Jelang COP UNFCCC ke-26, Menteri LHK Beri Arahan pada Calon Delegasi RI
loading...
A
A
A
"Seluruh sektor harus makin meningkatkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) menuju tahun 2050. Selain itu, diharapkan pada tahun 2050 dapat tercapai ketahanan iklim melalui jalur sektoral dan kewilayahan," jelas Menteri Siti.
Ketiga, Menteri Siti kemudian menyakinkan kepada calon delegasi, bahwa Indonesia cukup baik dalam upaya pengendalian perubahan iklim. Pada forum multilateral, Indonesia seringkali menjadi sorotan atas capaian, prestasi, dan kebijakan yang menawarkan solusi.
Sedangkan secara bilateral, Indonesia di berbagai kesempatan didekati oleh negara yang dengan maksud untuk menjadi mitra dalam menangani perubahan iklim.
Kebakaran hutan di tahun 2015 dengan luas areal terbakar 2,6 juta ha dari interpretasi citra satelit, serta 1,6 juta hektare pada tahun 2019, memberikan pelajaran sangat berharga dan kemudian terus diupayakan dengan kerja keras untuk dapat diatasi.
Akhirnya pada tahun 2020 ditetapkan kebijakan dan langkah pencegahan secara permanen melalui upaya-upaya yaitu: monitoring hotspot dan patroli, sistem paralegal untuk membangun kesadaran bersama masyarakat, teknik modifikasi cuaca, tata kelola gambut, dan penegakkan hukum.
"Tidak mudah penyelesaian selama beberapa tahun, dan dalam turbulensi interaksi yang cukup berat antar berbagai elemen stakeholders, terutama dengan dunia usaha. Dan di tahun 2020 kemarin kita berhasil menekan areal kebakaran hutan hanya menjadi sekitar 290 ribu hektare," terang Menteri Siti.
Pada konteks emisi karbon, bisa dihitung emisi gas rumah kaca (GRK) pada 2015 sebesar 1,5 Gton CO2 eq, pada tahun 2019 menjadi 0,9 Gton CO2eq. Diantara 0,9 Gton CO2eq tersebut, yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan tercatat sebesar 0,45 Gton CO2 eq; dan pada tahun 2020 turun menjadi 0,03 Gton CO2 eq.
"Ini artinya bahwa kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, dengan pencegahan permanen, telah menunjukkan hasil kerja cukup baik dan masih harus dipertahankan dan untuk terus ditingkatkan," ungkap Menteri Siti.
Ketiga, Menteri Siti kemudian menyakinkan kepada calon delegasi, bahwa Indonesia cukup baik dalam upaya pengendalian perubahan iklim. Pada forum multilateral, Indonesia seringkali menjadi sorotan atas capaian, prestasi, dan kebijakan yang menawarkan solusi.
Sedangkan secara bilateral, Indonesia di berbagai kesempatan didekati oleh negara yang dengan maksud untuk menjadi mitra dalam menangani perubahan iklim.
Kebakaran hutan di tahun 2015 dengan luas areal terbakar 2,6 juta ha dari interpretasi citra satelit, serta 1,6 juta hektare pada tahun 2019, memberikan pelajaran sangat berharga dan kemudian terus diupayakan dengan kerja keras untuk dapat diatasi.
Akhirnya pada tahun 2020 ditetapkan kebijakan dan langkah pencegahan secara permanen melalui upaya-upaya yaitu: monitoring hotspot dan patroli, sistem paralegal untuk membangun kesadaran bersama masyarakat, teknik modifikasi cuaca, tata kelola gambut, dan penegakkan hukum.
"Tidak mudah penyelesaian selama beberapa tahun, dan dalam turbulensi interaksi yang cukup berat antar berbagai elemen stakeholders, terutama dengan dunia usaha. Dan di tahun 2020 kemarin kita berhasil menekan areal kebakaran hutan hanya menjadi sekitar 290 ribu hektare," terang Menteri Siti.
Pada konteks emisi karbon, bisa dihitung emisi gas rumah kaca (GRK) pada 2015 sebesar 1,5 Gton CO2 eq, pada tahun 2019 menjadi 0,9 Gton CO2eq. Diantara 0,9 Gton CO2eq tersebut, yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan tercatat sebesar 0,45 Gton CO2 eq; dan pada tahun 2020 turun menjadi 0,03 Gton CO2 eq.
"Ini artinya bahwa kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, dengan pencegahan permanen, telah menunjukkan hasil kerja cukup baik dan masih harus dipertahankan dan untuk terus ditingkatkan," ungkap Menteri Siti.
(maf)