Anggota DPD Anggap MoU Pengusutan Dana Desa Jadi Tameng bagi Koruptor

Rabu, 30 Juni 2021 - 17:47 WIB
loading...
Anggota DPD Anggap MoU Pengusutan Dana Desa Jadi Tameng bagi Koruptor
Anggota Komite I DPD RI Abraham Liyanto. Foto/Dok Okezone
A A A
JAKARTA - Nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) tentang pengusutan korupsi dana desa dinilai menjadi tameng para koruptor dana desa bisa bebas dari jeratan hukum. Anggota Komite I DPD RI Abraham Liyanto meminta pemerintah mencabut MoU tersebut.

"Kehadiran MoU itu menjadi berkah bagi para koruptor dana desa . Banyak pelaku korupsi di desa-desa lolos dari jeratan hukum karena adanya MoU tersebut," ujar Abraham Liyanto di Jakarta, Rabu (30/6/2021).

Menurut Abraham, isi MoU yang menugaskan Inspektorat Daerah menjadi pemeriksa awal sekaligus pelaksana audit penggunaan dana desa menjadi celah melindungi kepala desa (kades) atau mantan kades yang dilaporkan masyarakat. Dengan adanya kewenangan tersebut, para koruptor bisa kerja sama atau kongkalikong dengan oknum aparat Inspektorat Daerah.



Caranya, memanipulasi hasil audit, sehingga jenis pelanggaran yang dilakukan hanya pelanggaran administrasi. Kemudian, total dana yang dikorupsi tidak lebih dari Rp100 juta.

"Dengan kerugian negara di bawah Rp100 juta, para koruptor mudah saja mengganti uang kerugian. Setelah uang diganti, mereka bisa lolos dari jeratan hukum. Apalagi jenis pelanggaran sedemikian rupa dimanipulasi, sehingga menjadi pelanggaran administrasi," tuturnya.

Senator asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini mendapatkan laporan masyarakat bahwa ada Inspektorat Daerah berkepentingan melindungi kades atau mantan kades yang dilaporkan. Mereka bekerja sama dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) di daerah.

Alasannya, mereka adalah atasan langsung dari kades yang dilaporkan. Sehingga, jika kades bermasalah, mereka juga harus bertanggung jawab. Karena itu, mereka bersama-sama menutupi kades atau mantan kades yang dilaporkan.

"Ini banyak terjadi di Dapil saya di NTT. Banyak koruptor dana desa lolos dari jeratan hukum karena kerja sama oknum BPMD dan Inspektorat Daerah. Itu akibat MoU yang menugaskan Inspektorat sebagai pemeriksa awal jika ada temuan penyimpangan dana desa," ucapnya.

Dari laporan masyarakat, Abraham juga mendapatkan dugaan oknum kejaksaan atau kepolisian menjadikan laporan dana desa sebagai ladang peras dan ATM di daerah. Dugaan pemerasan itu dimulai dari kades atau mantan kades yang dilaporkan hingga BPMD dan Inspektorat.

Dengan berbagai modus teror dilakukan agar sang calon koruptor bisa setoran ke oknum penegak hukum. "Teror dari penegak hukum membuat Inspektorat, BPMD dan Kepala Desa kersa jama. Mereka sama-sama menutupi praktik kotor yang sudah dilakukan dan membayar sejumlah uang ke oknum penegak hukum. Jika tidak disetor, kasus akan lanjut," ujarnya.

Abraham yang juga Ketua Kadin Provinsi NTT ini kemudian meminta MoU itu dicabut karena melanggengkan praktik korupsi di desa. Akibatnya, masyarakat yang mencari keadilan menjadi kecewa karena banyak laporan berujung sebatas pelanggaran administrasi.

Diketahui, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Polri, dan Kejaksaan Agung (Kejagung) pada bulan Februari 2018 menandatangani MoU soal penanganan laporan masyarakat atas dugaan korupsi di pemerintah daerah, termasuk terkait dana desa.

Perjanjian itu mengenai koordinasi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dengan penegak hukum dalam menangani laporan atau pengaduan yang berindikasi tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam MoU itu diatur bahwa APIP atau Inspektorat Jenderal/Daerah dapat menentukan suatu laporan berindikasi korupsi atau kesalahan administrasi atau pidana.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2367 seconds (0.1#10.140)