Catatan Egy Massadiah dari Lokasi Salat Ied Letjen TNI Doni Monardo

Minggu, 24 Mei 2020 - 21:35 WIB
loading...
Catatan Egy Massadiah dari Lokasi Salat Ied Letjen TNI Doni Monardo
Dr. H. Nadjamuddin Ramly, M.Si yang merupakan Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia menyampaikan khutbahnya setelah salat Idul Fitri di BNPB. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Minggu (24/5/2020), suasana Ruang Serba Guna Dr. Sutopo Purwo Nugroho di lantai 15 Graha BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur lengang. Aula seluas kurang lebih 400 meter persegi itu, berubah wajah.

Yang sudah-sudah, Ruang Serba Guna Sutopo yang diresmikan Kepala BNPB Doni Monardo pada 1 Agustus 2019 itu, digunakan untuk berbagai acara skala besar, dengan jumlah hadirin lebih ratusan orang. Hari ini, untuk pertama kalinya, ruang dengan ciri lantai dan dinding berlapis ornamen kayu itu, digunakan untuk salat Idul Fitri 1441 Hijriah/2020 Masehi.

Pesertanya adalah Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Letjen TNI Doni Monardo dan para staf yang sudah dua bulan lebih mukim di kantor. (Baca juga: 248.555 Spesimen COVID-19 Telah Diperiksa)

Panitia kecil salat Idul Fitri di Graha BNPB hanya mengizinkan sepuluh (10) orang saja. Alhasil, ruang berkapasitas ratusan orang itu pun terlihat sangat longgar. Jarak jamaah satu dan lainnya sekitar dua meter. "Peserta salat Idul Fitri antara lain Pak Doni, Koorspri Kepala BNPB Kolonel Budi Irawan, Kolonel Hasyim Lalhakim, Jarwansah direktur Darurat BNPB, dan 5 staf lainnya," ungkap Egy Massadiah yang merupakan Tenaga Ahli BNPB yang juga mengikuti salat Ied.

Jalannya salat Idul Fitri menjadi sangat khidmad. Jamaah bersama-sama memanjatkan doa. Bermunajat dari ketinggian 75 meter dari permukaan tanah, berharap virus corona segera sirna.

Kehidupan Normal Baru
Salat Idul Fitri “kategori kecil-kecilan” pun berlangsung dengan bobot dan kekhidmatan yang dalam. Terlebih, panitia Karo Umum BNPB Andi Eviana menghadirkan khatib Dr. H. Nadjamuddin Ramly, M.Si yang merupakan Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia.

Nadjamudin yang juga pengajar di Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah itu membawakan topik aktual dalam khotbahnya “Kehidupan Normal Baru dalam menggapai Keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala”.

“Saat ini Allah Jallajalalu menguji ummatnya dengan wabah pandemik yang sangat berbahaya dan mematikan (Virus Corona Disease 2019/COVID-19), sebagaimana Firman-Nya dalam Surah AlBaqarah pada ayat 155-156,” ujar Nadjamudin.

Ke depan, kita harus memulai kehidupan normal baru dengan membudayakan protokol kesehatan sebagai karakter pribadi. Dari karakter pribadi, nantinya begulir menjadi gerakan budaya baru di kalangan umat Islam dan Bangsa Indonesia.

Gerakan budaya baru ini akan bermuara pada lahirnya peradaban yang tinggi di mana umat manusia sudah hidup pada tatanan yang melekat pada kehidupan sehat dan merekonstruksi masa depannya secara sistemik dan berkelanjutan. “Protokol kesehatan ini adalah gagasan cerdas, bernas, dan mencerahkan dalam menghadapi wabah virus corona,” tambahnya.

Tak lupa, Nadjamudin menyitir jargon “4 Sehat 5 Sempurna Baru” versi masa kini. Pola hidup sehat di era pandemi ini juga diharapkan menjadi tradisi yang melekat di kehidupan pasca pandemi nanti.

Pertama, senantiasa menggunakan masker; kedua, jaga jarak sehat; tiga, selalu mencuci tangan; empat, olahraga yang teratur/istirahat yang cukup/tidak panik dan lima, makan makananan bergizi, halal, dan baik. “Jika protokol kesehatan ini telah menjadi gerakan masif dan membudaya maka dengan sendirinya akan memutus matarantai berjangkit dan menularnya virus corona,” ujarnya.

Inilah protokol kesehatan yang menjadi peradaban baru umat manusia tentunya dengan senantiasa mengharapkan keridhaan Allah dan memohon perlindungan-Nya sehingga virus corona yang membahayakan ini lenyap dari negeri tercinta.

“Mari kita berdoa kiranya Allah mengampuni dosa-dosa kita dan senantiasa melimpahkan ampunan dan keridhaan-Nya kepada kita sekalian,” pungkas Nadjamudin dalam khutbahnya.

Jalannya salat Idul Fitri sendiri tak lebih dari satu jam. Usai salat, ada yang melanjutkan sarapan dengan hidangan ketupat dan coto Makassar dan aneka menu lebaran lainnya. Menu yang sama pula yang sebelumnya disantap para pemukim Graha BNPB sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri.

Sedih Ditinggal Ramadhan
Sedikit mengilas balik, ke moment buka puasa terakhir Sabtu (23/5/2020). Seperti biasa, Doni Monardo bersama sejumlah staf dan kolega, melakukan buka puasa bersama di Ruang Multimedia, lantai 10 tak jauh dari ruang kerjanya.

Hampir bisa dipastikan, semua yang hadir sore itu, merasakan ada nuansa yang berbeda. Tidak seperti biasanya. Hari-hari sebelumnya, kesempatan berbuka puasa selalu mengalir pembicaraan yang sangat produktif, terkait penanganan COVID-19.

Meski topiknya sekilas serius, tetapi Doni Monardo mampu membawakannya dalam suasana yang lebih rileks, sambil berbuka puasa.

Tak bisa disembunyikan, kesedihan Doni Monardo menyantap buka puasa terakhir di Ramadhan tahun ini. Apalagi, demi tugas, dia tak bersama keluarga.

Sungguh mengingatkan kita, umat Islam, akan kisah Rasulullah SAW. Rasulullah menunjukkan kesedihan mendalam saat akan berpisah dengan bulan penuh ampunan ini. Hal itu juga yang dirasakan oleh para sahabatnya.

Suatu ketika bahkan Rasulullah pernah berkata, "Apabila malam terakhir bulan Ramadhan tiba, maka menangislah langit, bumi, dan para malaikat."

Ketika para sahabat bertanya makna kalimat tersebut, Rasulullah SAW menjawab, "Perginya bulan Ramadhan, karena di bulan Ramadhan itu semua doa diijabah, semua sedekah diterima, semua kebaikan dilipatgandakan pahalanya dan siksa ditolak (dihentikan)." (Diriwayatkan dari Jabir).

Ramadhan tahun ini telah pergi. Idul Fitri tahun ini pun, menjadi istimewa. Bangsa sedang prihatin lantaran COVID-19.
(nbs)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2601 seconds (0.1#10.140)