Luncurkan Buku Bung Karno, Guntur Ingin Kenalkan Sosok Soekarno dengan Cara Sederhana
loading...
A
A
A
JAKARTA - Putra pertama Presiden Soekarno, Guntur Soekarno akan kembali meluncurkan buku bertajuk, ‘BUNG KARNO, Bapakku, Kawanku, Guruku’. Buku ini kembali dicetak untuk ketiga kalinya menjawab kegelisahan Guntur Soekarno terhadap gerakan de-soekarnoisasi di era reformasi.
Dia menilai, saat ini ada kalangan yang masih terus berupaya melakukan de-soekarnoisasi. Sehingga, Guntur mengungkapkan, perlu pengingat agar rakyat dan juga generasi muda tidak melupakan siapa itu Soekarno.
“Sekarang ini ada sebagian kalangan ingin melakukan de-soekarnoisasi. Sehingga anak muda sekarang enggak jelas mengenai identitas politiknya, nasionalisme juga mlempem, untuk itu, saya pikir perlu ada bacaan yang bisa menimbulkan itu,” katanya dalam diskusi virtual, Minggu (6/6/2021)
Guntur menjelaskan, Indonesia saat ini sangat memerlukan adanya indoktrinasi untuk pembinaan watak dan jiwa bangsa. Indoktrinasi ini telah dihapuskan pada era orde baru. Dan seharusnya di era reformasi, pembinaan watak dan jiwa bangsa diselenggarakan.
“Jadi jiwa dulu yang dibangun. Watak yang dibangun. Dengan begitu, secara otomatis rasa patriotisme, nasionalisme, pengenalan pada pahlawan akan timbul, jadi inget lagi. Siapa Pangeran Diponegoro? Siapa Gatot Soebroto,” ujarnya.
Dalam buku ini, dia mencoba mengenalkan sosok Soekarno dengan cara paling sederhana. Guntur menuliskan semua pengalaman dirinya dengan Soekarno, sebagai seorang anak, kawan dan murid.
“Saya itu menulis artikel enggak pakai referensi, hanya dengan ingatan saja. Apa yang diingat saja, berdasarkan pengalaman, jadi bentuk artikelnya semacam, Bung Karno ngomong apa saya jawab apa. Jadi tanya jawab,” terangnya.
Mencegah Diberedel di Orde Baru
Dia menceritakan, buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1977. Kala itu, orde baru terus melakukan de-soekarnoisasi secara masif kepada rakyat dan generasi muda. Dan untuk mencegah hal tersebut terjadi, Guntur menilai, menulis adalah salah satu cara agar ingatan rakyat terhadap sosok Soekarno tidak hilang.
“Kemudian saya berpikir bagaimana ya caranya? Satu satunya jalan, kan saya bukan orang partai, satu satunya jalan tulisan. Kalau tulisan kan pertanyaannya mau dimuat di mana? Nah kebetulan ada koran minggu namanya, Simponi, mereka berani muat tulisan tentang Bung Karno,” katanya.
Agar pemerintahan orde baru tidak mengetahuinya, Guntur memutuskan menulis artikel tentang Soekarno dari sisi human interest. Sebab Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Soeharto kerap melakukan pemberedelan terhadap karya sastra, salah satunya milik Pramoedya Ananta Toer.
Setelah terbit secara berkala di koran mingguan, tulisan tersebut akan dirangkum untuk menjadi buku. Untuk lebih amannya, Guntur mengajukan izin kepada pihak kepolisian. Harapannya pemerintahan orde baru tidak memberedel buku tersebut.
“Saya minta ke polda, saya minta izin menerbitkan kumpulan dari artikel yang udah diterbitkan Simponi, kalau dikumpulkan harusnya tidak ada masalah, jadi saya minta izin dan diberikan. Dan akhirnya buku itu terbit dan laris terjual,” jelasnya.
Guntur mengungkapkan, saat ini generasi muda masih sangat tertarik dengan sosok Soekarno. Untuk itu, dia melihat, buku ini akan menjadi asupan terbaik bagi mereka yang ingin tahu lebih dekat dengan sang proklamator.
