi).
Diperkirakan ada 149,2 juta anak-anak yang mengalami stunting. Angka itu setara 22 persen anak-anak balita di dunia pada 2020. Jauh dari target pemerintah yang akan menurunkan hingga 14 persen. Selain itu, ada 45,4 juta kekurangan nutrisi. UNICEF memprediksi jumlah anak-anak yang terdampak wasting sebetulnya 15 persen lebih banyak akibat Covid-19.
Ada juga 38,9 juta anak mengalami kegemukan (overweight) akibat kebanyakan kalori dan kurangnya aktivitas. "Ini masalah klasik yang semakin parah sejak pandemi, sebab fungsi Posyandu akhirnya tidak berjalan. Pemenuhan gizi yang baik adalah bekal daya tahan tubuh. Sehingga program ini seharusnya tetap bisa berjalan bahkan menjadi salah satu program penanggulangan Covid-19 dengan meningkatkan imunitas anak dengan asupan gizi."
Problem pekerja anak juga masih menjadi persoalan di Tanah Air. Jumlah pekerja anak di Indonesia mengalami peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada 2017 terdapat 1,2 juta pekerja anak di Indonesia dan meningkat 0,4 juta atau menjadi sekitar 1,6 juta pada 2019.
"Pekerja anak di Indonesia karakteristiknya berhubungan dengan daerah masing-masing. Bali misalnya, angka pekerja anak perempuan lebih tinggi karena berkaitan dengan daerah. Sementara pekerja anak di Papua didominasi anak dengan tingkat pendidikan rendah artinya ada hubungan dengan pendidikan di sana," ujar Mufida.
Sementara kasus kekerasan terhadap anak juga meningkat sejak pandemi. Kementerian PPPA setidaknya mencatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak pada periode 1 Januari hingga 31 Juli 2020, yang juga terjadi pada saat pandemi Covid-19.
Kekerasan ini berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, perdagangan orang dan penelantaran. Mufida menekankan, selain fokus pada persoalan penanganan Covid-19 pada anak, pemerintah bisa membagi fokus untuk mengurangi dampak persoalan anak yang masih menggunung.
"Apalagi selain persoalan Covid, sebenarnya itu adalah masalah klasik yang ternyata belum progres penurunan angka. Kita harapkan lintas sektor kementerian bisa membagi fokus agar generasi kita ke depan tidak menjadi lost generation apalagi ditambah pendidikan anak dipertaruhkan dengan sekolah masih tutup," pungkasnya.
(zik)