“Saya sering bertemu anak-anak muda. Ketika saya tanya, kamu kenal enggak sih Bung Karno? Itu proklamator. Menurut kamu bagaimana? Itu Bung Karno orang hebat. Jawaban itu buat saya sudah cukup. Jadi mereka sudah punya keinginan untuk tahu siapa itu Bung Karno,” jelasnya.
Dia mengharapkan, hadir kembalinya buku ‘BUNG KARNO, Bapakku, Kawanku, Guruku’ tidak hanya mengingatkan tentang siapa Soekarno. Tapi generasi muda dapat mengetahui bagaimana sikap dan ideoligi dari presiden pertama Indonesia itu.
“Bagaimana caranya generasi muda ini tahu siapa Soekarno dengan cara yang gampang? Dari sisi humanismenya. Sehingga generasi muda mulai akrab lagi. Oh Soekarno tuh gini. Oh Soekarno tuh begitu. Jangan sampai blank enggak tahu,” tutur Guntur.
Putri Guntur Soekarno, Puti Guntur Soekarno mengatakan, buku ‘BUNG KARNO, Bapakku, Kawanku, Guruku’ memberikan gambaran seperti apa sosok Soekarno dengan cara yang mudah. Sehingga harapannya generasi muda dapat menerima buku ini dan mengenal lebih dekat siapa Soekarno itu.
“Buku ini bisa menghapus sekat antara Soekarno dan pembacanya. Karena selama ini buku yang diterbitkan itu lebih banyak Bung Karno yang berat, jadi membacanya harus mempelajari seperti apa pemikiran Bung Karno, seperti ide dan gagasan Bung Karno. Buku ini dinarasikan bagaimana Bung Karno itu sebagai seorang ayah, kawan dan guru,” jelasnya.
Puti menyakini, buku ini akan dapat menghilangkan sekat dengan generasi muda. Sehingga sosok Bung Karno dapat diterima dan masih akan terus diingat sebagai salah satu pendiri bangsa.
“Hari ini kita butuh anak anak muda untuk tidak melupakan sejarah dan anak anak muda untuk tidak melupakan siapa pendiri bangsanya. Saya katakan buku ini bisa menghapus sekat, menghapuskan bagaimana anak muda bisa melihat sosok Bung Karno dalam narasi lebih mudah lagi,” tutupnya.
Dia menilai, saat ini ada kalangan yang masih terus berupaya melakukan de-soekarnoisasi. Sehingga, Guntur mengungkapkan, perlu pengingat agar rakyat dan juga generasi muda tidak melupakan siapa itu Soekarno.
“Sekarang ini ada sebagian kalangan ingin melakukan de-soekarnoisasi. Sehingga anak muda sekarang enggak jelas mengenai identitas politiknya, nasionalisme juga mlempem, untuk itu, saya pikir perlu ada bacaan yang bisa menimbulkan itu,” katanya dalam diskusi virtual, Minggu (6/6/2021)
Guntur menjelaskan, Indonesia saat ini sangat memerlukan adanya indoktrinasi untuk pembinaan watak dan jiwa bangsa. Indoktrinasi ini telah dihapuskan pada era orde baru. Dan seharusnya di era reformasi, pembinaan watak dan jiwa bangsa diselenggarakan.
“Jadi jiwa dulu yang dibangun. Watak yang dibangun. Dengan begitu, secara otomatis rasa patriotisme, nasionalisme, pengenalan pada pahlawan akan timbul, jadi inget lagi. Siapa Pangeran Diponegoro? Siapa Gatot Soebroto,” ujarnya.
Dalam buku ini, dia mencoba mengenalkan sosok Soekarno dengan cara paling sederhana. Guntur menuliskan semua pengalaman dirinya dengan Soekarno, sebagai seorang anak, kawan dan murid.
“Saya itu menulis artikel enggak pakai referensi, hanya dengan ingatan saja. Apa yang diingat saja, berdasarkan pengalaman, jadi bentuk artikelnya semacam, Bung Karno ngomong apa saya jawab apa. Jadi tanya jawab,” terangnya.
Mencegah Diberedel di Orde Baru
Dia menceritakan, buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1977. Kala itu, orde baru terus melakukan de-soekarnoisasi secara masif kepada rakyat dan generasi muda. Dan untuk mencegah hal tersebut terjadi, Guntur menilai, menulis adalah salah satu cara agar ingatan rakyat terhadap sosok Soekarno tidak hilang.
“Kemudian saya berpikir bagaimana ya caranya? Satu satunya jalan, kan saya bukan orang partai, satu satunya jalan tulisan. Kalau tulisan kan pertanyaannya mau dimuat di mana? Nah kebetulan ada koran minggu namanya, Simponi, mereka berani muat tulisan tentang Bung Karno,” katanya.
Agar pemerintahan orde baru tidak mengetahuinya, Guntur memutuskan menulis artikel tentang Soekarno dari sisi human interest. Sebab Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Soeharto kerap melakukan pemberedelan terhadap karya sastra, salah satunya milik Pramoedya Ananta Toer.
Setelah terbit secara berkala di koran mingguan, tulisan tersebut akan dirangkum untuk menjadi buku. Untuk lebih amannya, Guntur mengajukan izin kepada pihak kepolisian. Harapannya pemerintahan orde baru tidak memberedel buku tersebut.
“Saya minta ke polda, saya minta izin menerbitkan kumpulan dari artikel yang udah diterbitkan Simponi, kalau dikumpulkan harusnya tidak ada masalah, jadi saya minta izin dan diberikan. Dan akhirnya buku itu terbit dan laris terjual,” jelasnya.
Guntur mengungkapkan, saat ini generasi muda masih sangat tertarik dengan sosok Soekarno. Untuk itu, dia melihat, buku ini akan menjadi asupan terbaik bagi mereka yang ingin tahu lebih dekat dengan sang proklamator.
“Saya sering bertemu anak-anak muda. Ketika saya tanya, kamu kenal enggak sih Bung Karno? Itu proklamator. Menurut kamu bagaimana? Itu Bung Karno orang hebat. Jawaban itu buat saya sudah cukup. Jadi mereka sudah punya keinginan untuk tahu siapa itu Bung Karno,” jelasnya.
Dia mengharapkan, hadir kembalinya buku ‘BUNG KARNO, Bapakku, Kawanku, Guruku’ tidak hanya mengingatkan tentang siapa Soekarno. Tapi generasi muda dapat mengetahui bagaimana sikap dan ideoligi dari presiden pertama Indonesia itu.
“Bagaimana caranya generasi muda ini tahu siapa Soekarno dengan cara yang gampang? Dari sisi humanismenya. Sehingga generasi muda mulai akrab lagi. Oh Soekarno tuh gini. Oh Soekarno tuh begitu. Jangan sampai blank enggak tahu,” tutur Guntur.
Putri Guntur Soekarno, Puti Guntur Soekarno mengatakan, buku ‘BUNG KARNO, Bapakku, Kawanku, Guruku’ memberikan gambaran seperti apa sosok Soekarno dengan cara yang mudah. Sehingga harapannya generasi muda dapat menerima buku ini dan mengenal lebih dekat siapa Soekarno itu.
“Buku ini bisa menghapus sekat antara Soekarno dan pembacanya. Karena selama ini buku yang diterbitkan itu lebih banyak Bung Karno yang berat, jadi membacanya harus mempelajari seperti apa pemikiran Bung Karno, seperti ide dan gagasan Bung Karno. Buku ini dinarasikan bagaimana Bung Karno itu sebagai seorang ayah, kawan dan guru,” jelasnya.
Puti menyakini, buku ini akan dapat menghilangkan sekat dengan generasi muda. Sehingga sosok Bung Karno dapat diterima dan masih akan terus diingat sebagai salah satu pendiri bangsa.
“Hari ini kita butuh anak anak muda untuk tidak melupakan sejarah dan anak anak muda untuk tidak melupakan siapa pendiri bangsanya. Saya katakan buku ini bisa menghapus sekat, menghapuskan bagaimana anak muda bisa melihat sosok Bung Karno dalam narasi lebih mudah lagi,” tutupnya.
(mhd)